Jujuriana, anak yang rajin dibanding teman-temannya. Tidak heran kalau banyak guru respek dengan Si Juju. Selain rajin, siswi yang satu ini selalu rapi dan sopan. Beberapa guru memanfaatkan kebaikan Jujuriana untuk membantu menyelesaikan tugas-tugas keguruan mereka, seperti, koreksi, memasukkan daftar nilai ke komputer atau buku nilai, tidak jarang juga menatakan meja, atau kelas guru tersebut. Kebetulan sekolah menggunakan sistem moving claas. Tentu saja Jujuriana tidak akan merasa tertekan, terpaksa, ataupun merasa menghilangkan waktu bermainnya atau perasaan buruk lainnya.
Saat Jujuriana ini menjelang ujian, berarti saatnya konsentrasi belajar lebih banyak, Jujuriana-Jujuriana berikut tentu masih banyak. Sukarelawanto telah siap menjadi ‘ajudan’ tahun berikut dan mengambil alih tugas Jujuriana.
Melihat realistas dari ilustrasi tersebut dapat diketemukan beberapa keprihatinan dunia pendidikan kita. Kepentingan guru di satu pihak dan keberadaan siswa atau peserta didik di pihak lain, dapat terjadi beberapa hal sebagai berikut;
1.Sudut pandang peserta didik
Anak yang mendapatkan “kesempatan emas” berdekat-dekat dengan oknum guru tersebut dapat memiliki perasaan dan pemikiran,
·Istimewa dibandingkan rekan-rekannya
Anak atau peserta didik akan memiliki perasaan bahwa dia mendapatkan kepercayaan yang berbeda karena kedekatan relasional dengan oknum-oknum guru tersebut. Perasaan istimewa berhadapan dengan temannya yang dianggapnya biasa saja.
Tanggung jawab murid untuk belajar dapat terganggu, anak akan merasa bahwa nilainya akan baik karena merasa sudah memberikan hutang budi kepada guru yang meminta bantuan jasanya.
Anak murid bisa berlaku yang tidak semestinya terhadap guru lain. Merasa dekat dengan guru satu, membuat siswa atau siswi tersebut kurang respek dengan guru lain. Apalagi kalau pernah memiliki persoalan dengan guru lain dan mendapatkan pembelaan oleh guru yang menggunakan ‘jasanya.’
·Mengetahui rahasia nilai dan kemampuan rekan-rekannya
Nilai merupakan rahasia peserta didik dan guru yang bersangkutan. Tidak boleh ada pihak lain yang mengetahuinya. Kalau anak didik yang memasukkan nilai ke dalam komputer atau buku nilai, berarti ada pihak lain yang tahu padahal tidak berhak mengetahuinya. Lebih ironis kalau guru tersebut memegang seluruh kelas.
Alangkah berbahayanya kalau ada persoalan pribadi antara murid dengan rekannya, dan mengganti nilai, dengan maksud coba-coba dan kalau ketahuan akan mengatakan salah ketik atau salah tulis. Seandainya hal ini terjadi berarti memupuk dan membesarkan perselisihan dan memberi kesempatan dan mendidik ketidakjujuran.
·Sikap hormat terhadap guru lain dan rekan berbeda
Mendidik siswa yang bersangkutan menjadi sombong dan seenaknya saja terhadap teman-temannya dan juga terhadap guru lain. Merasa memiliki kedekatan dengan salah satu guru siswa menjadi seenaknya kalau ditegur guru lain, karena merasa akan memiliki pelindung dan pembela. Berkaitan dengan rekan lain akan meremehkan, dan sesukahati, hal ini dikarenakan dia tahu dengan persis kemampuan satu persatu rekannya secara tidak sehat.
·Anak merasa ditinggalkan kalau digantikan
Jujuriana naik kelas terakhir. Guru yang sering memakai jasanya, sudah mengganti dengan adik kelasnya. Tidak ada pembicaraan dan pemberitahuan apapun. Juju yang merasa tidak bersalah ini menjadi imsomnia, tidak bersemangat, dan lesu, serta murung di sekolah.
Relasional yang akrab, hangat, dan dekat, kalau tidak hati-hati akan menimbulkan perasaan kelekatan yang berlebihan. Akibat yang menimpa siswa adalah perasaan ditinggalkan, merasa bersalah, dan selalu bertanya-tanya mengapa kog aku diganti. Apalagi kalau kepribadian guru tersebut yang memakai prinsip habis manis sepah dibuang. Dalam arti kalau sudah selesai saatnya ditinggal begitu saja. Hal ini bukan suatu yang aneh, karena merupakan sifat dasar manusia.
2.Sudut pandang guru
·Konflik kepentingan ketika siswa mendapatkan permasalahan
Ibu Idealasasi ngambeg dengan Bapak Moralius, karena anak kesayangan Ibu Idealasasi yaitu Jujuriana kena damprat atas ketidakdisplinannya di pelajaran Bapak Moralius
Anak murid yang sering membantu tugas guru, dapat menyebabkan persoalan ketika murid tersebut memiliki masalah atau berselisih dengan guru lain, ataupun rekan siswa tersebut. Perselisihan antara murid dengan guru bisa melebar menjadi antara guru dengan guru karena murid.
Perasaan yang melekat dalam diri manusia tidak dapat dilepaskan termasuk pada diri guru. Pembelaan merupakan hal yang wajar dan normal dilakukan. Menjadi masalah adalah kalau guru tersebut harus bertikai dikarenakan kasus murid.
Perlu hati-hati juga seandainya “anak kepercayaan” tersebut berselisih dengan temannya. Bisa saja anak itu membela diri dan melapor yang menguntungkan diri sendiri dan merugikan pihak lain kepada guru. Akan menjadi persoalan yang lebih besar kalau guru tersebut secara emosional, dan perasaan hutang budi, mengambil tindakan dan merugikan pihak yang tidak bersalah.
·Eksploatasi anak didik
Langsung ataupun tidak langsung oknum guru tersebut sudah melakukan eksploitasi terhadap anak didik. Koreksi, memasukkan nilai adalah tanggung jawab guru, bukan murid. Waktu murid untuk kebersamaan di dalam keluarga, untuk bermain, dan terutama untuk belajar terkurangi karena mengerjakan apa yang seharusnya bukan tanggung jawabnya.
·Menimbulkan sikap iri
Mau tidak mau relasi antara oknum guru tersebut dengan siswa yang bersangkutan tentu lebih dekat. Tidak mungkin dapat disangkal guru tersebut akan dapat bersikap sama terhadap semua murid. Perhatian pasti akan lebih banyak diterima oleh siswa yang telah membantu. Kalau ada pelanggaran akan bersikap relatif lunak dibanding siswa lain yang melakukan. Sikap-sikap tersebut dapat menimbulkan iri hati dari siswa lain.
Salam Damai
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H