Kala mengadakan test wawancara ke Demokrat, Haji Lulung mengatakan kepada wartawan bahwa ia akan mengusung pembangunan Jakarta yang berbasis akan manusia dan lingkungan, ketika mendapatkan pendalaman dari awak media lebih jauh, ia mengatakan, tidak bisa menjelaskan lebih jauh karena nanti akan diambli oleh pihak lain.
Jawaban yang menarik, karena paling tidak ada dua orang bakal calon yang paling gigih untuk mendapatkan kendaraan politik, dengan model jawaban yang sama, yaitu Pak Yusril. Apa aslinya? Mereka belum punya program dan selama ini hanya sibuk mengenai mencermati kekurangan apa yang sudah dilakukan oleh gubernur saat ini.
Persoalan Jakarta itu sangat komplek karena menyangkut sebagai ibukota negara. Kalau hanya model dan modal macam ini, Jakarta akan kembali atret ke masa lampau yang amburadul namun membuat gembul beberapa pihak. Salah satu contoh soal macet, wacana demi wacana, ide demi ide, keputusan demi keputusan, masih juga belum efektif. Namun belum pernah ada yang mengeluarkan ide memisahkan semua kepentingan dari Jakarta, misalnya ibukota yang dipindah atau pusat niaga dan industri yang didorong ke luar Jakarta. Jelas saja Jakarta menjadi super kacau karena semua berpusat di sana.
Masalah ibukota sebagaimana gagasan Bung Karno di Palangkaraya, katanya tidak ada air bersih, ah masa teknologi tidak bisa dilibatkan. Soal kebakaran lahan yang muda tersulut, ah itu kata orang yang mau mempertahankan semua harus Jakarta sebagai pusat dan mereka memiliki kepentingan itu, dan muaranya adalah uang.
Apa berani Haji Lulung mengeluarkan ide untuk membawa Tanah Abang yang kesohor itu ke Banten misalnya. Lahan di sana jelas jauh lebih luas. Pembeli akan datang kalau ada infrastruktur yang memadai. Pedagang juga akan mau saja kalau diberi insentif dan kemudahan dalam banyak hal. Apa artinya? Â Bukan hanya fokus soal Jakarta namun juga membenahi kesenjangan Jakarta dengan tetangganya. Selama ini hanya berkutat di Jakarta, tetangga dekatnya hanya menerima pahitnya.
Lha idenya saja hanya mengenai e-musrenbang yang dinilai tidak sempurna, yang ia tahu lagi, soal kawasannya sendiri. Jika seorang wakil ketua saja pemahaman tentang daerahnya hanya secuil begitu, mau jadi apa Jakarta. Mohon maaf Pak Lulung, lebih baik berkonsentrasi saja pada karir di parpol. Susah untuk menjual ide sekecil itu, dan ide besarnya yang katanya takut dicuri itu. Ingat ini sudah zaman digital, semua tahu, ide siapa, bukan lagi zaman batu, paha sapipun diembat tanpa ada yang bisa mengetahui siapa pelakunya. Soal sistem itu sangat kecil pun perkara yang dijual oleh seorang pimpinan ibukota negara.
Menarik gagasannya soal pembangunan manusia dan lingkungan (sebatas pemahaman saya), apa yang mau dilakukan dengan Jakarta yang multi kompleks seperti itu. Bantaran kali jadi hunian, kolong jembatan tol atau jalan layang jadi hunian, sedangkan penertiban oleh pemda oleh Pak Lulung dkk dinilai sebagai penggusuran. Ini ada dua sekaligus, pertama soal manusia yang lebih humanis, mau ditata dengan manusiawi atau dibiarkan dengan kesenangan di dalam kekumuhan? Kedua, soal lingkungan, bagiamana ide untuk sungai, bantaran  kali, dan semua model pendudukan yang bisa dijadikan ruang terbuka hijau. Jangan sampai bahwa apa yang dikritikan kepada pimpinan kali ini menjadi bumerang sendiri. Artinya bahwa akan ada pembiaran, demi kemanusiaan yang semu itu.
Sebagai contoh, ilustrasi, ada anak yang sepanjang hari hanya main di kubangan air dan lumpur, sebagai orang tua, apa akan membiarkan saja karena anaknya senang, atau memintanya berhenti dan main di tempat lain? Tempat bermain yang lebih terjaga kesehatannya dan kebersihannya, lebih mendidik dan bermanfaat, bukan hanya senang-senang saja.
Jakarta itu pusat semua pusat, industri kreatif Jakarta, pendidikan Jakarta, media massa Jakarta, ekonomi dan industri Jakarta, pemerintahan Jakarta, tanah tidak mungkin berkembang sedang manusia dengan kepentingan dan keinginannya naik terus, jelas tidak akan mungkin menampung. Reklamasi hanya menyenangkan pihak pengusaha dan pengembang yang tidak mau repot untuk membangun luar Jakarta. Pemerintah memiliki kekuasaan untuk mengatur rakyat, bukan rakyat mengatur maunya apa ke negara.
Ide segar orisinal, dan tidak akan dicuri melimpah, apalagi sebagai pimpinan dewan begitu melimpah gagasan yang bisa dihasilkan, eh malah hanya secuil pun basi. Bagaimana kerjasama dengan dewan yang oleh  rakyat selama ini dipahami garong? Apa bisa bertindak tegas dengan rekan-rekan segenk seperjuangan? Biasanya malak bareng-bareng mosok kali ini akan menghentikan pemalakan? Bisa tidak?
Saran yang tidak akan didengar, sudahlah Pak Abraham Lunggana, fokus saja ke dewan dan parpol mumpung masih ada waktu buktikan mampu. Ribet ngelamar ke mana-mana malah sama sekali tidak ada hasil dan merugikan negara karena tidak pernah kerja. Coba asyik ke KPK, ke parpol untuk melamar dan ujian ini itu, dan hasilnya juga tahu, nol besar. Tidak patut jadi seorang pimpinan, Jakarta lagi, berbeda kalau mau belajar keras untuk meningkatkan mutu dan kemampuan dulu.