PERALIHAN JURNALIS
Kesadaran akan perkembangan multimedia tidak hanya sebatas dialami para entrepreneur melainkan juga sudah disadari oleh para jurnalis masa kini, seperti yang sudah saya tulis sebelumnya pada artikel sebelumnya "Multimedia, Mainan Anak Kekinian". Semakin banyak warganet yang bisa berkontribusi terhadap produksi informasi akhirnya membuat para jurnalis profesional waspada.Â
Berawal dari kewaspadaan ini para jurnalis profesional mulai belajar untuk menyesuaikan dengan perkembangan yang ada, pembelajaran tersebut tentu saja tidak lepas dari tuntutan media yang dinaungi. Munculnya istilah 'Youtube lebih dari TV' juga membuat media merubah caranya dalam memproduksi hingga mendistribusikan pesan. Media konvensional seperti televisi (TV), radio, dan koran tidak hanya berkontribusi pada khalayak melalui lini yang sama pula namun mereka mulai menjamah media kontemporer yakni internet.Â
Pada beberapa kajian praktik ini disebut dengan konvergensi media, maksudnya ialah satu prusahaan media bergerak pada lini media massa yang beragam contohnya seperti PT Kompas Media Nusantara tidak lagi berkontribusi melalui TV dan koran, kini mereka sudah memiliki akun website kompas.com untuk berita tulisan dalam jarngan (daring) serta Kompas TV sebagai channelYoutube nya. Peralihan ini tentu saja diberlakukan agar media memenuhi kebutuhan khalayaknya sekaligus sebagai cara suatu perusahaan media bertahan.
"JAMAN SATU JEMPOL"
Saat ini jurnalis lepas (freelancer journalist) pun dapat berkontribusi lebih efisien lagi dikarenakan perkembangan multimedia. Tuntutan khalayak yang kerap tidak dipenuhi oleh media konvensional justru membuat para jurnalis ini memanfaatkan kesempatan yang ada. Hampir seluruh media sosial saat ini digunakan sebagai pusat informasi yang aktual karena cenderung lebih gampang untuk diakses.Â
Hal ini tentu saja dikarenakan 'jaman satu jempol', yakni jaman saat orang-orang dapat mengakes apapun melalui gawai (gadget) cukup dengan sentuhan satu jempolnya. Informasi yang aktual ternyata memenuhi kebutuhan khalayak, karena saat ini khalayak tidak ingin kalah eksis dengan orang lain, sehingga mereka berusaha semaksimal mungkin untuk mendapatkan tempat hiburan yang instagramable, maksudnya tempat tersebut cocok untuk dijadikan tempat foto-foto lalu diunggah ke akun instagram.Â
Tak jarang informasi yang mereka dapatkan juga dari instagram yang mana akunnya memuat ulasan dari para jurnalis lepas yang berkontribusi pada akun tersebut. Instagram memberikan para jurnalis kemudahan untuk memuat informasi dengan suguhan visual yang ciamik, sehingga informasinya berakhir viral di kalangan khalayak. Praktik ini dapat dilihat pada video berikut
JURNALISME MASA DEPAN
Oleh karena itu hal ini tentu saja berpengaruh pada jurnalisme masa depan (future journalism), saat di mana jurnalis dituntut untuk bisa melihat kesempatan bahwa visualisasi sangat didambakan oleh khalayak. Keinginan khalayak tidak semata-mata disimpulkan dari informasi yang viral, namun tentu saja didukung oleh data yang didapat dari badan penelitian media seperti Nielsen, remotivi, atau bahkan dari bagian penelitian perusahaan media.Â
Jurnalisme di masa depan nantinya akan mengarah pada visualisasi berita yang lebih besar dibanding tulisan sehingga jurnalis dituntut untuk memiliki kemampuan berpikir serta skill untuk menggabungkan tulisan beserta visualisasi yang menarik bagi khalayak. McAdams mendefinisikan ulang mengenai jurnalisme multimedia dalam "(Re)defining multimedia journalism New storytelling forms inspire us".Â
Ia menyimpulkan bahwa saingan jurnalis masa kini ialah robot yang bisa bekerja sangat cepat dan menghasilkan informasi sesuai kebutuhan khalayak. Tantangan yang ditemukan ialah cara jurnalis harus menghasilkan informasi yang membuat khalayak merasa penting untuk membacanya, bukan jurnalis yang harus memenuhi kebutuhan informasi khalayak. Maka dari itu jurnalis harus bisa membuat tulisan dengan gaya story telling sehingga dapat memikat keinginan khalayak untuk mengakses informasi.