Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Sugriwa, Perilaku Meminta Maaf, dan Menjalani Hukuman

5 Januari 2016   06:16 Diperbarui: 5 Januari 2016   06:38 402
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Lagi-lagi persoalan maaf, kesalahan yang berusaha ditutupi, dan model menyembunyikan diri dari pertanggungjawaban atas perilaku. Belum juga dingin masalah catut mencatut yang melebar ke mana-mana, hingga ada kata keras kepala, sarap, dan menyebut orang lain dalam permufakatan jahat, sama sekali tidak ada ungkapan maaf, apalagi hukuman. Kasus yang awalnya hanya persoalan pimpinan dewan bertemu pengusaha, melebar ke mana-mana, saling bela, saling seran dan tidak ada maaf hingga hukuman pidana sama sekali. Pembelaan yang malah memperbesar masalah dan bukannya meneduhkan apalagi menyelesaikan.

Saling lapor, kepolisian, kejaksaan, MKD, dan semuanya tidak ada muaranya. Wacana demi wacana mengemuka, tinggal wacana tanpa tindak nyata. Ide demi ide menambah masalah daripada penyelesaian. Perselisihan dan pertikaian makin luas.

SE Kapolri terbit untuk menertibkan agar manusia Indonesia lebih tertib dalam berkata-kata. Pro kontra timbul. Salah satu pelaku yang memang hobinya mengatakan hal yang tidak baik terkena kasus. Polisi bekerja, dan apa yang dilakukan? Menangis. Hari-hari ini juga sedang ramai ada yang menanyakan soal foto, dan penghasil foto merasa difitnah mengatakan akan menuntutnya. Dengan mudah meminta maaf dan menghapus tulisannya, yang sejak awal memang telah mengatakan kalau salah akan menghapus dan meminta maaf.

Meminta Maaf, Mudah karena Begitu saja dan Sulit karena Tidak Pernah Merasa Salah

Beberapa orang dengan mudah meminta maaf dan kembali mengulangi dengan korban orang lain atau peristiwa lain. Meminta maaf lagi, namun mengulangi lagi. Rngannya minta maaf karena tidak mendalami makna dan artinya dengan sungguh-sungguh.

Sepele, karena tidak tulus dan keluar dari hati

Melakukannya dengan mudah, bahkan dengan cenge-ngesan. Sebenarnya mereka hanya ingin lepas dari tanggung jawab. Hati-hati bagi guru yang menuntut kata maaf dari anak siswa yang melanggar peraturan tanpa melihat perubahan sikap. Anak menjadi ndableg, pokoknya maaf dan selesai, besok ulangi lagi, maaf lagi. Formalitas karena tidak keluar dari hati dan menyadari kesalahan dan telah merugikan orang lain. Tidak ketulusan, bisa-bisa orang akan mengatakan paling-paling juga diulangi.

Tidak ada perubahan sikap dan hati

Maaf dan ampun itu sejatinya adanya perubahan sikap. Sekali dua kali sih wajar namun kalau sudah lebih dari itu namanya kurang ajar. Menggunakan kata maaf sebagai kedok untuk mencari untung dan melarikan diri dari tanggung jawab. Perubahan sikap dan hati tentu lebih bermakna dan bernilai dari pada kata maaf yang hanya di bibir.

Maaf dan ampun itu berbalik arah,

Idealnya, maaf itu berbalik arah. Kembali ke jalan benar dan  tidak mengulanginya lagi. Kalau masih mengulangi namanya basa-basi dan tidak serius mau memperbaiki diri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun