Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Pepe, FPI, dan Faktor di Baliknya

17 November 2014   19:34 Diperbarui: 17 Juni 2015   17:36 85
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

El-classico jilid satu sudah lewat, dengan hasil yang jauh berbeda dengan beberapa tahun lalu. Hasil, analis, dan pengamatan, baik dari yang amatiran hingga profesional telah menelaah hasil itu. Salah satu yang saya perhatikan ialah Pepe. Pepe setip el clasico semasa di bawah kepemimpinan Mourinho memang memegang peran sentral. Peran untuk menghentikan aliran bola dari Barca entah bagaimana caranya. Salah satu jilid duel kedua tim, bahkan menempatkan posisi Pepe yang aneh bin ajaib yaitu ada di posisi tengah-tengah lapangan dan sendirian. Apa yang dilakukan adalah pokoknya bola tidak bisa memasuki kawasan pertahanan mereka dengan  konsekuensi pikir kemudian. Dan akhirnya adalah kartu kuning dan berujung merah dan pertikaian dengan rekan ataupun lawan.

Apa yang terjadi pada duel maut akhir kemarin adalah main wajar, tanpa tekel keras atau brutal seperti biasanya, dan bahkan membuat gol. Prestasi yang luar biasa, tidak bisa dibandingkan dengan Ronaldo ataupun Benzema. Prestasi luar biasa untuk Pepe, tanpa kartu dan bahkan membuat gol.

Mengapa ada perubahan demikian? Faktor pelatih. Don Carlo mengubah paradigma, kemenangan era Mourinho digantikan teknik dan kebersamaan. Para pemain mengapresiasi perubahan itu dengan bermain apa adanya, lepas, dan bebas. Ramos yang memang sering bersitegang dengan Mou mengatakan, sekarang ruang ganti Madrid tidak penuh kebersamaan bukan kontroversi beberapa tahun lalu.

Faktor pelatih atau tokoh terkemuka sangat penting dan berpengaruh bagi keberadaan seseorang atau kelompok. Pepe di bawah pengasuhan Mou yang berperilaku kasar, keras, dan bisa dinilai brutal, berubah dalam pembinaan Carlo Ancelotti.

Masa sebelum Boedi Oetomo, Belanda sering menangkap dan memenjarakan pimpinan sebuah serikat atau perkumpulan, dengan harapan kalau pemimpinnya tertawan akan mati dengan sendirinya organisasi itu, dan itu sukses.

FPI dengen fenomena dan keanehan pemikirannya, ini sebenarnya bukan FPI secara keseluruhan. Hanya segelintir elit dan pemimpinnya yang membakar emosi massa untuk bertindak.  Apa yang perlu dilakukan adalah mengubah pola pikir, pola tindak, dan pilihan-pilihan dari pimpinannya ini, baru ke bawah pasti akan dengan mudah diatasi.

Pepe sebrutal itu saja bisa berubah baik, apalagi ini, pasti bisa....

Salam Damai...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun