Berdamai dengan Masa Lalu
Masa lalu itu fakta. Masa depan itu rencana, dan hidup adalah masa ini. mencermati artikel soal Masa Lalu Pahit: Melupakan, Berdamai, Dendam atau Menganggap Tidak Ada? Cenderung bias dan malah kurang fokus, kali ini saya akan menguraikan secara spesifik bagaimana dan apa berdamai dengan masa lalu itu.
Terima kasih atas diskusi rekan-rekan dan tambahannya sehingga melahirkan artikel ini. berdamai berarti telah usai dengan masalah itu. Peristiwa itu memang fakta yang tidak mungkin dilupakan. Pernyataan lupa dalam artikel saya adalah apakah mau melupakan, dalam arti bahwa merasa tidak ada. Itu bukan pilihan.
Berdamai berarti bahwa telah mengampuni, memaafkan, dan mengambil pelajaran yang berharga bagi masa depan. Pelajaran bisa untuk diri sendiri, ataupun siapapun yang sekiranya mengalami hal yang sama. Fakta yang ada itu tidak lagi menghantui, merusak kekinian yang bisa berupa dendam, marah, takut, cemas, dan merasa rendah diri dan sebagainya.
Sebagai sebuah ilustrasi, seorang pemuda yang sedang bersemangat untuk merenda masa depan, tiba-tiba menjadi buta, saya lupa persisnya mengapa, ia merasa Tuhan tidak adil dan menggugat Tuhan. Ia merasa masa depannya hancur, didikan dan bimbingan ibunya, pelan namun pasti ia menemukan jalan hidupnya yang baru. Saat ia bisa berpidato di istana Inggris ia sadar ternyata Tuhan memberikan jalan yang lain. Bagaimana kalau ia masih sehat dan melek seperti dulu, belum  tentu ia bisa berpidato di istana Inggris.
Akibat yang diperoleh dengan berdamai ialah bersyukur. Mensyukuri apa yang ia terima di masa lalu itu sebagai bagian dari rencana dari Tuhan bagi hidupnya. Ia menjadi pribadi baru usai melampaui berbagai perjuangan dan proses panjang demi hidupnya.
Apa yang dilakukan adalah menerima bahwa itu adalah fakta yang tidak bisa diubah. Kenyataan bahwa telah sempat menghancurkan dan susah untuk bisa menerima kenyataan itu. Ciri damai dengan pengalaman pahit adalah bisa melihat itu sebagai fakta yang tidak lagi membawa luka, kejengkelan, kemarahan, dan justru telah membuat sebagai sarana berkembang lebih jah lagi.
Proses panjang dan bukan hanya masalah sepele. Bisa sepanjang hidup kalau tidak disadari menjadi penyakit yang merembet ke sakit secara fisik. Berdamai berarti juga menyembuhkan pada akar masalah yang dialami. Berbagai sebab bisa menjadi pemicu masa lalu yang pahit, masa kanak-kanak yang sebenarnya hanya guyonan bisa menjadi luka mendalam bagi pribadi yang lemah. Misalnya ada anak yang dipanggil gendut, padahal bagi anak lain itu biasa saja tertawa-tawa, namun ada anak yang menyimpan itu dan menjadi luka yang sangat pedih baginya. Mendengar kata gendut saja sudah memalukan yang membuatnya sangat marah dan ia berjuang mati-matian untuk menghilangkan kegendutannya.
Berdamai itu tidak melupakan, namun tidak lagi terpengaruh akan kejadian atau fakta yang terjadi. Fakta yang ada di masa lalu itu diletakkan pada porsi dan proporsi yang semestinya. Hidup tidak ada di masa lalu, namun kini dan saat ini. masa depan masih harapan.
Salam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H