Mohon tunggu...
Paulina Aliandu
Paulina Aliandu Mohon Tunggu... Dosen - sebuah jiwa, seorang peziarah

Sebagai pencinta spiritualitas, saya juga tertarik pada sejarah, filsafat dan politik. Berkecimpung dalam bit-bit digital untuk pembelajaran mesin dalam perjalanan panjang mencapai kebijaksanaan digital.

Selanjutnya

Tutup

Love Pilihan

Luka Pernikahan dan Serangan Si Jahat terhadap Prokreasi Ilahi

29 Januari 2025   21:35 Diperbarui: 29 Januari 2025   21:46 74
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi keluarga (credit: Elina Fairytale free from pexels)

Allah memberkati mereka, lalu Allah berfirman kepada mereka: 'Beranakcuculah dan bertambah banyak; penuhilah bumi dan taklukkanlah itu, berkuasalah atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas segala binatang yang merayap di bumi' (Kejadian 1:28)

Prokreasi Ilahi dalam Kekristenan

Prokreasi Ilahi dalam agama Kristen merujuk pada pemahaman bahwa kehidupan adalah anugerah dari Tuhan yang diberikan melalui perintah-Nya untuk beranak cucu dan memenuhi bumi. Dalam Alkitab, Tuhan memberikan perintah pertama kepada umat manusia melalui Kejadian 1:28: "Beranak cuculah dan bertambah banyak, penuhilah bumi dan taklukkanlah itu." Ini menunjukkan bahwa pernikahan dan keturunan adalah bagian dari rencana Ilahi untuk umat manusia. Prokreasi bukan hanya soal kelangsungan hidup biologis, tetapi juga bagian dari panggilan spiritual untuk melanjutkan ciptaan Tuhan dan menjadi pelaksana kehendak-Nya.

Bagi umat Kristen, prokreasi adalah cara untuk berpartisipasi dalam karya Ilahi yang terus berlanjut, yang dimulai dengan penciptaan dunia dan terus berkembang melalui kehidupan manusia. Proses ini juga mencerminkan kasih Tuhan, di mana keluarga menjadi tempat bagi nilai-nilai Kristen untuk ditanamkan dan diwariskan. Dalam perspektif Kristen, memiliki anak adalah suatu tanggung jawab untuk mendidik dan membimbing mereka dalam jalan Tuhan, sebagaimana tercermin dalam ajaran-ajaran Yesus yang menekankan pentingnya kasih, pengajaran, dan pembinaan karakter.

Dengan demikian, dalam kekristenan, prokreasi Ilahi bukan hanya tentang melahirkan keturunan, tetapi juga tentang mewujudkan kehendak Tuhan dalam kehidupan sehari-hari, dengan peran orang tua sebagai pengasuh dan pendidik yang mengajarkan nilai-nilai Kristen kepada anak-anak mereka. Prokreasi dipandang sebagai tindakan yang diberkati oleh Tuhan dan sebagai kontribusi terhadap perkembangan umat manusia dalam kesatuan dengan Allah.

Lunturnya Makna Lembaga Pernikahan dan Bias Identitas Gender 

Ketika berbicara tentang prokreasi ilahi maka tak akan jauh dengan lembaga pernikahan. Lembaga pernikahan dalam berbagai agama tidak hanya dipandang sebagai ikatan sosial, tetapi juga sebagai sarana utama untuk menjalankan prokreasi Ilahi, yaitu kelanjutan kehidupan yang selaras dengan kehendak Tuhan. Dalam Kekristenan, pernikahan adalah sakramen yang mencerminkan kasih Kristus kepada Gereja (Efesus 5:31-32) dan menjadi tempat di mana manusia dipanggil untuk "beranak cucu dan memenuhi bumi" (Kejadian 1:28). Sehingga pernikahan dapat disebut sebagai institusi suci yang ditetapkan oleh Allah sebagai wadah bagi cinta sejati dan prokreasi, yakni kerja sama manusia dengan Allah dalam menciptakan kehidupan baru. Namun, di era modern, makna pernikahan semakin luntur, terdistorsi oleh ideologi yang menjauhkan manusia dari rencana Ilahi. Bias atas identitas gender dan orientasi seksual yang mengaburkan identitas kodrati laki-laki dan perempuan, serta pemikiran yang menolak makna sejati pernikahan, adalah bagian dari serangan besar terhadap prokreasi Ilahi.

Si Jahat, yang sejak awal adalah musuh kehidupan, tidak pernah berhenti merusak karya Allah. Ia menanamkan benih kebingungan di dalam hati manusia, mengaburkan batas-batas antara laki-laki dan perempuan, serta menggoda mereka untuk menolak panggilan pernikahan sejati. Dengan merusak pemahaman tentang pernikahan, ia mengguncang dasar keluarga, sehingga generasi baru tumbuh tanpa fondasi yang kokoh. Banyak dari kita mungkin tidak menyadari bahwa, ada sesuatu yang esensial yang sedang berubah dramatis akhir-akhir ini dengan menyaksikan begitu banyak pergeseran dalam makna lembaga pernikahan, mudahnya terjadi suatu perceraian bahkan bias atas identitas gender serta orientasi seksual.


Jika kita berbicara tentang runtuhnya suatu lembaga pernikahan maka kita tidak hanya berbicara tentang suatu kehancuran ikatan suami istri, tetapi juga kita akan berbicara tentang suatu kehancuran yang melahirkan luka-luka batin yang dalam, terutama bagi anak-anak. Anak-anak yang tumbuh dalam keluarga yang terpecah sering mengalami kehilangan identitas, krisis emosional, dan rasa tidak aman yang berkepanjangan. Si Jahat melihat luka-luka ini sebagai celah untuk menanamkan keputusasaan, kebencian, dan pemberontakan bahkan penolakan terhadap Allah.

Luka-luka batin akibat perceraian atau pernikahan yang tidak harmonis membuka pintu bagi berbagai bentuk gangguan spiritual dan psikologis. Banyak orang yang mengalami kehancuran keluarga akhirnya meragukan kasih Allah, merasa tidak layak dicintai, dan mencari pelarian dalam dosa. Inilah strategi Si Jahat: menciptakan rantai luka yang diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya.

Lebih jauh, bias identitas gender dan orientasi seksual yang semakin meluas memperburuk luka-luka ini dengan menanamkan kebingungan identitas dalam diri manusia. Elon Musk, seseorang dengan kekayaan dan sumber daya yang begitu besar pun bahkan tak mampu membendung kebingungan sang anak atas identitas gendernya. Dalam banyak kasus, bias identitas gender ini dimulai pada saat anak memasuki masa pubertas. Kerentanan yang melahirkan kebingungan identitas gender dan orientasi seksual ini bisa terjadi jika sejak kecil, banyak anak diajarkan bahwa gender hanyalah konstruksi sosial, bukan realitas biologis dan spiritual. Akibatnya, mereka tumbuh tanpa kejelasan mengenai diri mereka sendiri dan kehilangan arah dalam memahami panggilan hidup mereka. Hal yang mungkin terjadi jika keluarga tempat anak harusnya mendapatkan perlindungan dan pengalaman ini telah rusak.

Lebih lanjut, kita akan mudah menemukan ketika makna pernikahan diputarbalikkan, nilai kesetiaan, pengorbanan, dan kasih sejati perlahan terkikis. Si Jahat membisikkan bahwa kebebasan sejati adalah mengikuti keinginan diri sendiri tanpa batas, bukan hidup dalam komitmen yang penuh kasih. Akibatnya, banyak orang lebih memilih hubungan yang dangkal dan sesaat daripada pernikahan yang kokoh dan abadi. Padahal jika suatu lembaga pernikahan mengedepankan kasih, selalu ada ruang untuk rekonsiliasi dan perubahan. 


Luka-luka Akibat Rusaknya Lembaga Pernikahan 

Gereja selalu mengajarkan bahwa pernikahan adalah cerminan hubungan Kristus dan Gereja-Nya. Namun, ketika pernikahan dihancurkan, gambaran ini menjadi kabur. Manusia yang terluka dan kehilangan makna pernikahan semakin sulit memahami kasih Allah yang sejati. Inilah tujuan akhir Si Jahat: menjauhkan manusia dari Tuhan dengan menghancurkan gambaran kasih-Nya di dunia. Untuk melawan serangan ini, keluarga-keluarga Kristen dipanggil untuk kembali kepada kebenaran Injil. Pernikahan harus diperkuat dengan doa, sakramen, dan komitmen yang kokoh terhadap kehendak Allah. Orang tua memiliki tanggung jawab besar untuk mendidik anak-anak mereka dalam iman yang benar, agar mereka tidak terombang-ambing oleh arus dunia. Padahal keluarga dapat menjadi benteng dan rumah perlindungan bagi setiap anggotanya untuk tahan menghadapi tantangan dunia dan bukan menjadi sumber luka.

"Sebab itu laki-laki akan meninggalkan ayah dan ibunya dan bersatu dengan istrinya, sehingga keduanya menjadi satu daging. Rahasia ini besar, tetapi yang aku maksudkan ialah hubungan Kristus dan jemaat." (Efesus 5:31-32 )

Agama Kristen menekankan bahwa penyembuhan luka-luka akibat rusaknya pernikahan hanya dapat ditemukan dalam Kristus. Ia datang untuk memulihkan yang hancur, menyembuhkan yang terluka, dan membawa pengampunan bagi mereka yang telah tersesat. Melalui doa, sakramen, dan komunitas iman, orang-orang yang mengalami luka akibat keluarga yang retak dapat menemukan pemulihan dan pengharapan baru dalam kasih Allah.

Pada akhirnya, pertempuran ini bukan hanya soal budaya atau ideologi, tetapi peperangan rohani antara terang dan gelap. Si Jahat akan terus menyerang institusi pernikahan dan prokreasi Ilahi, tetapi umat Allah dipanggil untuk berdiri teguh dalam kebenaran. Dengan kembali kepada desain Allah tentang pernikahan, kita tidak hanya melindungi keluarga, tetapi juga memperjuangkan kehendak-Nya di dunia ini.

Keluarga adalah tempat pertama di mana anak mengenal kasih Allah. Melalui figur orang tua, anak belajar tentang kasih yang setia, pengorbanan, dan perlindungan. Ketika keluarga rusak, anak kehilangan refleksi pertama kasih Ilahi, menjadikannya rentan terhadap pengaruh dunia dan serangan Si Jahat.

Jiwa anak-anak yang terluka menjadi sasaran empuk bagi Si Jahat. Anak yang tidak mendapatkan kasih yang cukup di dalam keluarga cenderung mencari pengganti di tempat lain, sering kali dalam bentuk pencarian identitas yang menyimpang, pergaulan yang salah, atau bahkan praktik-praktik yang membawa mereka semakin jauh dari Allah.

Dalam dunia yang semakin sekuler, anak-anak yang mengalami luka batin lebih mudah dipengaruhi oleh ideologi yang bertentangan dengan nilai-nilai kekristenan. Mereka menjadi rentan terhadap ajaran yang menolak tatanan moral dan menggantinya dengan relativisme yang menyesatkan.


Satu Jiwa Teramat Berharga untuk Dimenangkan dalam Peperangan Rohani

Harga satu jiwa sangat mahal di mata Tuhan. Kristus telah mengorbankan diri-Nya untuk menyelamatkan setiap manusia, dan Si Jahat berusaha keras untuk mencuri jiwa-jiwa ini dengan menyerang mereka melalui luka-luka batin yang belum sembuh.

Serangan terbesar Si Jahat bukanlah melalui kekuatan fisik, melainkan melalui kebingungan, penderitaan emosional, dan pencarian identitas yang salah. Jiwa yang terluka menjadi lahan subur bagi tipu muslihatnya, menjadikan mereka mudah dijauhkan dari kebenaran Injil.

Oleh karena itu, penting bagi Gereja dan komunitas iman untuk menjadi tempat penyembuhan bagi mereka yang terluka akibat pernikahan yang rusak. Dengan kasih dan bimbingan yang benar, jiwa-jiwa yang hampir direbut oleh kegelapan dapat diselamatkan dan dikembalikan ke dalam pelukan kasih Allah.

Kita tidak boleh menganggap remeh peperangan rohani yang terjadi di sekitar kita. Jika keluarga terus dihancurkan, jika pernikahan terus diremehkan, maka masa depan generasi mendatang akan semakin jauh dari rencana Allah.

Memulihkan makna pernikahan adalah tugas bersama setiap orang beriman. Pendidikan, bimbingan rohani, dan keteladanan dalam keluarga adalah kunci untuk menjaga kesucian institusi ini dan menyelamatkan banyak jiwa dari kehancuran.

Dalam menghadapi dunia yang semakin menolak kebenaran, orang-orang Kristen harus berdiri teguh dalam iman dan membangun kembali benteng keluarga yang kokoh. Hanya dengan begitu, kita dapat melawan tipu daya Si Jahat dan membawa kembali dunia kepada Allah.

Pada akhirnya, setiap jiwa adalah berharga di mata Allah, dan setiap usaha untuk melindungi pernikahan serta keluarga adalah bagian dari perjuangan besar untuk menjaga kemurnian rencana Ilahi. Dengan doa dan iman yang teguh, kita dipanggil untuk menjadi penjaga terang dalam dunia yang gelap ini. Bagaimanapun kita harus melihat prokreasi bukan hanya sekedar fungsi biologis tapi ada makna spiritual di sana serta menyadari bahwa pernikahan dan keluarga adalah bagian dari rencana Ilahi dan kewajiban moral. Dan dalam keluarga itu, anak mengenal kasih pertama kali melalui teladan kasih orang tua. Seperti kata Santo Yohanes dari Salib, pada akhirnya, segala sesuatu tentang hidup kita akan dilihat dari kasih.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Love Selengkapnya
Lihat Love Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun