Kelima, menimpakan kesalahan ke KJRI atau KBRI. Jika itu tidak ada, dan tiba-tiba ada surat tersebut bolehlah “menuduh” mereka yang menjatuhkan kedudukannya. Lha ini fakta dan ia akui dengan mengirim uang itu, kok malah menyalahkan pihak lain, apalagi mundur karena malu, eh malah menyalahkan pihak lain.
Keenam, malah mikir diskriminasi karena di luar pemerintahan. Lihat bagaimana contoh yang diberikan pemerintah yaitu presiden yang naik pesawat ekonomi padahal cuma ke Singapura. Sikap berlebihan untuk membela diri malah membinasakan diri.
Ketujuh, menelpon menlu, minta penjelasan, meminta penjelasan dari KBRI atau KJRI, ini berlebihan karena masalah pribadi kok, mengapa membawa-bawa jabatan dan kedudukan. Sangat tidak profesional. Lebih baik minta maaf dan berjanji tidak mengulangi, dari pada malah mempermalukan diri dengan berlaku demikian.
Jika Zon berpikir untuk menjatuhkan dirinya dengan surat ini berlebihan. Pertama, surat itu ada dan dia mengakui kesalahannya dengan mengirim uang. Soal isi dan itu bukan keinginannya bukan menyelesaikan soal surat sakti yang dulu didemonya, namun kini masih marak di lembaga yang ia pimpin.
Hal ini menunjukan soal surat sakti masih berkeliaran liar di tingkat elit dan soal KKN masih jauh dari harapan. Pemerintah mau bebenah eh malah pengawasnya masih paradigma lama yang dipakai.
Kedua, Zon sudah menjatuhkan dirinya sendiri dengan cara bersikap di Amerika dulu, betapa memalukannya bangga di tengah capres lain yang tidak patut, berfoto dengan pose bangga dengan gadis kelinci, pendekatannya selama ini soal Ahok memperlihatkan kepentingan pribadi dari pada wakli rakyat. Dewan pusat ngurusi Jakarta, soal di kura-kura hijau sendiri tidak kurang banyaknya.
Ketiga, sikap kritis itu tidak terbatas oleh kepentingan sendiri dan kelompok. Tuduhan, tudingaan, dan sikap yang dipertontonkan menampakkan pola yang dipakai sendiri untuk mencari keuntungan. Baju itu diukur badan sendiri. Pengakuan di balik cara dia merespons masalah.
Keempat, maaf itu baik dan luhur, mengapa harus dipenuhi lebih banyak embel-embel yang malah terkesan memojokkan pihak lain, mencari pembenar atas kesalahan sendiri, dan mencari kambing hitam.
Kelima, belajar rendah hati untuk mencontoh “rival” kalau memang baik mengapa malu dan itu jelas di depan mata kok. Apa yang dituduhkannya kepada pihak lain ternyata apa yang ia rasakan dan lakukan sendiri.
Apakah gambaran demikian yang mau dijual ke dunia internasional? Menuduh orang lain, ternyata diri sendiri yang melakukan. Kasihan Pak Ahok, Pak Jokowi yang selama ini menjadi bahan “kekritisan”nya tanpa dasar itu, eh sekarang malah menuduh lagi atas perilakunya sendiri yang buruk.
Ingat pejabat tinggi negara lho, konsekuensi dan implikasinya tidak kecil. Negara ini dirusak justru oleh petinggi negeri. Rakyat kerja keras bangga akan kebesaran bangsa eh malah dimakan rayap yang bernama petinggi negeri.