Tidak mengulangi
Berbalik arah tentu tidak akan mengulangi. Sesekali jatuh namun di peristiwa dan konteks berbeda masih bisa dimaklumi, namun ketika konteks, sarana, dan cara yang sama perlu dipertanyakan meminta maafnya itu tulus atau hanya becanda untuk berkelit.
Ada pula yang sulit sekali minta maaf. Jelas di mana-mana di sekitar kita melimpah, takut menarik pernyataan, keputusan, dan tulisan padahal jelas-jelas salah.
Sulit karena merasa selalu benar dan banyak teman
Merasa paling benar, pintar, dan berkuasa, sehingga tidak bisa salah. Sama sekali tidak mau tahu kalau itu merugikan orang lain sekalipun. Lebih parah ketika didukung oleh orang yang mencari untung dan selamat dengan mendukung perilaku buruknya.
Takut kehilangan, padahal itu semu
Semua ditakar dengan jabatan, nama baik, atau karier. Maaf menjadi berat karena akan menjatuhkan harga diri, jabatan, karier, atau atas nama korps. Padahal semua itu semu. Mempertahankan yang semu dan mengedepankannya berarti merendahkan diri dan kemanusiaan.
Kondisi mengatakan atau meminta maaf saja seperti itu, apalagi menjalankan hukuman sebagai konsekuensi perilaku yang jelek. Segala cara akan dilakukan untuk bisa menyembunyikan dan tidak perlu mendapatkan hukuman, meminta maaf saja emoh, apalagi menjalani hukuman. Harga diri sebagai segalanya dan itu malah merendahkan kemanusiaan sendiri. Contoh itu ada di depan kita, tidak perlu adanya contoh untuk menyatakannya.
Sugriwa yang taat dalam menjalankan perintah kakaknya, versi Sugriwa, dan kakaknya menilai sebagai khianat, namun ia menyerah untuk menjalani hukuman di tali di antara dua pohon untuk sekian lama, makan dan minum dari apa yang masuk ke mulutnya. Peristiwa yang masih bisa diperdebatkan, namun karena ia tahu dan memiliki moral yang baik ia jalani hukuman itu.
Â
Salam Damai
Â