Mohon tunggu...
Paul Sugar
Paul Sugar Mohon Tunggu... karyawan swasta -

...

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Berpikir Lateral (bag 2)

16 Februari 2010   08:24 Diperbarui: 26 Juni 2015   17:54 1695
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

 

Tulisan ini adalah sambungan dari tulisan terdahulu,

 

http://edukasi.kompasiana.com/2010/02/15/berpikir-lateral/

 

Kisah sebelumnya menunjukakan perbedaan antara berpikir vertikal dengan pola berpikir lateral. Para pemikir vertikal umumnya memilih sudut pandang yang paling masuk akal untuk situasi tersebut dan selanjutnya mereka akan memproses masalah itu secara logis serta hati-hati untuk memecahkannya. Sementara para pemikir lateral berkecenderungan untuk mencoba-coba berbagai macam cara yang berbeda dalam melihat sesuatu nya daripada berusaha untuk menerima sesuatu yang nampaknya paling memungkinkan untuk kemudian memulainya lebih mendalam dari landasan tersebut.

            Si gadis dalam cerita kerikil ini memasukkan tangannya kedalam kantung uang tersebut dan mengambil salah satu kerikilnya. Tanpa membuka tangannya ia berpura-pura terjatuh dan membiarkan kerikil tersebut segera berbaur dengan kerikil-kerikil lain yang ada di lintasan tersebut, tanpa dapat dikenali lagi.

            “Ohh… betapa cerobohnya saya, … katanya,… “ namun tidak apalah, seandainya anda melihat kerikil yang tersisa di dalam kantung itu tentu anda dapat mengatakan kerikil warna apa yang telah saya ambil tadi”

            Oleh karena kerikil yang tersisa dalam kantung itu tentu saja berwarna hitam, maka dapat diasumsikan bahwa gadis itu mengambil kerikil berwarna putih, karena tentu saja sang lintah darat itu tidak mau ketahuan bahwa ia telah berbuat licik.  Dalam cara ini, dengan menggunakan pola berpikir lateral, sang gadis itu telah berhasil mengubah suatu situasi yang seolah-olah tanpa harapan menjadi sesuatu yang justru menguntungkan. Sudah tentu gadis ini mendapat keuntungan daripada seandainya si lintah darat benar-benar jujur, karena dalam situasi itu peluang si gadis hanya 50%.

 

Para pemikir vertikal fokus dengan adanya fakta bahwa si gadis itu harus mengambil salah satu kerikil tersebut. Sedangkan para pemikir lateral berusaha mencari sudut pandang baru misalnya memandang kerikil yang tersisa dalam kantung.

 

            Pola berpikir vertikal memang seolah-olah telah dianggap sebagai satu-satunya cara berpikir yang diakui dan dapat dipertanggungjawabkan. Mengikuti pola pokok logikanya itulah seolah-olah semua pola pemikiran kita harus rela berkorban, tidak peduli betapa jauh hasil yang diperoleh dari yang diharapkan.

            Berpikir lateral tentu saja tidak hanya berkepentingan dengan hal pemecahan masalah, karena hal itu dapat saja dipakai untuk melihat segala sesuatu baik benda maupun gagasan-gagasan dari sudut pandang yang baru.

            Beberapa orang ada yang sedemikian tertariknya dengan konsep berpikir lateral ini, sehingga ia selalu mencoba menggunakan pola ini pada semua kesempatan. Sebaliknya banyak juga yang enggan menggunakan pola ini, karena mereka berpendapat dan berusaha meyakinkan bahwa kita cukup bersandar pada pola berpikir yang rasional saja. Semua pendapat itu tentu saja kurang tepat, karena sesungguhnya kedua pola pikir ini saling melengkapi. Pada saat pola berpikir vertikal yang umum itu tidak mampu menemukan suatu jalan keluar, ataupun pada saat kita membutuhkan berbagai ide-ide yang baru, maka seyogyanya pola berpikir lateral itu harus kita gunakan.

           

Sumber tulisan dan gambar :

1. Berpikir Lateral, Edward de Bono, Binarupa Aksara, 1990

2. Penerapan Pola Berpikir Lateral, Edward de Bono, Binarupa Aksara, 1991

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun