Dekat dengan rakyat, meskipun masih bisa diperdebatkan, namun soal kedekatannya bolehlah, dampingi mana-mana yang digusur, makan di warteg, masuk pasar, dan usaha akrab dengan masyarakat biasa.
Ramah dan murah senyum, ini juga bukti nyata bukan bahan pencitraan, namun karakter, tidak meledak-ledak dan sinis dengan siapa saja. Senyum yang ditebar ke mana-mana. Jarang ia marah atau ngamuk.
Pimpinan parpol, lepas soal sukses atau tidaknya, namun bahwa pernah jadi petinggi parpol, anggota dewan, menteri dari masa ke masa lumayan bagi pemerintahan dan rakyat DKI Jakarta. Bisa kan pengalaman PBB yang seret menjadi bahan evaluasi yang baik.
Catatan kelemahan,sayang adiknya pernah menyatakan rasis yang cukup fatal, meskipun tidak berkepanjangan, noda kuat kembali ke era masa lalu, kecurigaan soal garis keras bisa menjadi senjata lawan politik. Beberapa kali membela pihak yang merugikan negara. Ini bisa menjadi persoalan yang berbahaya bagi banyak pihak.
Menarik melihat apa yang ada pada keduanya, juga keseriusannya melamar ke mana-mana, sama-sama parpolnya gak mampu dan mau mengusung, bisa saja keduanya berkolaborasi. Persoalan selanjutnya, parpol mana lagi yang mau bantu, sedang kader sendiri masih jauh lebih menjanjikan.
Atau indepeden, lumayan dua pasang independen, namun apa cukup waktu dan siapa mau jadi wakil. Pak Lunggana lebih pas dan tidak menolak kalau jadi nomer dua dengan Pak Yusril nampaknya. Kelemahan dan kelebihan yang bisa saling menutupi, bukan malah memperlemah.
Salam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H