Melihat perjalanan KPK dari hari ke hari makin tidak jelas. Pra peradilan yang menjadi biang keladi. Kekalahan dari hakim Sarpin mengubah segalanya. Para tersangka beramai-ramai mengajukan jalan yang sama, dengan harapan memperoleh kemurahan sebagaimana Komjen BG.
Paling tidak ada tiga hal yang disajikan KPK yang kehilangan tajinya.
Pertama. Tidak datang tanpa alasan. Alasan kelihatan dibuat-buat, dengan dalih bahwa ada pra peradilan lain pas hari H, mengapa tidak sejak awal saja, bahwa mereka kewalahan kalau harus membagi konsentrasi di banyak kasus, temasuk menghadapi pra peradilan.
Kedua, kalau memang sudah memenuhi prosedur dalam menetapkan tersangka, hadapi saja dengan jiwa besar bahwa tidak ada yang dilanggar, kalau hakim menyatakan sebaliknya ada peradilan lain yang masih bisa ditempuh dan diusahakan.
Ketiga, kekecewaan menghadapi kegagalan pertama telah melumpuhkan semangat mereka.
Kegagalan bukan masalah besar karena bukti ke arah sana makin jelas dengan kemarahan hakim Sarpin ke KY, ke orang-orang yang menkritiknya, mengapa dia marah kalau melakukan kebenaran? Bahkan tidak mau datang ke KY karena bertanggung jawab ke Tuhan.
Tumpukan masalah korupsi masih banyak, tidak perlu patah arang dengan kegagalan sekali itu. Apakah benar banyak analis amatir Kompasianer kalau dua ketua KPK sebagai sarana pelemahan KPK? Kongkalikong legeslatif dan eksekutif yang mulai dibuka Pak Ahok selayaknya KPK tangani, ke depan akan semua terkuak, itu perlu kerja keras. Kepolisian kedodoran dengan kinerja dan persoalan intern mereka kalau masih harus menangani persoalan korupsi. Bukan hendak meremehkan kepolisian, namun lebih baik polisi konsentrasi lebih dulu mengenai pembenahan internal yang karut marut, perwira dengan korup, fanatisme angkatan dan gila kuasa, main politik. Polisi menengah bawah berkaitan dengan narkoba dan disiplin yang buruk, kekerasan baik fisik ataupun verbal, matinya polisi dicekoki narkoba di Sumatera beberapa bulan lalu, Semarang, dijemur kemarin itu. Polisi lali lintas yang ada saat ada pelanggaran, marah-marah di jalur bus way, itu pekerjaan yang tidak ringan bagi kepolisian. Belum lagi begal yang masih kedodoran, pembunuhan demi pembunuhan yang masih tidak tahu ada khabarnya.
KPK mendesak untuk diselamatkan demi negara Indonesia yang lebih bersih. Bersih pula KPK dari kepentingan politik dan kepentingan pribadi yang ingin mengeruk keuntungan, baik materi ataupun nama diri. Makin tidak jelas dengan anggapan bahwa pencegahan lebih penting. Keadaan yang sudah terjadi saja melimpah ruah, pencegahan macam mana lagi?
Keadaan ini tentunya menguntungkan koruptor baik yang ada di tahanan ataupun yang mau masuk, masih antri untuk diperiksa dan semua yang pengin mengambil uang negara. Penghuni penjara sedang gencar dengan remisinya, yang mau dikurung pra peradilan, yang baru terdengar sedang sedikit tenang karena KPK ketakutan, yang masih sempat nyolong cepat-cepat menyembunyikan bukti karena ada waktu yang longgar karena konsentrasi KPK mempertahankan diri atas keadaannya yang sedang goyang.
Lembaga KPK bukan milik ketua, penyidik, jaksa, ataupun pegawainya, KPK milik Bangsa Indonesia.
Salam Damai....
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H