Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik

Setelah Demokrasi Akal-akalan, Timbul Demokrasi Okol-okolan

31 Oktober 2015   20:40 Diperbarui: 31 Oktober 2015   20:58 380
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

 

Demokrasi akal-akalan timbul saat pencalonan pilkada serentak, terutama Surabaya. Ada yang melarikan diri ketika di detik akhir karena telah di tengah kantor KPU, dan waktu sudah sangat mepet. Hal ini telah ramai dengan tarik ulurnya. Itupun bukan akhir segalanya.

Contoh tersebut hanya salah satu trik dari politisi pokil, di mana akal-akalan saja. Pilkada di Surabaya hanya satu muara dari hulu di Senayan yang tarik menarik kuasa dan kursi pasca pilpres. AKAL-AKAL-an.

Kali ini model Akal-Akal tidak lagi kuat, justru OKOL-OKOL-an, di mana pembahasan RAPBN yang menampilkan okol. Bukti, pertama, ada yang mengatakan pemerintah ngalah saja kalau mau RAPBN digolkan. Kedua, nongol lagi anggaran 700 M untuk dagelan demokrasinya Senayan. Ketiga, ngotot mengatakan tidak namun akhinya menyatakan setuju, bukan masalah setujunya, namun mengapa mudahnya berubah. Lobi dan kompromi itu wajar, namun bukan asal mencari untung sendiri, sebagaimana alasan di atas.

Okol-Okol-an, siapa kuat dia menang. Kompromi itu posisi menang-menang bukan menang kalah. Bagaimana Senayan menonjolkan sisi menang kalah, dengan alasan pertama di atas jelas terbaca bahwa mereka menang dan pemerintah harus kalah. Ini bukan Pak Jokowi dan pemerintah saja yang kalah namun justru rakyat dan negara yang disandera para bandit demokrasi di Senayan itu. Dalih dan alasan soal demokrasi namun mereka sendiri tidak demokratis. Menyatakan demi rakyat, rakyat yang mana ketika anggaran untuk sarana dan prasana publik terlaihkan demi mercusuar dagelan demokrasi di Senayan.

Zaman Pak Karno, wajar membuat proyek mercusuar, seperti Gelora Senayan, Jembatan Ampera, demi menyatakan diri ke muka dunia. Kalau alon-alon demokrasi? Hanya demi dikenang periode ini ada proyek keren seperti itu. Sederhana dan murah, revisi UU KPK dengan pembuktian terbalik, pemiskinan, hukuman maksimal, dan laporan kekayaan sebagai kewajiban, umumkan pembolos sidang dan cabut tunjangannya.

Menyedihkan melihat mereka “mengatakan demi rakyat” padahal hanya hasrat kelompok mereka yang kekeringan karena “kran kebocoran” itu ditambal. Menyedihkannya semua parpol bersikap yang sama. Kritis dan kritik itu harus, namun tidak demikian dengan mengganjal apapun program pemerintah.

 

Salam Prihatin

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun