Mohon tunggu...
Paul Sugar
Paul Sugar Mohon Tunggu... karyawan swasta -

...

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Seputar "Kasus" Galileo Galilei

13 Februari 2010   12:56 Diperbarui: 26 Juni 2015   17:56 3784
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Sebagian besar dari pembaca tentu pernah mendengar ataupun membaca kisah Galileo Galilei, seorang ahli astronomi Italia abad ke-17. Galileo Galilei pernah divonis oleh suatu dewan tinggi agama Gereja Roma karena berpijak pada pengamatan2 nya lewat teleskop yang pada waktu itu masih langka. Galileo mengajukan tesis bahwa bukan matahari yang bergerak mengitari bumi yang diam, melainkan bumilah yang mengitari matahari yang diam. Ia memperteguh teori Copernicus yg lebih dulu menulis gerak planet2 mengitari matahari. Perdebatan panjang yang berakhir dengan pengucilan Galileo (dipenjara).

Namun yang merisaukan adalah banyak sekali penyelewengan kebenaran historis, maupun salah kaprah dari segi ilmu pengetahuan itu sendiri diseputar "kasus" Galileo ini. Oleh karena itu tulisan ini akan membagikan "kerisauan" saya tentang 2 hal dalam kasus Galileo ini, yang pertama adalah mengenai manipulasi kebenaran historis tentang "hukuman mati" bagi Galileo, dan yang kedua adalah tentang teori "Heliosentris" Galileo.

Dalam hal yang pertama, ada beberapa artikel yang tidak setia pada kebenaran historis tentang kasus ini menulis: "Galileo dihukum mati oleh pengadilan Gereja th 1663 (Majalah Forum, th V, 18 Okt 1996). Padahal Galileo tak pernah dijatuhi hukuman mati oleh siapapun. Juga Jakarta Post, 12 Januari 1997 menulis: Galileo "was stretched on the rack" (artikel berjudul "The Ancient Battle between science and religion" dan diambil dari harian the Guardian). Padahal Galileo tak pernah disiksa oleh siapapun. Yang lebih dramatis adalah salah satu artikel yang ditulis oleh seorang penulis buku yang cukup terkenal dalam salah satu artikelnya dibuku yang diterbitkan oleh penerbit terkenal di Indonesia,ada alinea yang berbunyi: "Hmm, sesuatu yang tampaknya melawan arus bukan berarti salah, kan ? Ingat kasusnya Galileo? Galileo adalah orang yang berani berkata bahwa matahari adalah pusat tata surya padahal main-stream saat itu menyatakan bahwa bumi sebagai pusat tata surya. Ia bahkan sampai dihukum mati, dengan dibakar hidup-hidup, karena dianggap sesat dan tidak mau menarik pernyataannya."

Selain itu, hampir semua postingan dikompasiana berikut tanggapannya mengutarakan bahwa Galileo disiksa, dihukum mati, digantung, dibakar hidup-hidup.

Padahal suara sejarah yang resmi menyebutkan "Sesudah proses pengadilan (1633) Galileo dijatuhi hukuman penjara seumur hidup. Tetapi, "Galileo's sentence was then commuted to  move back to his country estate near Florence, where he resumed his writing. His Discourses Concerning Two New Sciences, regarded by many as his greatest scientific contribution, was published in 1638" (The Encyclopedia of Religion, Vol 5, NY: Macmillan Publishing Company, and London: Collier Macmillan Publishers, 1987; Article Galileo Galilei, hlm. 465-467).

Lihat juga laporan yang sama dalam Dizionario di Filosofia (Milano: Rizzoli Editore, sesta edizione, Novemre 1981), Hlm. 177.

Dalam hal yg kedua, teori Galileo maupun semua teori fisika lainnya, valid sebelum ada yang mematahkan (itulah ilmu pengetahuan, tidak ada yang kekal ! ). Sejak Albert Einstein meyakinkan civitas para cendekiawan tentang betapa relatifnya ruang dan waktu, ternyata teori Heliosentris Galileopun sudah tidak dapat dipertahankan secara mutlak. Inilah yang jarang disadari walaupun usia teori relativitas Einstein sudah lebih dari 100 tahun! Bergerak dan tak bergerak dalam pandangan ilmiah ruang-waktu sejak Einstein sudah sangat relatif, sangat canggih perhitungannya, tidak sesederhana yang dihayati spontan indrawi oleh kita kaum awam. Semua gerak adalah relatif, tidak ada gerak absolut.

Namun demikian, Gereja sudah mengakui bahwa para teolog zaman itu kurang bijaksana. Bahkan, Yohanes-Paulus II minta maaf atas nama Gereja, dan berkata: “Secara paradoksal, Galileo, orang yang beriman dengan tulus hati itu, nampak lebih tajam pikirannya dari pada para teolog yang lawan dia. Dia (Galileo) menulis kepada Benetto Castelli: “Meskipun Kitab Suci tidak bisa keliru, namun beberapa penafsir dan komentator dari Kitab Suci tersebut toh bisa keliru dalam banyak hal.”

Pada akhirnya, manusia terpelajar masa kini semakin sadar bahwa tujuan dasar serta bahasa dari ilmu pengetahuan dan agama tidak semestinya dicampur baur pada satu bidang. Lain-lain dimensinya. Lain-lain pula metodologi, maksud, kriteria, dan maknanya, walaupun penghayatan agama dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah pula seperti yang dilakukan oleh teologi. Sekarang manusia intelektual tahu bahwa ahli sains yang bersekularisasi tuntas sekalipun bisa saja sekaligus adalah manusia religius yang penuh harmoni, seperti yang dinyatakan sangat indah oleh Albert Einstein sendiri: " Agama tanpa sains buta. Sains tanpa agama lumpuh".

Referensi:

1. Jika Sains Mencari Makna, Prof.Dr.Louis Leahy, S.J. Penerbit: Kanisius 2006

2. Modern Physics, Arthur Beisser, PhD. Penterjemah: The How Liong, PhD. Penerbit:Erlangga

3. Manusia Pascamodern, Semesta, dan Tuhan, Y.B. Mangunwijaya, Penerbit:Kanisius 1999

4. FISIKAMANIA: Gerak Relative Bumi, (Majalah INTISARI bulan Mei 2004)

baca juga: seputar teori Darwin :

http://filsafat.kompasiana.com/2010/02/25/bahasa-sains-dan-agama-81478.html

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun