Pernah nyaris tenggelam. As baling-baling (pernah) patah ditengah laut padahal, lebih kurang 3 jam lagi akan merapat di dermaga Pokai, Siberut Utara (Mentawai). Jadwal keberangkatan yang tidak menentu. Sering “rusak” padahal cukup rutin diservis. Itulah sedikit gambaran tentang Kapal Motor (KM) Simasin. Sementara KM Nade, kapal yang seharusnya diperuntukkan untuk mengangkut barang-barang ini, “terpaksa” dialihfungsikan untuk penumpang. Kapal ini melayani penumpang antar pulau di Mentawai (menggantikan KM Subbulat yang sudah jadi bangkai). Belum lagi “jalannya” yang mirip dengan kura-kura. Itulah dua kapal Pemda Mentawai (Simasin dan Nade) tersisa yang diperuntukkan untuk penumpang (Simasin melayani rute Padang – Siberut Utara, Nade melayani rute antar pulau).
Hingga saat ini, sarana transportasi laut Mentawai (masih) kacau balau. Padahal usia kabupaten kepulauan ini hampir 13 tahun (4 Oktober 2012 nanti). Seharusnya dengan usia segitu, masalah ini sudah terpecahkan dari dulu sejak Mentawai resmi menjadi kabupaten pada tanggal 4 Oktober 1999 lalu. Disini terlihat ketidakbecusan dan ketidakseriusan Pemda Mentawai membangun dan memajukan daerah ini. Mereka hanya memikirkan perut mereka sendiri. Dalam benak mereka (mungkin) hanyalah bagaimana memperkaya diri selama berkuasa dan mengumpulkan harta sebanyak-banyaknya. Mereka tentu orang-orang berpendidikan. Mereka tentu tahu bahwa salah satu cara untuk membangun/memajukan suatu daerah adalah lancarnya transportasi (baik darat, laut, ataupun udara). Apalagi Mentawai. Daerah kepulauan ini tentu sangat membutuhkan akses transportasi laut yang lancar dan tersedia setiap saat. Tapi justru itu yang menjadi masalah klasik sampai saat ini.
Ketidaklancaran Transportasi Laut di Mentawai
Saat ini untuk akses Padang – Mentawai (atau sebaliknya) dilayani oleh Ambu-ambu (milik ASDP) dengan rute Padang – Tuapeijat setiap hari minggu, Padang – Sikakap setiap hari selasa dan Padang – Siberut Selatan setiap hari Kamis, berangkat dari Pelabuhan Bungus, Teluk Kabung. Sementara Kapal Simasin melayani rute Padang – Siberut Utara setiap hari senin, berangkat dari pelabuhan Muara Padang. Namun karena as baling-baling Simasin patah (dan sampai saat ini tidak jelas bagaimana perkembangan perbaikannya), praktis untuk rute Padang – Siberut Utara kosong. Sehingga penumpang dari Siberut Utara yang mau ke Padang, terpaksa naik Nade (kapal antar pulau) ke Tuapeijat, baru dari Tuapeijat ke Padang dengan Ambu-ambu. Biasanya setiap pelayaran dari Padang – Tuapeijat (ataupun sebaliknya) dengan Ambu-ambu, jumlah penumpang selalu membludak. Hal ini disebabkan karena Tuapeijat adalah ibukota kabupaten jadi semua orang berbondong-bondong datang kesana untuk “mengadu” nasib. Bisa Anda bayangkan betapa membludaknya lagi penumpang jika ditambah dengan mereka yang dari Siberut Utara tadi?
Untuk rute kapal Ambu-ambu Padang- Sikakap ataupun Padang – Siberut Selatan, biasanya jumlah penumpang tidak terlalu membludak. Hanya pada momen-momen tertentu misalnya pada saat Lebaran atau Natal. Nah, untuk rute Padang – Siberut Utara, dari dulu memang sudah tidak lancar. Entah kenapa kecamatan yang satu ini terkesan “dipinggirkan” oleh Pemda Mentawai. Tahun 2011 lalu, camat Siberut Utara saat itu juga pernah mengirimkan surat kepada Bupati dan ASDP Pusat agar Ambu-ambu juga “mampir” ke Siberut Utara, namun sampai saat ini belum digubris. Dulu Ambu-ambu pernah dua kali seminggu melayani rute Padang – Tuapeijat (setiap hari minggu dan kamis, pada minggu ke- I dan III). Sementara rute Padang – Siberut Selatan sekali dalam dua minggu pada hari kamis (setiap minggu ke II dan IV). Namun setelah terjadi perubahan jadwal (Padang – Tuapeijat hanya sekali seminggu), membludaknya jumlah penumpang tak dapat lagi dihindari. Selain Ambu-ambu, ada juga satu kapal yang melayani rute pelayaran Padang – Sioban – Tuapeijat yaitu kapal Sumber Rezeki Baru (milik swasta) yang dikelola oleh PT. Asimi, berangkat setiap hari jumat dari pelabuhan Muara Padang. Namun, keberadaan kapal ini belum mampu mengatasi membludaknya penumpang dari Padang – Tuapeijat (ataupun sebaliknya). Sebenarnya ada satu lagi kapal Pemda Mentawai yaitu Beriloga. Namun, kelihatannya kapal ini sudah tidak sanggup lagi menghadapi ganasnya lautan sehingga hanya bisa ngetem di pelabuhan Bungus. Padahal usianya baru 9 tahun (beroperasi sejak tahun 2003), jauh lebih muda dibandingkan kapal Sumber Rezeki Baru. Tapi karena perawatan yang asal-asalan akhirnya Beriloga harus mengakhiri petualangannya dilautan lebih dini.
Pengaruh Terhadap Pembangunan Daerah
Pembangunan Mentawai sampai saat ini masih tersendat. Hal ini mungkin yang menyebabkan Mentawai termasuk ke dalam salah satu daerah tertinggal di Provinsi Sumatera Barat. Tak bisa dipungkiri bahwa ketidaklancaran sarana transportasi laut (khususnya) berdampak signifikan terhadap kemandekan pembangunan daerah. Kalau sarana transportasi tidak lancar, tentu roda perekonomian masyarakat juga tersendat. Infrastruktur lain seperti jalan-jalan utama juga berpengaruh terhadap pembangunan/kemajuan suatu daerah. Jangankan di kecamatan-kecamatan, di Tuapeijat sendiri yang notabene adalah ibukota kabupaten, jalan utamanya saja belum beres. Jalan utama yang bagus itu hanya dari Km 0 – 5. Sementara mulai dari Km 6 keatas jalannya tidak terlalu bagus alias “bergelombang”. Bahkan di Km 8 ada satu jembatan dimana ketika hujan, maka akan berubah menjadi kubangan kerbau. Jembatan itu berada sebelum SMP N 2 yang ada di Tuapeijat. Padahal setiap hari mobil-mobil dinas dan para pejabat lewat disana. Entah kenapa sampai sekarang belum ada perbaikan.
Fasilitas-fasilitas layanan publik seperti rumah sakit daerah juga masih ada setelah Km 5 tadi, yaitu di Km 9. Apa salahnya jalan utama yang ada di Tuapeijat diperbaiki. Supaya nanti ketika ada tamu dari Provinsi/Pusat yang berkunjung, Pemda Mentawai tak merah mukanya karena harus menahan malu.
Dengan kondisi seperti itu tentu para investor pun tentu akan berpikir dua kali kalau mau menanamkan modal di Mentawai. Tidak salah memang kalau Mentawai termasuk salah satu daerah tertinggal di Sumatera Barat. Karena dari beberapa kriteria penilaian daerah tertinggal seperti perekonomian masyarakat, SDM, prasarana, kemampuan keuangan lokal dan aksesibilitas, Mentawai masih jauh tertinggal.
Segera Benahi
Ketidaklancaran transportasi laut di Mentawai harus segera diselesaikan. Ini tentunya menjadi tugas bagi Pemda Mentawai saat ini. Apalagi Pemerintah yang berkuasa saat ini (Bupati dan Wakil Bupati) adalah “orang-orang lama” yang sudah tahu kondisi ini sejak dulu. Karena sebelum mereka naik menjadi orang yang berkuasa di Mentawai, mereka telah malang melintang sebelumnya di DPRD. Belum lagi bupati sekarang adalah mantan wakil bupati periode sebelumnya, tentunya dia sudah “lebih tahu”. Jadi tidak ada lagi alasan untuk tidak segera membenahi prasarana (khususnya transportasi laut) di Mentawai setidaknya sampai jabatan mereka berakhir pada 2016 mendatang.
Selain masalah transportasi, masalah telekomunikasi juga perlu segera dibenahi oleh Pemda Mentawai. Sepertinya Pemda perlu melakukan penambahan tower penangkap sinyal di masing-masing kecamatan agar sinyal tidak putus-putus ketika sedang menelepon. Sudah hampir 13 tahun pun usia Mentawai, masa telekomunikasi belum lancar-lancar juga? Selain itu, ada baiknya Pemda Mentawai mulai mempertimbangkan untuk membeli (tidak menyewa lagi dari ASDP) tiga buah kapal besi seperti Ambu-ambu untuk mengatasi masalah transportasi laut yang selama ini tidak lancar. Kapal-kapal inilah yang nanti akan diperuntukkan untuk melayani rute Padang – Tuapeijat, Padang – Sikakap dan Padang – Siberut. Jadi untuk masing-masing pulau dilayani oleh satu kapal. Selain untuk investasi, pendapatan dari uang tiket yang masuk tentu akan masuk ke kas Pemda Mentawai juga. Mungkin Pemda Mentawai tertarik dengan usulan ini. Bagaimana?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H