Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ingatlah akan Kematianmu!

7 Juni 2016   18:55 Diperbarui: 7 Juni 2016   18:57 389
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Kita ini di dunia hanya sementara, tidak heran banyak digaungkan peribahasa yang lebih mengingatkan betapa sejenaknya kita di dunia ini, urip mung mampir ngombe.Hidup itu hanya sejenak, hanya singgah untuk minum. Lha mana ada minum mampir, dan hanya minum kog. Mana ada minum itu lama?

Jika hidup itu hanya sementara? Berarti ada yang abadi dong? Iya, benar yaitu hidup abadi. Maka, apa yang perlu kita lakukan adalah, persiapan hidup kekal itu, mati sebagai gerbang menuju hidup abadi, dan apakah mati itu bisa dengan rela dihadapi?

Ada sebuah renungan yang bisa dilakukan untuk menghadapi hidup ini yang hanya sejenak. Mati itu suatu kepastian, dan tidak ada satu orang pun yang mati bukan?

Melakukan fantasi mengenai mayat. Kita kan pasti akan mengalami, dan itu dibayangkan dalam bentuk renungan untuk menghayati hidup.

Ada sembilan tahap dan setiap tahap itu bisa dibayangkan dengan detail dan penuh kesadaran dalam diri sendiri sebagai obyek itu selama kurang lebih satu menit.

  • Mayat, kita membayangkan diri kita telah menjadi mayat yang dingin dan kaku.
  • Setampan, secantik, setenar kita, akan tetap saja nanti kaku dan dingin bukan? Semua kembali menjadi sama. Tidak ada yang berbeda.
  • Badan kita berubah menjadi biru.
  • Badam hitam, putih, sawo matang, presiden atau rakyat jelata, mati ya tetap saja membiru dan tidak lagi ada embel-embel seksi atau macho kog.
  • Daging mulai melepuh dan retak/pecah-pecah
  • Semahal apapun perawatan dan seserius apapun usaha untuk awet muda, segar, tetap saja daging itu membusuk dan diawali dengan melepuh dan akhirnya pecah berantakan.
  • Beberapa bagian mulai membusuk
  • Sekuat apapun badan kita, sekeren artis Hollywood atau menjadi rebutan lawan jenis, namun di dalam tanah tetap saja akan membusuk karena alam menghendaki demikian.
  • Seluruh tubuh menjadi busuk dan rusak
  • Lihat kita juga akan merasakan badan kita ini nantinya akan busuk dan rusak lho. Mengapa harus berlebihlebihan akan diri dan menyakiti orang lain?
  • Kerangka mulai nampak dengan beberapa gumpalan daging lembek yang masih menempel di beberapa bagian tubuh
  • Beberapa bagian dengan daging yang tebal dan liat akan lebih tahan dan akhirnya yang rentan akan lenyap lebih dulu. Di sana waktu membuktikan, ada kerangka yang menyusun kita tanpa tertutup lagi dengan kulit dan daging, apalagi nama, jabatan kita bukan?
  • Sekarang tinggal kerangka dan daging sama sekali telah membusuk dan hilang.
  • Daging itu cepat sekali membusuk, semua telah habis. Tinggal tulang belulang yang tidak lagi menampilkan semaraknya kita bukan?
  • Yang tinggal hanya seonggok tulang belulang yang telah merapuh.
  • Di sana tinggal onggokan kerangka kita. Coba bayangkan bagaimana kalau yang kita lihat itu belulang kita?  Apa yang kita perjuangkan, kita tekuni, kita jalani, semuanya kan sementara dan ujungnya adalah kembali ke tanah.
  • Semua tulang akhirnya kembali menjadi tanah.
  • Semua telah usai, dan itulah hidup kita. Dari tanah kembali ke tanah.
  • Berjuang dan berproses itu bagian manusia, namun tentu tidak boleh meninggalkan rancangan Tuhan, apapun agama kita. Di sanalah kita ingat kematian kita. Apapun yang kita usahakan di dunia ini sementara saja. Dengan memfantasikan mayat, kita jadi sadar artinya badan kita, dunia ini, dan usaha terus menerus di dalam Tuhan. Sementara tentu bukan yang kekal, bagaimana kita memberikan porsi untuk yang kekal itu sangat penting.
  • Menghargai hidup karena tentu kita tidak mau hidup kekal di dalam keadaan tidak bahagia karena di dunia ini hanya mengeluh, menciptakan permusuhan, dan lebih suka akan yang tidak baik. Hidup kekal itu tetap harus diusahakan dan diupayakan, bukan dengan hidup seenaknya sendiri tentu saja.
  • Berfantasi mayat bukan hendak mengajak menjadi apatis dan seenaknya sendiri, toh nanti akan jadi tanah juga, bukan itu. Kita sadar sebagai manusia itu sama.

Salam

Dasar Inspirasi: Antony de Mello, Sadhana

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun