Soeharto, Robinhood, dan Pahlawan
Manufer Golkar memang tidak ada matinya. Usaha untuk mengangkat pendirinya menjadi pahlawan belum juga mendapat respon sebagaimana harapan. Usaha pun belum lelah untuk tetap diajukan. Pro dan kontra, tetap terjadi, dengan yang kontra tidak sedikit. Persoalan selama tiga puluh dua tahun yang masih tergiang, bukan sebagai sarana untuk mengantar ke gelar pahlawan. Benar bahwa ia berjasa, namun perilaku selama puluhan tahun, dengan slogannya tak gebug,menepikan keluarga Pak Karno dan buah pikirnya, soal kiri yang benar-benar dikirikan dan hingga hari ini masih sensi banget itu karena ulahnya lho. Belum lagi anak-anaknya yang petentang-petenteng dan dar der dor nyawa orang demikian saja melayang. Sepakat bahwa jasanya tidak sedikit, dan itu bukan jasa, itu kewajiban anak negeri dan sudah mendapatkan banyak dari negeri ini. kekayaan melimpah yang telah ia peroleh dengan mengorbankan banyak rakyatnya itu yang memberatkannya jadi pahlawan. Saya tidak setuju. Cukup tanpa peradilan, dan cukup juga tidak ada gelar pahlawan.
Robinhood. Apa yang dilakukan Robinhood itu pahlawan bagi beberapa orang, namun rampok pula bagi pihak yang diambil kekayaannya. Benar bahwa ia memberikan uang itu untuk orang yang tidak mampu diambilkan dari orang yang mampu. Tetap saja bahwa Robinhood maling bagi orang kaya yang diambil kekayaannya. Apakah bisa orang kaya itu melabeli Robinhood pahlawan sebagaimana orang papa miskin yang pernah ia beri uang? Motivasi baik, cara buruk, tidak pantas dikatakan hasilnya baik pula. Bahwa Robinhood itu pahlawan iya, namun maling bagi pihak lain tetap saja benar, tidak bisa disangkal.
Soeharto, selama ini orang Golkar, anak-anaknya yang mengusulkan untuk mendapatkan gelar pahlawan. Menarik adalah, apakah keluarga Pak Karno dengan jujur, iklas, dan penuh kerelaan hati untuk mempersilakan kepada pemerintah menyematkan gelar pahlawan bagi almarhum Pak Harto? Demikian juga tapol yang sekian puluh tahun disingkirkan, diasingkan, dipinggirkan, bahkan anak cucunya bisa batal pangkaat perwiranya kalau ketahuan kakek atau bapak moyangnya ex tapol. Apakah mereka juga mendukung gelar itu untuk Pak Harto? Baru dua pihak, belum lagi korban-korban kekerasan akibat perilakunya. Bagaimana rakyat menderita bukan karena negara miskin, namun karena sistem pemerintahan yang dipakai sangat buruk dan tidak memberikan kesempatan untuk sejahtera dan adil itu. Gelar pahlawan itu tidak sebanding dengan apa yang telah ia lakukan. Bagus tidak dituntut di pengadilan atas perilaku brutal, kejam, dan seenaknya terhadap pendahulunya itu. Hal ini bukan ranah yang bisa diperdebatkan, lihat bagaimana sikapnya terhadap Pak Karno, pemikirannya, dan keluarganya, bisa ditanyakan Bu Mega dan saudaranya yang lain. Eksponen ’98 lagi moncer-moncernya di negara ini, tahu persis bagaimana perilaku Soeharto dan keluarnya. Soal G-30 S masih bisa menjadi bahan perdebatan juga dengan komunismenya, namun soal Soeharto bukan hanya berkaitan dengan G-30 S, saja namun banyak catatan negatif yang ia torehkan sendiri.
Ada pernyataan soal waktu yang belum saatnya, akan sulit bisa menyeimbangkan neraca antara jasa kebaikan dan kejahatan yang dilakukan Pak Harto. Jauh lebih bijak adalah membiarkan saja seperti ini, apa adanya, tanpa gelar pahlawan, namun juga tidak lagi mengutak-utik kasus demi kasus yang pernah ia perbuat. Biarkan beristirahat dengan keadaannya. Tuhan pasti sudah memberikan balasan yang sangat tidak mungkin salah. Soal gelar itu bisa salah, kita sebagai manusia.
Jasanya itu bukan seperti layaknya pahlawan yang tidak berpamrih dan mengorbankan dirinya demi bangsa dan negara. Lihat bagaimana ia telah mengambil balas jasanya dengan berlimpah-limpah kog. Sikap yang diambil, telah pula membawa akibat dan ketakutan hingga detik ini, contohnya bicara komunisme saja reaksinya sangat berlebihan.
Apa yang dilakukan memang banyak, namun motivasi yang mengawalinya bukan untuk pengabdian, karena menyingkirkan banyak rekan yang tidak disukai. Paling tidak, mengapa membuat keluarga Bung Karno harus tersingkir dan dibatasi dalam banyak hal? Sikap Jawa sentris dan mengorbankan luar Jawa juga sangat parah. Jika motivasinya baik, tentu tidak akan demikian. memang bahwa yang tahu motivasi hanya dia dan Tuhan namun dengan catatan-catatan yang ada, bisa dilihat bahwa motivasinya tidak sebaik yang seharusnya. Proses pelayanan, masih banyak saksi hidup yang bisa berkisah bagaimana ia memerintah dan memimpin. Cara-cara otoriter, kekerasan dan bahkan pelenyapan hingga hari ini masih banyak yang tidak diketahui rimbanya, hanya karena omongan, bukan bedil lho. Apakah hasilnya baik? Kita semua bisa menjawab dengan versi masing-masing.
Kebaikan itu kalau didasari oleh motivasi baik, cara kerja juga baik, dan hasil baik. Jika motivasi saja sudah tidak baik, jalan baik, hasilnya? Buruk pula. Meskipun motivasinya baik, kalau jalan yang ditempuh tidak baik, tentu jangan harap hasilnya baik. Dunia tempat yang tidak bisa sempurna iya, namun paling tidak mendekati yang sempurna itu.
Soeharto pahlawan bagi saya tidak, sampai kapanpun. Bukan soal waktu namun soal kualitas. Tidak harus bahwa  presiden itu harus bergelar pahlawan. Namun bagaimana kontribusinya bagi bangsa dan negara bukan karena jabatan sebagai presidennya.
Salam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H