Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Usai Anggaran Siluman, Kini Pejabat Siluman, Apakah Negara Siluman juga?

28 November 2015   20:29 Diperbarui: 28 November 2015   20:43 1135
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 

Ada-ada saja penemuan Pak Ahok ini, kemarin dalam pelantikan pejabat yang baru saja dirotasi, ada yang unik, lucu, dan ironis. Ia absen pejabat-pejabat yang akan dilantik, adakah pejabat siluman sebagaimana anggaran siluman beberapa waktu lalu.

Seandainya iya, betapa buruknya birokrasi negara ini, tentu temuan itu bukan satu-satunya, dan di daerah tentu bisa  lebih parah. Jadi ingat pada saat kecil di masa ’80-an ada tetangga sebut saja namanya Yudianto, ia wiyata bakti, honor waktu itu penjaga di sebuah sekolah dasar, saat ada pengangkatan SK tertera nama Judiantono, ia sama sekali tidak WB namun mempunyai paman di depdikbud kala itu.

Zaman itu wajar-wajar saja hal demikian. era 2010-an, ada seorang pejabat di bimas kota mengatakan kalau ada PNS mengundurkan diri, SK-nya bisa “dibeli” karena telah terdata sebagai pegawai.

Bagaimana cara kerja “pegawai dan pejabat” siluman ini bisa ada?

Analisis dangkal saya memperkirakan, SK dibuat oleh yang berwenang dan tentu pejabat yang bertandatangan seperti gubernur, bupati, tidak akan sempat membaca dan memeriksa satu persatu. Jika demikian adanya, ada pihak-pihak yang bermain dengan uang tentunya. Ngeri kalau bisa demikian, orang-orang menengah (bahasa saya, tidak tahu birokrasi) menjual dan bisa-bisa pejabat di atasnya, seperti kepala daerah bisa masuk penjara.

Birokrasi yang baik tentunya bekerja sesuai dengan apa yang menjadi kewenangannya dan dipertanggungjawabkan kepada atasan, bukan malah ngadalin atasan dan menekan bawahan. Berapa saja uang yang beredar untuk mendapatkan promosi kalau demikian.

Apa yang terjadi dengan pola demikian?

Cari modal dan setoran untuk promosi dan kenaikan pangkat. Tidak heran korup dan suap merajalela. Kekayaan jauh melebihi profil dan tidak sungkan dan malu lagi. Demi naik jabatan perlu banyak koneksi dan uang maka segala cara dilakukan. Pegawai idealis dan cerdas karena tidak bisa main mata dan uang akan tersingkir dengan sendirinya. Tidak mengagetkan kejadian pegawai atau pejabat dicokok KPK, kejaksaan, bareskrim, dan masuk bui, pesta narkoba karena mencari uang dengan cara mudah tidak kerja keras. Perjuangan dan proses itu tergantikan dengan jalan pintas suap.

Akibat demikian adalah promosi itu sama dengan uang, ada uang ada kenaikan pangkat. Apa yang diharapkan dengan birokrasi demikian? Korup dan menjual jabatan dan harga diri yang penting kekuasaan. Kinerja nol dan banyak kegagalan karena memang tidak cerdas dan mampu namun karena memiliki uang dan koneksi bisa lancar dalam titian karirnya.

Semangat “persaingan” tidak sehat membuat orang yang potensial namun mau jujur tersingkir dengan kejamnya. Kerusakan dan kebusukan itu menular lebih mudah dan cepat dari pada kebaikan. Tidak heran kalau makin hari makin jahat dan bobrok birokrasi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun