Polemik soal RSSW, Ahok, dan BPK harusnya sudah usai, ketika KPK menyatakan tidak ada pelanggaran hukum. Jauh lebih menarik adalah soal siapa yang paling bertanggung jawab antara kisruh ini, dan muaranya ke mana. Obyek satu soal pembelian tanah RSSW ada dua pernyataan dan simpulan yang berbeda, BPK dan KPK, ini harus menjadi momentum bagi bangsa dan negara ini untuk mengusut tuntas siapa yang melakukan kesalahan apalah KPK atau BPK, tidak mungkin dua-duanya salah dan dua-duanya benar.  Artinya apa? Bahwa ada kebenaran hakiki dari kedua lembaga itu yang benar-benar valid dan bisa dipercaya. Jika BPK salah, siapa yang bertanggung jawab dan mengapa bisa terjadi? Sebaliknya, jika memang KPK sewenang-wenang dan membela koruptor buktikan dan selesaikan sehingga tidak menjadi beban seperti peristiwa ’65 dengan kasus yang berbeda.
Pusat masalah lagi-lagi DPR dengan semboyan waton sulayanya. Â BPK yang lebih bernuansa politis karena dipilih sapu kotor dan dewan yang masih kanak-kanak, pimpinannya saja jelas banget orang parpol yang kemarin masih dibanggar dewan. Warna politik untuk lembaga pemeriksa seperti ini tentu sangat riskan. Perlu lembaga independen seperti TPF untuk menjembatani kekisruhan ini, sehinga tidak lagi menjadi noda yang makin kelam baik bagi BPK, KPK, atau pemrov DKI dengan Ahok-nya. Jelas ketiga pihak ini masih belum sepenuhnya bisa dikatakan bersih, karena masih ada kecurigaan dari sebagian pihak.
BPK.
Lembaga yang berperan penting ini sering terkesan hanya lembaga stempel. Era Orba BPK, DPA, DPR itu hanya lembaga pelengkap yang tidak ada peran sama sekali. Tidak heran korupsi dan maling anggaran tidak pernah berkurang. Catatan yang dikeluarkan pun tidak ada bedanya, bagaimana Banten yang selalau baik itu menghantar gubernur dan adiknya bersama-sama masuk bui karena maling anggaran. Perlu pembenahan menyeluruh sehingga tidak kalah galak dengan PPATK dan LSM seperti ICW dan FITRA. Itu pertama soal catatan ternyata belum menampilkan kenyataan. Kedua bagaimana kepala BPK DKI yang terduga ada konflik kepentingan, ini sudah ada bukti dengan dia dipindah, apakah hanya dipindah saja kalau pejabat main mata begini? Apa bukan menyalahgunakan wewenang? Menekan gubernur lagi. Ini perlu KPK atau Polri masuk sehingga bukan hanya asumsi dan dibiarkan menguap begitu saja. Kurang ajar dan perlu diajar, jangan juga dugaan dan kata gubernur tidak ada tindak lanjut, salah proses hukum kalau tidak gubernur yang ditindak. Ini serius bukan soal main-main anak TK yang maling permen temannya.
Ketiga soal catatan perusahaan ketua BPK, ini masalah sangat serius lho, kemarahan ketua BPK yang tidak proporsional kemarin memberikan indikasi yang patut ditindaklanjuti, bukan sembarangan. Bagaimana seenaknya pejabat tinggi bidang pemeriksa keuangan saja sudah tidak jujur soal keuangannya. Keempat, perlu diformulasikan ulang soal orang parpol yang mau masuk lembaga profesional seperti BPK ini, jauh lebih bijaksana adalah orang profesional dan kurangi orang parpol atau telah meninggalkan jabatan politis seperti dewan atau pengurus parpol sekian lama.
Kelima, lepaskan dari campur tangan dewan dalam pemilihan. Sapu kotor ini sudah keterlaluan hasil buruknya. Biarkan tim independen dan profesional yang memilihnya. Keenam, bagaimana mereka bicara ada potensi dewan melakukan kunker fiktif tiba-tiba dibantah tidak ada bukti sama sekali ada persoalan keuangan di sana. Cara-cara berkomunikasi yang seenaknya sendiri kemudian dibantah ini menunjukkan kedewasaan dan profesionalisme mereka. Enak saja ada masalah kemudian tidak ada, alangkah bijak  tidak usah mengatakan dulu sebelum usai, jangan katakan kebebasan untuk memberikan informasi ke publik.
KPK
KPK, telah sekian lama diombang-ambingkan dewan dan ditarik-tarik antara politis dan kriminalisasi, pernah juga pimpinannya terlalu genit sehingga suka berlebihan membuat KPK cenderung tersandera dan susah bergerak. Tidak heran tuduhan dan plesetan Komisi Perlindungan Korupsi, ini saatnya berani membawa soal BPK vs KPK ini untuk diselidiki tim independen, bukan diselesaikan secara politis dan kompromis. Jika ini dilakukan, KPK akan kembali jadi lembaga paling bersih lagi dan kecurigaan itu terbukti sebagai kerjaan orang nyinyir. Siapa yang benar antara BPk dan KPK apalagi BPK pendukungnya adalah DPR, melihat rekam jejaknya bisa dikatakan jauh lebih bisa dipercaya KPK lebih benar.
DPR, lebih banyak barisan sakit hati sehingga tidak lagi menjadi pengawas yang selayaknya. Bagaimana bisa saling sengkarut mengemuka karena penuh kepentingan yang lagi-lagi lepas dari etis. Lembaga lain bisa dimanipulasi, ditekan, dan disandera model anak TK ini, lihat dulu soal pimpinan KPK lama baru diproses. Bisa pula anggaran dipersulit dan dipotong, dan paling fatal kalau dibuat UU baru untuk menghancurkan lembaga lain.
Apa yang harus dilakukan? Pertama, bentuk tim independen dan buktikan siapa yang benar dan siapa yang lalai, dan harus ada tindakan nyata bukan politis dan kompromistis lagi. Buktikan dan bersihkan baik KPK dan BPK. Kedua, sederhanakan parpol, salah satu pusat masalah ada di parpol. Ketiga, ujung-ujungnya pelanggaran adalah uang, buat UU Pembuktian Terbalik. Keempat, soal sekretaris MA jelas-jelas ada uang tidak wajar mengapa DPR diam saja, sedang RSSW sama sekali belum ada indikasi uang di Ahok? Ada apa ini? Janganlah lembaga negara main dua kaki begini.
Negara sudah terlalu banyak digerogoti lintah yang membuat kurus kering, dan saatnya mencabuti lintah itu dan dibakar, negara bisa sehat dan lintahnya mati. Lintahnya yang dibasmi bukan badannya dibakar.
Salam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H