Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Mengapa Tidak Bangga Bahasa Indonesia?

9 Mei 2015   22:09 Diperbarui: 13 Maret 2016   16:03 125
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_416488" align="aligncenter" width="560" caption="Ilustrasi - Wikipedia"][/caption]Sebentar lagi Kebangkitan Nasional dirayakan , namun kehidupan berbagsa ini, makin jauh dari kebangsaan tersebut. Salah satu yang paling jelas dalam berbahasa. Bahasa asing jauh lebih mengemuka, kalau menggunakan bahasa Indonesiapun salah dan tidak dengan baik dan benar.

1. Nama Perumahan

Nama perumahan lebih banyak bahasa Inggris dengan berbagai variannya, ada village, residence, park, mengapa tidak memilih nama kampung asli setempat, bahasa Indonesia juga tidak kalah keren, misalnya dengan Taman Hijau dari pada Green Park? Kampung daripada Village, bukit daripada Hill, dan banyak lagi.

2. Nama Pusat Perbelanjaan

Mall, supermarket selalu menggunakan bahasa asing, sedang pengunjung, pengelola, semua orang Indonesia, memang bisa saja bahwa pemodalnya orang asing, The Park, Square, town, city, Grand, dan sejenisnya. Isi di dalamnya juga masuk diganti dengan entri, keluar dengan exit, keamanan dengan security. Pusat jajan menjadi food court.

3. Kejuaran-Kejuaraan

Bisa dimaklumi kalau kejuaraan itu bertaraf internasiona, seperti super series untuk bulutangkis, kalau yang tanding orang Indonesia, yang nonton saja rakyat jelata di pelosok desa, mengapa harus dengan bahasa asing apakah tidak berlebihan? Liga Indonesia juga salah satunya.

4. Piala dan Kontest

Festifal film Indonesia sama sekali belum dilirik dunia kog, mengapa harus menggunakan  bahasa asing. Beda kalau sudah mendunia seperti channes, oscar, dan sebagainya.

5. Istilah

Sepanjang ada padanan  bahasa Indonesia mengapa harus bahasa asing, tahu sudah banyak dengan kata see, pemimpin dengan leader, pesta dengan party, dan masih banyak lagi.

***

Bukan masalah anti asing dan sok nasionalis, namun salah satu indikator nasionalisme adalah bangga dengan bahasa sendiri, namun bukan pula memaksakan yang tidak bisa diterjemahkan dengan kata yang tidak pas. Seperti mouse, diterjemahkan dengan tetikus. Sekiranya masih wajar dan tidak memaksakan alangkah baiknya, seperti atm menjadi anjungan tunai mandiri.

Global tanpa meninggalkan yang lokal dan nasional, tentu membanggakan, bukan masuk arus yang tidak kita mengerti tanpa memiliki jati diri dengan kokoh.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun