Dasamuka, Memang Tukang Catut Jempolan
Sang Dasamuka ini memang luar biasa. Setelah kepalanya dipenggal berkali-kali eh masih juga banyak yang menyelamatkan, tinggal satu saja masih bisa eksis. Setelah hanya turun satu trap dari ketua dewan jadi ketua fraksi, kali ini mencoba menjadi juga ketua partainya yang cukup melegenda.
Kisahnya yang mengakhiri hingga mengawali tahun itu belum juga kelar. Tarik ulur, dan saling silang kepentingan membuat kepala tunggalnya masih aman. Entah belum lahir sang pemenggal atau tidak mau dan memang dipelihara demi kepentingan politis.
Kisah lama itu, kalau sudah mulai lupa, mencatut nama-nama petinggi negeri, dari presiden, wapres, hingga menko kena catut semua. Mereka dikatakan akan dibagi saham dari Free Port Indonesia. Cuma caranya dia yang meminta, mengatur, dan lebih parah mengatai-ngatai presiden demikian kasar dan kerasnya. Kontribusi positifnya hilangnya dari dunia peredaran mafia minyak yang mahakuasa Riza Chalid. Dia hilang bak ditelan bumi, dan soal minyak selama ini sudah lebih aman dan dikendalikan sendiri tidak usah lewat calo model dia ini.
Politis juga begitu ujungnya kompromis, semua hiruk pikuk, toh masih juga jadi pimpinan fraksi. Hukuman yang ada tidak mempan menumpas kepala sang Dasamuka. Ia masih senyam senyum dan tetap anggota dewan bahkan pimpinan fraksi. Â Hukum di kejagung sama juga bodongnya. Berbagai dalih juga menampakkan kekuatan si Dasamuka. Menolak datang dengan alasan khas maling negeri ini, tidak sampai, sakit, atau lupa. Dan kejagung mandah saja, manut seperti kerbau dicucuk hidungnya, datang tengah malam usai jam kerja dan pagi-pagi, belum jam kerja. Lho enak to, jadi Dasamuka?
Seolah terlupa bak tertelan badai kisah demi kisah, kini menguat lagi dengan sepak terjangnya mau jadi ketum beringin. Lagi-lagi kisah yang terdengar, catut lama itu dipakai lagi, katanya presiden dukung dia. Ini sih bukan maling, masih bisa dipahami, cuma etis, dan kepantasan itu ada pada ranah diri sendiri, kalau merasa tidak bersalah, ranah moral ya tidak bisa jalan. Mencatut berkaitan dengan perilaku kriminal saja aman, dia pikir toh hanya klaim soal dukungan gak soal. Maling dengan atas nama uang gede saja gak dilanjut ya soal dukungan dinilai wajar dan tidak jadi masalah.
Perilaku yang sangat tidak pantas terus berlanjut, berjumpa dan bertemu dengan calon pemilih yang terlarang pun bisa baginya, dan lagi-lagi aman, terus lanjut, tanpa adanya sanksi yang diterima, dinilai, tidak masalah. Dan ya lagi-lagi ranah etis, dan kalau dilanggar tanpa pelanggar itu tahu malu, ya lanjut saja.
Secara ideal, Golkar sangat rugi dengan model Setnov yang memimpin. Susah bergerak dan banyak hambatan bagi dia untuk bertindak, paling-paling hanya iya-iya saja di dewan, yang penting kepentingan dia dan Ical aman, itu saja yang ada di benak mereka berdua. Soal pemilih, soal partai, apalagi soal rakyat, mana ada pertimbangan bagi mereka. Pemerintah juga untung kalau ketum dipegang Dasamuka tukang catut, gampang dikendalikan, macam-macam, jagung kirim surat, pasti akan panas dingin. Gampang bagi pemerintah kendalikan Beringin tua ini.
Apa yang akan terjadi adalah Golkar yang makin jelas sebagai milik pribadi beberapa petinggi selama ini yang menggukannya untuk kepentingan sendiri, melindungi kasus dan usahanya saja. Negara dikadali, dan meskipun tidak separah ketika menjadi ketua sesgab, merajalela dengan segala tingkahnya. Sekarang mereka jadi lambang pohon kering yang besar namun tidak berdaya, dan hanya mengekor ke mana angin berhembus.
Menunggu kapan angin besar menumbangkannya dengan membawa para penguasanya masuk ke kubangan yang mereka gali selama ini. Jangan-jangan ini yang akan memutuskan kepala Dasamuka yang tinggal satu itu.
Salam