Dayak Kanayatn dikenal sebagai suku yang patuh dan taat kepada roh nenek moyang, Jubata, dan roh makhluk halus. Ketaatan tersebut tampak dalam adat dan ritual-ritual yang mereka laksanakan setiap tahunnya. Kedekatan pada alam sekitar diyakini akan membawa keberuntungan dan nasib yang baik, demikian sebaliknya bila tidak bersahabat dengan alam maka muncul bencana alam.Â
Hampir setiap lini kehidupan yang berkaitan dengan manusia dan alam dalam budaya Dayak Kanayatn selalu diawali dengan ritual. Tujuannya untuk meminta pertolongab dan mengucaokan terimakasih kepada Jubata yang selalu memberi rejeki.Â
Ritual Nyangahatn selalu dilaksanakan dalam acara-acara adat, sebagai ungkapan syukur dan permohonan kepada Jubata supaya selalu menyertai kehidupan orang Dayak Kanayatn dan merestui upacara yang akan mereka laksanakan.
Pengantar
Suku Dayak adalah penduduk asli pulau Kalimatan. Pada zaman kolonial disebut dengan nama "Borneo", karena menyatu dengan Kerajaan Brunei, sekarang menjadi negara Brunei Darrusalem.Â
Di pulau ini, terdapat berbagai macam suku, yakni Melayu, Tionghoa, Dayak, dan lain sebagainya. Suku Dayak dibagi menjadi enam rumpun, antara lain rumpun Klemantan, rumpun Punan, rumpun Iban, rumpun Apokayan, rumpun Murut, dan rumpun Ngajuk. Suku Dayak Kanayatn sendiri masuk ke dalam rumpun Klemantan.Â
Bahasa sehari-hari suku Dayak Kanayatn adalah bahasa ahe. Mata pencaharian penduduk agraris, seperti berladang padi, jagung, ubi, dan sebagainya yang cukup untuk kebutuhan rumah tangga.Â
Dilihat dari agama aslinya, orang Dayak Kanayatn percaya akan adanya  aturan yang dapat mengatasi segala masalah yang terjadi di alam semesta ini. Aturan alam semesta itu sifatnya stabil, kekal, selaras, dan menentukan kemuliaan dan kebahagiaan manusia.Â
Oleh sebab itu, tindakan atau perbuatan manusia Dayak Kanayatn harus disesuaikan dengan aturan alam. Bentuk aktualisasi hubungan manusia dengan alam tampak dalam ritual Nyangahatn.Â
Ritual ini dilaksanakan sebagai ungkapan syukur dan permohonan kepada roh leluhur dan jubata dalam bentuk doa atau mantra yang dibawa oleh Panyangahatn. Untuk itu, orang Dayak Kanayatn sebelum melaksanakan ritual yang berkaitan dengan alam, roh leluhur, dan Jubata dimulai dengan ritual Nyangahtan.
Mengapa ritual Nyangahatn harus ada? Orang Dayak Kanayatn percaya bahwa mereka tidak hanya hidup sendiri saja sebagai manusia, melainkan juga hidup bersama dengan roh nenek moyang, jubata, dan makhluk halus yang tidak tampak.[3] Manusia Dayak meyakinkan bahwa roh leluhur, jubata, dan makhluk halus bereksistensi di dunia lain yang tidak bisa dijangkau oleh manusia.Â
Mereka hidup di alam dan menempati pohon-pohon besar, batu-batu besar, sungai, dan wilayah yang keramat. Ritual Nyangahatn wajib dilaksanakan sebagai bentuk komunikasi dengan nenek moyang, jubata, dan makhluk halus.Â
Tujuannya untuk permisi dan memberitahukan kepada mereka bahwa manusia atau masyarakat Kanayatn akan mengadakan upacara, misalnya berladang, penen padi, penyembuhan orang sakit, dan sebagainya. Lebih jauh lagi, sebagai ucapan syukur kepada nenek moyang, jubata, dan makhluk halus atas rejeki yang diterima dari hasil ladang.Â
Demikian juga sebagai bentuk minta pertolongan dari nenek moyang, jubata, dan makhluk halus untuk menyembuhkan penyakit masyarakat dan meminta perlindungan dari dari serangan hama.
Ritual Nyangahatn biasanya dilakukan pada setiap ritual lainnya, seperti naik dango, menyembuhkan orang sakit, balala, dan lain sebagainya. Upacara Nyangahatn selalu dilakukan pada pembuka pada setiap acara-acara besar yang berkaitan dengan pemanggilan roh nenek moyang, jubata, dan makhluk halus dalam bentuk doa atau mantra.
Pengertian Nyangahatn dan Panyangahatn
Secara etimologi kata nyangahatn dibagi menjadi dua, yakni nyangah dan hatn. Kata nyangah berarti menyanggah, menjelaskan. Sedangkan kata hatn berarti menyerahkan pada suatu tujuan yang telah dibuat.Â
Nyangahatn merupakan bentuk cerita lisan yang berfungsi sebagai doa, seperti doa ucapan syukur, doa meminta pengampunan karena telah berbuat salah baik terhadap sesama dan juga terhadap alam, doa untuk memohon rezeki untuk waktu yang selanjutnya, biasanya untuk berladang tahun depan.
Secara eksplisit Nyangahatn berarti memanjatkan doa secara lisan kepada roh leluhur dan Jubata. Nyangahatn melekat dalam diri orang Dayak Kanayatn sebagai tatacara menyampaikan rasa syukur, mohon rezeki, perlindungan, dan kesehatan kepada roh leluhur dan Jubata. Demikian juga disertai dengan kurban yang telah ditetapkan oleh adat.Â
Dalam ritual Nyangahatn, ada salah satu orang yang memimpin ritual Nyangahatn disebut Panyangahatn.[1] Seorang Panyangahatn dituntut untuk hidup baik, layaknya seorang pemuka agama. Ia sangat dihormati oleh masyarakat Dayak. Seorang Panyangahatn mengerti seluk seluk beluk adat, mantra, dan syarat-syarat untuk ritual Nyangahatn.Â
Ketika ritual Nyangahatn dilakukan, si Panyangahatn mengucapkan doa dalam bentuk mantra. Adapun mantra yang diucapkan harus disesuaikan dengan waktu dan upacara yang sedang dilaksanakan.Â
Ritual Nyangahatn berawal dari kepercayaan orang Dayak Kanayatn terhadap kehadiran Jubata yang selalu memberikan rejeki yang berlimpah  kepada pertanian mereka. Oleh sebab itu, sebagai ungkapan syukur kepada Jubata dilaksanakanlah ritual Nyangahatn.
Dalam tradisi suku Dayak Kanayatn, Ritual Nyangahatn dibagi menjadi dua bentuk yakni, Ritual Nyangahatn Mantak dan Nyangahatn Masak. Kedua ritual ini saling melengkapi satu sama lain.Â
Namun, yang membedakannya pada kepenuhan peraga-peraga adat yang digunakan. Pada peraga-peraga Nyangahatn Mantak sifatnya kurang cukup, dan hal itu akan dilengkapi pada Nyangahatn Masak.
Nyangahatn Mantak
Nyangahatn Mantak bertujuan untuk memberitahukan informasi dan maksud upacara yang akan dilaksanakan kepada roh nenek moyang, Jubata, dan makhluk. Pada ritual Nyangahatn Mantak tidak ada hewan kurban atau hewan belum disembelih. Peraga-peraga adat pada tahap Nyangahatn Mantak ini belum cukup, dan kepenuhan peraga-peraga adat akan dilengkapi pada tahap Nyangahatn Masak.Â
Pada saat ritual Nyangahatn Mantak, semua peraga-peraga adat diletakkan di pahar. Adapu peraga-peraga adat tersebut ialah tepung, cucur tiga potong, pelita, poe yang dimasak dalam bambu kecil, beras poe dan beras sungguh masing-masing dalam piring kecil ditumpuk jadi satu dan di atas tumpukan kedua piring kecil tersebut disimpan telur ayam kampung yang mentah satu buah, mata uang perak, minyak tengkawang, air putih, dan tampukng tawar. Pada ritual Nyangahatn Mantak ini si Panyangahatn mengucapkan doanya tentang permintaan orang yang mengadakan Nyangahatn dikabulkan.
Nyangahatn Masak
Nyangahatn Masak adalah acara menyampaikan alat ritual yang sudah siap saji atau sudah dimasak. Kemudian dipersembahkan kepada roh nenek moyang, Jubata, dan makhluk halus.[1] Yang dimasak ialah ayam.Â
Pada pahar Nyangahatn Masak peraga-peraga adat kurang lebih sama dengan peraga adat di Nyangahatn Mantak, hanya saja ditambah dan disesuaikan dengan tahap Nyangahatn Masak, yaitu Nyangahatn yang bertujuan untuk memberitahukan kepada Jubata semua sudah masak dan siap dinikmati.[2] Peraga-peraga yang berbeda dengan Nyangahatn Mantak ialah daging ayam yang sudah masak dihidangkan di atas piring diberi bambu kecil sekitar 40 cm yang berisi poe masak, diraut hingga bersih. Kemudian telur rebus satu buah, lalu ditaruh di atas pahar.Â
Pada ritual Nyangahatn Masak bermaksud untuk memberitahukan kepada Jubata bahwa semua yang dilakukan pada Nyangahatn Mantak sudah masak dan siap dinikmati. Kemudian makan bersama orang yang mengikuti ritual Nyangahatn.
Hal-hal yang perlu dipersiapkan dalam upacara Nyangahatn
Dalam upacara Nyangahatn peralatan-peralatan yang harus disediakan ialah:
- Pohon, digunakan sebagai meja adat atau penampung rezeki yang akan Jubata berikan.
- Sekapur sirih, sebagai bentuk adat ramah-tamah atau sebagai pembukaan cerita.
- Ai atau air putih yang diambil dari sungai sebagai lambang penyuci kesejukan hidup.
- Manok atau ayam, sebagai bentuk lambang pengorbanan kita atau sebagai kurban.
- Tumpi atau cucur, sebagai lambang masakan adat dari kaum wanita.
- Poe atau lemang, sebagai lambang masakan adat dari kaum laki-laki.
- Bontokng atau beras yang dibungkus dengan daun layang, kemudian dimasak di dalam bambu, sebagai ungkapan janji yang telah disepakati bersama.
- Talo atau telur ayam yang tidak direbus, sebagai lambang kebulatan mufakat adat.
- Gulita atau pelita, sebagai lambang terangnya hidup dalam adat.
- Kobet berupa sesajen dalam jumlah sedikit yang di taruh di daun layang yang di beri darah ayam, cucur, lemang, lontong, garam, dan telur. Semuanya ini sebagai lambang sosial masyarakat adat. Di dalam kobet terdapat lima macam kobet yakni, kobet rayah, sebagai lambang makan bersama. Kobet Jajo, sebagai lambang apabila dapat makanan maka harus berbagi. Kobet Panampe, sebagai lambang untuk memberi makan tamu yang datang. Kobet Pangamatn, sebagai lambang persiapan rumah tangga. Kobet Badarah, sebagai lambang perjuangan adat yang melahirkan keberanian dan ketegasan dalam adat.
- Uang, sebagai lambang mata adat.
- Nyalipa atau dupa, sebagai lambnag pengharum adat.
- Baras atau beras, sebagai pentar atau bakal pelengkap hidup adat. Maksudnya harus ada persiapan hidup untuk dikemudian hari.
- Baras Banyu atau beras yang diberi minyak, sebagai lambang persalinan raja kepala adat.
- Baras Sasah atau beras yang dicampur dengan air, sebagai lambang kebersihan adat.
- Kulit Langir, Minyak, Bunga Selasih, sebagai lambang perhiasan adat.
- Tungkat atau pulut yang dimasak dalam bambu panjang dan diberi lubang di tengah, sebagai lambang tongkat adat atau sebagai pusat adat.
Pelaksanaan upacara Nyangahatn
Upacara Nyangahatn dipimpin oleh Panyangahatn. Upacara biasanya dilaksanakan di sebuah tempat dekat sawah dan juga di rumah. Ada dua bentuk upacara Nyangahatn yakni, upacara Nyanghatn Manta dan Nyangahatn Masak sama saja. Proses pelaksanaan kedua bantuk upacara Nyangahatn ini ada tiga kegiatan yaitu, pertama Matik atau doa hajat, kedua Ngalantekant atau doa keselamatan, dan ketiga Mibis atau doa supaya semua sampai pada tujuan.
Pada tahap persiapan yang perlu dilakuka adalah menyediakan peralatan dan perlengkapan yang akan digunakan pada saat Upacara Nyangahatn. Persipan dilakukan oleh pihak keluarga yang menjadi tuan rumah dilaksanakannya Upacara Nyangahtan dan juga dibantu oleh tetangganya.Â
Pada tahap pelaksanaan ada dua proses yakni, Nyangahatn Manta (tanpa hewan kurban atau hewan sembelih) dan Nyangahtan Masa (hewan kurban sudah disembelih dan dimasak). Upacara Nyangahatn diawali dengan pembacaan Mantik oleh Panyangahatn di depan sesajian.Â
Doa hajat ini bertujuan untuk memberitahukan kepada Jubata dan Awa Pama (roh leluhur) tentang hajat kelurga. Mantik dilaksanakan pada malam hari sebelum berlangsungnya kegiatan menanam padi keesokan harinya.Â
Setelah pemimpin upacara membaca doa mantik, ia mengoleskan beras yang sebelumnya sudah dicampuri dengan minyak tengkawang (minyak yang berasal dari buah kayu tengkawang) atau biasa juga minyak kelapa kesetiap kening orang yang hadir dalam upacara. Orang Dayak Kanayatn percaya bahwa minyak ini dapat mengobati dan melindungi orang Dayak dari penyakit.Â
Kemudian disambung dengan pembacaan doa keselamatan. Tujuannya supaya kelurag dan semua orang yang terlibat dalam pekerjaan memasak selamat dari segala gangguan sehingga dapat bercocok tanam dengan baik dan mendapat hasil yang berlimpah.
Tahap berikutnya adalah pembacaan doa Mibis. Tujuan berdoa Mibis adalah supaya sampai kepada tujuan. Demikian juga supaya segala sesuatu yang telah dimohonkan kepada Jubata dikabulkan.Â
Setelah doa ini selesai dibaca, maka akan disembelih ayam dan diambil darahnya sebagai simbol pengorbanan. Ayam yang telah selesai disembelih, kemudian dibersihkan, hanya ususnya yang dibuang. Selanjynta ayam tersebut dipanggang atau bisa juga direbus untuk dimakan bersama. Setelah semua uapcara Nyangahatn dilaksanakan para warga sudah bisa mulai menebas pohon dan rumput di sawah masing-masing.
Siapa pelaksana dalam Upacara Nyangahatn?
Adapun tokoh-tokoh yang telibat dalam upacara Nyangahatn yakni, Kepala Desa, Panyangahatn (pembawa mantra), Panyanakng Kalangkakng (pendamping Panyangahatn), dan kelurga beserta masyarakat.
 Kepala Desa: Kepala Desa yang ikut dalam upacara Nyangahatn adalah kepala desa dari dari wilayah tempat dilaksanakannya upacara Nyangahatn. Kepala Desa wajib hadir dalamupacara Nyangahatn karena ia tokoh pemerintahan di masyarakat dalam berbagai sektor kehidupan sosial masyarakat, bersama itu juga akan dirasakan upacara Nyangahatn apabila Kepala Desa datang menghadiri upacara Nyangahatn.
Panyangahatn: Dalam upacara Nyangahatn harus ada salah satu orang sebagai pemimpin upacaranya yang disebut dengan Panyangahatn. Tugas Panyangahatn adalah memimpin pelaksanaan upacara Nyangahatn dan melantunkan doa dalam upacara Nyangahatn, dan memberitahukan sejumlah persyaratan yang harus dilengkapi dalam upacara Nyanghatn.
Panyanakng Kalangkakng:Â Sebelum dimulai upacara Nyanghatn, ada seorang pembantu Panyangahatn yang disebut dengan Panyanakng Kalangkakng. Ia bertugas mendampingi Panyangahatn untuk melengkapi dan menyiapkan sesaji uapcara Nyangahatn. Saat proses upacara Nyangahatn berlangsung Panyanakng Kalangkakng duduk di samping Panyanghatn.
Kelurga beserta Masyarakat:Â Keluarga merupakan tuan rumah yang mengadakan upacara Nyangahatn. Di lihat dari segi kehidupan orang Dayak tidak luput dari kegiatan berladang, peristiwa yang menyayat hati seperti sakit, dan juga kelahiran anak di dalam kelurga. Oleh sebab itu, biasanya kelurga minta doa yang diaktualisasikan dalam upacara Nyangahatn seturut adat. Masyarakat atu biasanya juga tetangga-tetangga rumah orang yang melaksakan upacara Nyangahatn diundang untuk mengikuti upaaranya. Masyarakat juga secara langsung membantu menyediakan segala hal yang dibutuhkan dalam upacara Nyangahatn.
Makna Upacara Nyangahatn bagi orang Dayak Kanayant
Bagi orang Dayak Kanayatn, upacara Nyangahatn sebagai tanda ucapan syukur serta penyerahan diri manusia terhadap semua aspek kehidupan melalui Upacara Nyangahatn untuk menyampaikan doa khas bahasa suku Dayak Kanayatn.[1] Adapun makna penting dalam pelaksanaan Upacara Nyangahatn bagi masyarakat Dayak Kanayatn ialah, sebagai berikut:
Merekatkan kehidupan sosial:Â Disetiap segi kehidupan masyarakat Dayak Kanayatn selalu tergantung dengan dunia lain, yang disebut dengan dunia Jubata. Peristiwa-peristiwa alam yang berkaitan dengan manusia selalu dihubungkan dengan campur tangan Jubata. Oleh sebab itu, tidak bisa dipungkiri hanya segelintir masyarakat saja yang ikut ambil bagian untuk menciptakan kerukunan antara manusia dan Jubata.Â
Maka, dalam Upacara Nyangahatn ini, selalu mengutamakan kebersamaan dan saling membantu satu dengan yang lain. Berkat kerjasama diantara warga, maka tidak ada lagi sikap memandang status sosial dan pendidikan di masyarakat. Setiap warga saling mendukung dan toleransi, dengan demikian persatuan diantara mereka semakin erat.
Sarana komunikasi manusia dengan Jubata:Â Biasanya orang Dayak Kanayatn, sebelum mengadakan Upacara Nyangahatn terlebih dahulu memberitahukan kepada tetangga dan warga lainnya yang satu kampung untuk mengkikuti Upacara Nyangahatn yang akan dilaksanakan di rumah atau di ladang mereka. Dengan demikian, ada sikap untuk setia menjalin hubungan dengan orang lain, khususnya dengan orang sekampung.
Gotong-royong:Â Gotong-royong merupakan rangkaian hidup dalam masyarakat yang saling membantu satu sama lain dalam hal pekerjaan juga ketika salah satu warga yang tertimpa musibah. Seperti telah kita ketahui, Upacara Nyangahatn selalu dilakukan bersama. Mengingat juga biaya yang harus dikeluarkan tidaklah sedikit. Untuk mengatasi hal itu maka Upacara Nyangahatn dilakukan oleh beberapa kelurga secara bersamaan.
Nilai religius Upacara Nyangahatn:Â Suku Dayak seluruhnya dikenal dekat dengan alam. Hampir setiap kegitan yang berkaitan dengan kehidupan pasti mempunyai kaitan dengan alam sekitar. Oleh sebab itu komunikasi yang baik antar manusia dengan Jubata dan juga roh leluhur sangat dijunjung tinggi, supaya Jubata dan roh leluhur bisa bekerjasama dengan manusia dalam mengelola alam.Â
Akibat hormatnya orang Dayak kepada alam, mereka sebelum mengambil hasil alam terlebih dahulu permisi dengan roh leluhur yang mendiami alam itu. Untuk itu, sebagai ungkapan hormat kepada roh leluhur maka dibuatlah sesajian.Â
Adapun tujuan dari sesajian sebagai ungkapn terimakasih kepada roh leluhur dan Jubata yang telah memberi mereka rezeki. Tampknya masyarakat Dayak selalu berhubungan dengan pemujaan, artinya pemujaan tersebut ingin menjelaskan tatanan peribadatan yang diyakini suku Dayak.Â
Objek pemujaannya adalah makhuk rohani yang sifatnya kekal, yang dipuja turun-temurun. Makhluk rohani tersebut dipercayai sebagai nenek moyang orang Dayak. Subjek pemujaan mereka adalah roh manusia yang terdiri dari nyawa, sumangat atau semangat, ayu, bohol, nent sanjadi, leo Bangkule, dan sukat yang menepati bagian tertentu dalam tubuh manusia.Â
Adapun fungsi ketujuh roh manusia tersebut ialah: nyawa, sebagai permulaan nafas yang dengannya manusia bisa hidup. Sumangat, adalah tenaga roh manusia yang terdapat di alam sadar maupun tidak. Ayu, merupakan kekuatan roh yang membantuk karakter manusia. Sukat adalah kekuatan yang melindungi seseorang dari sakit. Bohol, adalah kekuatan untuk bertumbuh yang dimiliki manusia, ini terletak di garis perut yang berdenyut sampai ke pusar. Leo Bangkule, artinya penyambung nyawa yang terletak di paru-paru. Dan nenet, Sanjadi adalah tali nyawa atau permulaan nafas.Â
Dari keenam roh itu, ada tiga roh manusia yang telah meninggal dunia dapat menyembuhkan seseorang dari penyakit yakni, Bohol, Leo Bangkule, dan Nenet Sanjali. Roh-roh inilah yang biasanya dipanggil dalam Upacara Nyangahatn. Jadi, nilai religius dalam Upacara Nyangahatn adalah mempererat hubungan pribadi dan bersama dengan Jubata dan juga dengan roh leluhur.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H