Mohon tunggu...
Paulina Aliandu
Paulina Aliandu Mohon Tunggu... Dosen - sebuah jiwa, seorang peziarah

Sebagai pencinta spiritualitas, saya juga tertarik pada sejarah, filsafat dan politik. Berkecimpung dalam bit-bit digital untuk pembelajaran mesin dalam perjalanan panjang mencapai kebijaksanaan digital.

Selanjutnya

Tutup

Love Pilihan

Mengasihi yang Bersalah: Teladan Kelemahlembutan dari Para Kudus

3 Januari 2025   08:11 Diperbarui: 3 Januari 2025   09:57 110
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Credit : Mart Production dari Pexels 

Pernahkah kamu merasa sulit untuk memaafkan? Pernahkah juga rasa kesal bahkan marah pada orang lain menggiring kamu hingga ke jurang kebencian? Ataukah kamu merasa kesulitan memperbaiki orang lain dan membuatmu tak nyaman? Atau bahkan merasa benar dan ingin menegur rekan lain dengan keras? Mungkin tulisan ini dapat memberikan perspektif lain.

Mencapai suatu harmoni dalam hidup  komunitas dan bermasyarakat yang terdiri dari beragam individu dengan karakter yang berbeda tentulah bukan suatu hal yang mudah. Ingin hidup sendiri dan terhindar dari drama juga rasanya bukanlah pilihan yang bijak ketika manusia pada hakekatnya membutuhkan manusia lain untuk saling membantu dalam pertumbuhan imannya. Jika demikian, maka konflik antara satu dengan yang lain, perselisihan, silang pendapat, rasa kesal bahkan api amarah tentulah adalah kelumrahan dalam kebersamaan. Namun setiap jiwa dipanggil Allah untuk untuk hidup dalam kasih dan kerendahan hati agar terjalin relasi ritmik yang mampu menyelaraskan banyak ego dan kekurangan. Dalam konteks ini, kelemahlembutan spiritual menjadi kebajikan yang sangat penting, terutama dalam menghadapi saudara yang bersalah, kurang peduli dan bahkan apatis terhadap hidup komunal. 

Kelemahlembutan Spiritual dan Pandangan Orang Kudus

Sebelum membahas lebih dalam, kita kenali dulu apa itu kelemahlembutan spiritual. Kelemahlembutan spiritual adalah suatu kebajikan yang sering ditekankan oleh para orang kudus sebagai sikap hati yang lemah lembut, sabar, dan penuh kasih dalam hubungan dengan Allah dan sesama. Kebajikan ini dipandang sebagai ekspresi kedamaian batin yang berasal dari penyatuan dengan Allah, sekaligus bentuk kerendahan hati dalam menanggapi tantangan hidup. Banyak teladan dan perkataan para kudus yang menerangkan hal ini. Namun tulisan ini hanya mengangkat beberapa kebajikan untuk dapat kita petik pengajaran dan hidup batinnya.

1. Yesus Kristus sebagai Teladan Utama

Terdapat begitu banyak teladan Yesus dalam Injil akan kelemahlembutan spiritual. Ada kisah Yesus dan seorang wanita yang kedapatan berzinah dalam Yohanes 8:1--11. Ketika orang-orang Farisi membawa seorang wanita yang tertangkap basah berzina dan ingin merajamnya, Yesus dengan lembut menjawab: 

"Barangsiapa di antara kamu tidak berdosa, hendaklah ia yang pertama melemparkan batu kepada perempuan itu". 

Setelah semua orang pergi, Yesus berkata kepada wanita itu: 

"Aku pun tidak menghukummu. Pergilah, dan jangan berbuat dosa lagi mulai dari sekarang".

Tindakan Yesus ini menunjukkan kelemahlembutan Yesus dalam menyampaikan kasih dan pengampunan tanpa mengabaikan kebenaran bahwa wanita itu telah bersalah, namun Yesus membuka ruang bagi perubahan dan tidak dengan penghakiman. Ada proses komunikasi yang berjalan, namun tidak dalam konteks membenarkan tindakan wanita tersebut. Yang tersurat dalam injil justru adalah ungkapan preskriptif, yaitu memberi arahan tentang apa yang seharusnya dilakukan atau dihindari demi kebaikan wanita tersebut : jangan berbuat dosa lagi. Tak ada penghakiman, Yesus Sang Putera Allah pun tak menghakimi, selalu ada ruang perubahan, maka yang terungkap adalah arahan perbaikan. Ini penegasan panduan moral yang terbalut kelemahlembutan spiritual.

Teladan lain kelemahlembutan spiritual Yesus dapat kita lihat dalam Injil Matius 11:29, di mana Yesus berkata:

"Pikullah kuk yang Kupasang dan belajarlah pada-Ku, karena Aku lemah lembut dan rendah hati dan jiwamu akan mendapat ketenangan untuk jiwamu."

Bahkan saat berada di kayu salib, Yesus tetap menunjukkan kelemahlembutan-Nya dengan berdoa bagi para algojo-Nya:
"Ya Bapa, ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat" (Lukas 23:34). Kasih tanpa batas yang lemah lembut dan rendah hati bahkan kepada mereka yang menolak atau menyakiti-Nya menjadi jaminan ketenangan jiwa. Inilah teladan Yesus, teladan utama setiap umat beriman. Dia mengajarkan bahwa kelemahlembutan bukan kelemahan, tetapi kekuatan yang mampu menaklukkan kejahatan dengan kebaikan. Inilah teladan utama setiap umat beriman dari Yesus Sang Guru.

2. Santo Yohanes dari Salib dan Santa Theresia Avila

Dalam Buku Malam Gelap Jiwa, Santo Yohanes dari Salib menjelaskan tentang ketidaksempurnaan pemula. Ia menyebutkan bahwa beberapa individu spiritual lainnya terjebak dalam kemarahan spiritual saat mereka merasa marah terhadap dosa orang lain, terus-menerus mengawasi dengan ketidaknyamanan. Mereka terkadang terdorong untuk menegur dengan kemarahan dan bertindak seolah-olah mereka adalah penguasa kebajikan, yang jelas bertentangan dengan kelemahlembutan spiritual.

Santo Yohanes dari Salib juga menunjukkan bagaimana jiwa perlu menunjukkan kesabaran pada diri sendiri akan ketidaksempurnaan mereka karena banyak pemula merasakan kecewa terhadap kesalahan diri sendiri dan memperlihatkan ketidaksabaran yang bukan berasal dari kerendahan hati. Kurangnya kerendahan hati membuat mereka ingin menjadi suci dalam waktu singkat dan membuat resolusi besar, dan tidak sabar dalam menunggu apa yang Tuhan berikan pada saatnya tiba. Orang kudus ini menegaskan bahwa ini bertentangan dengan kelemahlembutan spiritual.

Bahkan, jika kita merenungkan maha karya besar Santo Yohanes dari Salib, Malam Gelap Jiwa, kita akan menyadari bahwa sesungguhnya kelemahlembutan spiritual adalah buah dari "malam gelap" jiwa, ketika seseorang telah dimurnikan dari keinginan duniawi. Cinta murni kepada Allah akan ditemukan, dan sifat cinta begitu jelas tertera dalam 1 Korintus 13:4--7.

Kasih itu sabar, kasih itu murah hati; ia tidak cemburu. Ia tidak memegahkan diri dan tidak sombong. Ia tidak melakukan yang tidak sopan dan tidak mencari keuntungan diri sendiri. Ia tidak pemarah dan tidak menyimpan kesalahan orang lain. Ia tidak bersukacita karena ketidakadilan, tetapi karena kebenaran. Ia menutupi segala sesuatu, percaya segala sesuatu, mengharapkan segala sesuatu, sabar menanggung segala sesuatu.

Jadi, kelemahlembutan spiritual memungkinkan seseorang untuk menanggapi penderitaan bahkan ketidaknyamanan dalam gesekan hidup komunal dengan damai dan cinta, tanpa dendam atau kemarahan.

Lebih lanjut, ibu pendiri Ordo Karmel Tak Berkasut, Santa Theresia Avila sangat menekankan pentingnya kelemahlembutan sebagai tanda kematangan rohani. Ia berkata:

"Ketika Tuhan berdiam dalam jiwa, tidak ada kebutuhan untuk bertindak kasar, karena jiwa itu penuh damai dan kasih."

Baginya, kelemahlembutan muncul dari kepercayaan yang mendalam pada Allah dan kemampuan untuk menyerahkan diri sepenuhnya pada kehendak-Nya. Inilah kematangan rohani yang ingin dicapai oleh setiap orang beriman.

3. Santo Fransiskus de Sales

Berbicara tentang kelemahlembutan spiritual, maka tak sempurna jika tidak memetik pengajaran Santo Fransiskus de Sales yang sering disebut sebagai doktor kelemahlembutan. Dalam bukunya yang terkenal, Introduction to the Devout Life (Pengantar Hidup Saleh), ia menekankan pentingnya bersikap sabar dan penuh kasih, bahkan saat menghadapi kelemahan atau kegagalan pribadi. Ia selalu memilih jalan lemah lembut dengan penuh kasih dalam berkotbah, tidak menghakimi dan dialog yang lembut. Pendekatan ini berhasil mengembalikan ribuan orang kepada iman Katolik.

Orang kudus ini juga mendorong orang untuk menunjukkan kelemahlembutan dalam hubungan mereka, bahkan terhadap mereka yang sulit atau bermusuhan. Ia percaya bahwa kelemahlembutan adalah ekspresi kasih sejati dan tanda kebajikan Kristen yang mendalam.

Santo Fransiskus de Sales mendorong kita untuk bersikap lembut dalam perkataan, tindakan, dan bahkan pikiran. Baginya, kelemahlembutan adalah cara paling efektif untuk mencerminkan kasih Allah dan menarik orang lain menuju keselamatan.

Bahasa Dialog Kelemahlembutan dalam Hidup Komunal

Teladan doktor kelemahlembutan, Santo Fransiskus de Sales dalam bahasa yang tidak menghakimi ternyata mampu menggerakan perubahan jiwa banyak orang. Pendekatan ini membawa banyak jiwa kembali kepada gereja Katolik. Hanya dengan menggunakan bahasa lemah lembut dan dialog kasih. Rasanya kita perlu merenungkan bagaimana roh perkataan kita, dan dampaknya dalam menggerakan jiwa orang lain. Setidaknya kita dapat membiasakan diri untuk bertindak dalam kelemahlembutan spritual dalam hidup komunal. Ilustrasi sederhana dalam hidup berorganisasi, ada teman yang sering terlambat datang akhir-akhir ini padahal dia harus bertugas menyiapkan ruangan rapat. Teman tersebut lupa untuk mempersiapkan segala keperluan pertemuan tersebut. Mungkin kita dapat dapat mengajak rekan lain dalam organisasi dengan spirit kelemahlembutan sebagai berikut :

"Mari kita bantu teman kita yang terlambat hari ini. Mungkin dia sedang menghadapi kesulitan yang kita tidak ketahui."

Alih-alih menegur dengan keras, kita dapat mendekati teman yang lalai tersebut dengan hati-hati dan berkata dengan penuh kasih:

"Teman, aku lihat kamu mungkin lupa tugas hari ini. Boleh aku bantu mengingatkanmu atau menemanimu menyelesaikannya?" 

atau meski waktu berlalu dan belum ada perubahan signifikan dan ketika konflik mulai mencuat dan amarah dengan segera dapat menyala, mungkin kita dapat berusaha menawarkan ruang baginya untuk kelegaan atas apa yang tidak kita ketahui bahkan pahami:

"Aku merasa kamu mungkin sedang merasa berat akhir-akhir ini. Mari kita bicara, agar aku bisa lebih mengerti apa yang kamu rasakan."

Perubahan sikap rekan yang bersalah dan lalai itu, tentulah membutuhkan kesungguhan pribadinya sendiri, namun kita tak dapat serta merta menutup ruang perubahannya. Kita harus meyakini bahwa Roh Kudus selalu bekerja dengan cara yang lembut dan manis. Maka ketika kita mendengar sedikit saja kemauan darinya, kita akan dengan segera berujar:

"Kita semua belajar setiap hari, teman. Tidak apa-apa untuk jatuh, yang penting kita terus bangkit bersama. Allah melihat hati kita, bukan kesempurnaan kita."

Jika Allah berbelas kasih akan kita, kelemahlembutan dapat menjadi konsistensi hidup iman kita dan rekan kita tak pernah merasa ditinggalkan, justru merasa dicintai. Sisanya adalah ruang bagi pekerjaan Roh Kudus.

Pada akhirnya; seperti teladan Yesus dan para orang kudus, kita harus meyakini bahwa kelemahlembutan akan menyembuhkan luka. Respon dengan kasih dan empati sering kali lebih efektif daripada teguran keras. Dan sebagai bagian dari komunitas, kita juga berusaha mengedepankan kesabaran karena kesabaran adalah kunci. Perubahan dalam komunitas tidak terjadi seketika; butuh ketekunan dan doa. Dan tentu sebagai orang beriman, kita harus menjadi wajah Allah. Kelemahlembutan mencerminkan wajah Allah yang penuh kasih dan pengampunan, sehingga mampu menyentuh hati yang paling keras sekalipun. Tujuan dari semua ini tak lain dan tak bukan adalah kesatuan dalam komunitas.  Melalui kelemahlembutan, hubungan yang rusak dapat dipulihkan, menciptakan harmoni dan cinta dalam komunitas.

Pada akhirnya, ketika kita menemukan saudara, rekan atau orang lain dalam hidup komunal, dalam keluarga, organisasi, dunia kerja atau masyarakat yang 'menyulitkan' kita, membangkitkan rasa kesal bahkan amarah, ingatlah pada suatu kutipan terkait:

Jangan berkata bahwa orang tersebut menyulitkanku tetapi berkatalah orang ini memurnikanku.

Karena dalam hidup komunal, setiap saudara adalah cerminan kasih Allah. Kelemahlembutan spiritual membantu setiap anggota komunitas untuk saling mendukung dan bertumbuh dalam kekudusan, terlepas dari kelemahan dan kesalahan mereka.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Love Selengkapnya
Lihat Love Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun