Angkringan, Mengudap rasa sahaja. Sumber : parakan.blogspot
Angkringan, di tempat kecil ini menjadi ruang berkumpul, mahasiswa, sopir, tukang becak dan orang kecil berkumpul mengudap rasa. Di tempat inilah mereka membuang kesal, bernostalgia dan mencipta rasa dalam dialog bernada sahaja. Disinilah kata orang, tempatnya melepaskan beban (sambil minum teh atau kopi tentunya). Sindhunata menyebutnya, tempat orang-orang kecil dan miskin makan dan minum, mengemil dan menyeruput.
"...Tapi apa yang diseruput dan ngemil bukanlah sekedar jajan dan makanan, melainkan juga hati dan rasa. Bisa lama-lama mereka mengudap di sana...masih hangat saja hati mereka, masih tak habis makanan mereka, masih tak habis juga rasa yang hendak mereka kunyah". (Sindhunata, dalam basis 1996 : Mengudap Rasa di Warung Kemangi).
Sindhunata mencoba memahami realitas orang-orang yang berkumpul di tempat kecil ini. Orang-orang yang suka berkumpul dan ngobrol hingga suntuk. Di tempat ini hanya dilengkapi gerobak dan tenda, dilengkapi perkakas ; tungku, teko, dan makanan sederhana-tempe goreng, tahu goreng, nasi kucing dan sate ayam menjadi pelengkap kudapan di tempat itu. tak lupa, radio tua dengan dual frekuensi AM/FM menempel di sudut gerobak. Pas di ujung menggangantung, disini mereka mendengarkan berita sembari menyeruput teh/kopi. Dan ditempat ini diterangi lampu pelita atau bohlam 5 watt sudah cukup meluapkan rasa seluas samudra. Tak ada lain, makan gak makan asal ngumpul.
Disetiap sudut jalan di kota Jogja tempat ini bisa ditemukan, tempat ini menjadi arena bergumul merebut tempat dibangku kayu. Selalu buka dari pagi hingga menjelang malam menutup waktu. Mungkin disinilah "ruang publik imajiner" itu tercipta. Â Disinilah tempatnya orang menyatu mengudap rasa. Merasa seruang dan merdeka.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI