Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Minoritas? Jangan Melawan

14 Februari 2015   01:18 Diperbarui: 17 Juni 2015   11:14 66
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya paling tidak suka dengan terminologi minoritas mayoritas, namun paling ringkas dan jelas untuk judul sepengetahuan saya hanya kata ini.

Suatu saat dalam acara Sentilan Sentilun, Ahok sebagai bintang tamu menyatakan hendak menyeberang Monas untuk melihat sisi lain gambaran putri di lidah api Monas, yan berarti menjadi RI-1, Butet langsung bereaksi , bernai betul sudah minoritas double, malah triple kalau asalnya bukan Jawa lagi. Candaan yang benar-benar dalam dan masih kuat membumi di Indoesia, justru akhir-akhir in kembali menggejala.

Mohon maaf sekiranya dianggap atau ada yang tersinggung mengenai artikel ini seolah-olah rasis, sama sekali bukan, hanya hendak berbicara dari sudut kecil di tengah-tengah sudut besar arus zaman.

Suatu hari dalam demo ada permpuan yang menjadi korban pelecehan seksual, dan polisi yang ada di sana Cuma mengatakan “Mengalah saja Mbak, kondisinya seperti ini,” dan tulisan ini pun banyak sekali yang membela pelaku pelecehan itu. Apa kaitan dengan judul? Mbak ini segelintir perempuan di tengah arus laki-laki yang sedang berdemo.

Beberapa hari lalu, ada yang menulis mengenai peristiwa bertahun lalu mengenai Cikesik, yang menewaskan beberapa orang, dan tidak ada proses lebih jauh, selain diam-diam dianggap selesai. Mengapa terjadi? Arus umum jauh lebih besar sering dianggap mayoritas “menyerbu” minoritas. Seolah-olah tidak ada persoalan dan selesai dengan penyelesaian yang hanya seolah-olah, dan bisa meledak jauh lebih besar.

Kemarin ada pengeroyokan oleh sekelompok orang terhadap petugas keamanan kampung binaaan. Kelompok ini merasa tersinggung karena adanya spanduk yang mereka rasakan sebagai penghinaan. Apa yang terjadi adalah respon dengan gerak cepat. Gubernur menyatakan itu kriminal langsung ditangani dan hari ini  ada banyak orang yang sudah jelas statusnya tersangka.

Sepekat bahwa kekerasan tidak boleh terjadi dan itu adalah kriminalitas, dan bukan soal agama. Namun benarkah bahwa hal ini mengenai penegakkan hukum? Atau karena pelaku adalah arus kecil (minoritas) terhadap mayoritas yang berjumlah lebih banyak?

Semoga saya salah dan pejabat yang terkait telah bertobat dan berubah sehingga penegakkan hukum yang sejati yang terjadi bukan karena orang kecil berani melawan ornag besar. Sekiranya itu yang ada dalam benak pejabat negeri ini alangkah eloknya, dan saya sekali lagi mohon maaf suda berburuk sangka.

Salam Damai....

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun