Pertandingan tinju yang paling mahal di dunia usai digelar. Pemenangnya telah diketahui, siapapun itu adalah keputusan juri yang mutlak telah dinyatakan. Maywether telah menjadi pemenang. Pembicaraan di kalangan penggemar menjadi ramai. Mengapa demikian? The Money tidak disukai oleh publik karena mulutnya yang besar, mementingkan uang, dan dalam pertandingan dia tidak peduli kata orang yang penting uang dan kalau bisa menang. Lihat saja bagaimana dia akan dengan santai memeluk kalau keadaan mendesak, ini berbeda dengan harapan publik. Penonton menantikan pertandingan tinju itu, jual beli pukulan, berdarah-darah, dan jarang klin, kalau bisa terkapar dengan telak. Harapan itu ada pada Pacman, yang suka bertanding dengan terbuka, “liar dan brutal”, meskipun pernah kalah beberapa kali, tetap disukai, karena gayanya yang menghibur, ramah, penuh senyum, dan berjiwa sosial.
Mou pun kali ini memarkir bus di garasinya, dan luar biasanya dia berhasil menjadi klub yang paling banyak membuat gol nomer dua di Liga Inggris. Tidak heran ketika melawan Arsenal banyak yang meneriakan boring.... karena serangan dari Gudang Peluru mentah oleh buangan back-back Chelsea yang nyaman dengan hasil imbang. Mou ini tidak beda jauh dengan The Money yang pragmatis, banyak omong, dan bahkan mengajak bertikai lawan-lawannya, seperti dengan Arsen Wenger, atau Pep Guardiola. Mulut usilnya sering juga membuat orang tidak suka akan hasil tim yang dia kelola. Piala dan juara bukan hal yang sulit baginya, hampir setiap tahun dia memegang gelar dan piala.
Budi Waseso. Bintang paling bersinar di Indonesia, siapa lagi kalau bukan jenderal bintang tiga ini. Apapun yang keluar dari pernyataannya adalah kontroversi, bahkan kalau hal itu ialah penegakan hukum yang sebenarnya, bukan yang berkaitan dengan kontroversial sekalipun.
Mengapa kebanyakan kita tidak suka dengan Mayweather, Mou, atau Komjen Budi W? Karena kita tidak menyukai apa yang tidak kita sukai dalam diri kita. Sifat besar mulut, mata duitan, dan menebar permusuhan, dan itu yang sering kita lakukan. Keinginan dasar manusia adalah kebaikan karena memang diciptakan sebagai kebaikan itu sendiri. Saat kebaikan yang kita rindukan dan elu-elukan itu gagal, kita kecewa karena tidak terpenuhinya kerinduan kita. Kita mencari-cari alasan dan pembenar akan kegagalan itu. Paling mudah ada kecurangan dari pihak yang tidak kita sukai, dalam hal ini “musuh bersama” itu atau pihak antagonis.
Si Pihak yang tidak disukai ini pada dasarnya juga baik, saat berbuat kebaikan dan kebenaran akan dinilai sebagai pencitraan, mencari nama, dan yang sejenisnya, padahal bukan demikian. Tidak ada kejahatan yang jahat sejahat-jahatnya, dan ada kebaikan pula dalam kehidupan dan hati mereka.
Dasar kecewa dan kegeraman kita ialah kita sendiri yang kita berikan rasa jengkel namun tidak berdaya, akhirnya menggunakan pihak lain sebagai “korban” atas kegeraman dan kejengkelan kita sendiri.
Pragmatisme dan hasil diperoleh dengan gilang gemilang, apakah pihak yang menghargai proses salah? Sama sekali tidak, menghibur atau menjemukan hanya sekeping mata uang dengan sisi dan cara pandang saja.
Salam Damai
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H