Pendidikan merupakan hal yang terpenting dalam kehidupan manusia, karena dengan pendidikan potensi seseorang akan terasah dan berkembang sehingga dapat menentukan masa depan masing-masing individu. Menurut Ki Hajar Dewantara pendidikan adalah daya upaya untuk memajukan budi pekerti (karakter, kekuatan bathin), pikiran (intellect) dan jasmani anak-anak selaras dengan alam dan masyarakatnya. Keberhasilan pendidikan dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya yaitu personel sekolah. Istilah personel sekolah menurut dimaksudkan sebagai semua tenaga yang ada di sekolah dan mencakup berupa tanaga edukatif dan administrasif.
Personel sekolah dapat meliputi tenaga pendidik dan tenaga kependidikan yang keduanya memiliki peran yang sangat strategis. Dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 1 Ayat (6) disebutkan bahwa pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, isntruktor, fasilitator, dan sebutan lain sesuai dengan kekhususannya serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan. Pelaksanaan pendidikan terutama di sebuah sekolah, guru merupakan komponen terpenting untuk dapat berjalannya sebuah pembelajaran. Tanpa kehadiran guru maka tidak akan terjadi kegiatan belajar mengajar di sekolah. Sesuai dengan Undang-Undang No. 14 Tahun 2005 tentang guru dan dosen Pasal 1 Ayat (1) disebutkan bahwa guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Guru adalah figur manusia yang menempati posisi dan mempunyai peranan penting dalam pendidikan. Peran guru sangat diperlukan untuk mendidik, membimbing, dan pendorong.
Guru juga sebagai penyampai ilmu, penggerak, dan penasihat. Ibaratnya adalah guru sebagai lukisan yang akan dicontoh oleh peserta didik. Pada dasarnya baik buruk hasil lukisan tergantung contoh yang diberikan oleh guru. Sebuah pepatah yang mengatakan guru adalah digugu dan ditiru. Dengan arti lain guru harus memiliki peran penting sebagai role model atau teladan bagi peserta didik terutama seorang anak usia sekolah dasar yang akan senantiasa mengikuti segala tingkah laku yang dilakukan gurunya ketika di sekolah, karena di usia seperti itu anak masih mudah untuk mencontoh bahkan menganggap guru sebagai idolanya melebihi orang tua mereka sendiri. Melihat peran tersebut maka sudah menjadi kejelasan bahwa seorang guru harus mempunyai kepribadian yang baik dan benar. Hal tersebut didasari karena tugas guru tidak hanya mengajar, namun juga menanamkan dan mengembangkan nilai-nilai karakter siswa. Guru selalu dituntut menjalankan profesi yang menunjukkan profesionalisme, tidak adapun indikator yang mebedakan guru honorer di swasta dan negeri.
Diskriminasi Guru Honorer di sekolah Swasta
Guru memiliki peran krusial dalam mengembangkan potensi anak-anak tanpa membedakan latar belakang apapun sehingga dituntut mendistribusikan nilai keadilan kepada anak-anak. Guru selalu dituntut adil tapi keadilan bagi guru masih jauh dari harapan terutama yang dirasakan oleh guru hononer di sekolah swasta. Ketidakadilan tersebut diperpanjang bahkan menujuh kesengsaraan dari informasi Sekretaris Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan Kemendikbudristek, Temu Ismail menjelaskan apakah guru swasta bisa mendaftar PPPK 2024.
Sesuai dengan pengaturan yang ada di KemenPANRB terkait dengan mekanisme PPPK guru, pelamar dari sekolah swasta yang dapat melamar hanyalah pelamar prioritas yang P1," kata Temu Ismail melalui unggahan Capaian Merdeka Belajar dan Seleksi ASN PPPK Guru 2024 dalam Instagram Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan, Nunuk Suryani. Artinya bahwa yang menjadi diprioritaskan guru honorer di sekolah negeri sehingga memiliki peluang dan hak yang lebih tinggi dari pada guru di sekolah swasta yang mayoritas tidak mendapatkan akses mengikuti seleksi P3K, kecuali bagi yang sudah digolongkan dalam pelamar utama. Sedangkan bagi guru honorer di sekolah negeri tidak mendapatkan peraturan tersebut.
Guru memiliki tanggung jawab besar dalam mencerdasakan anak bangsa menuju peradaban Indonesia yang baik terutama dalam menyelesaikan berbagai problem nilai-nilai kehidupan. Mendidik anak-anak juga tidak mengenal guru berstatus aparatul sipil negara, bersertifikasi, yang wajib memiliki totalitas dan pengorbanan paling tinggi. Namun, menjadi perkerjaan bersama bagi yang memiliki status sebagai guru yang honorer di sekolah negeri maupun swasta. Guru dintuntut melaksankan pembelajaran untuk menanamkan ilmu, rasanya tidak cukup sehingga perlu mendampingi perkembangan karakter anak-anak. Â Pada sisi lain, guru di sekolah swasta yang sudah sertifikasi juga mendapatkan honor yang tidak adil dalam mendapatkan haknya dibandingkan dengan guru yang mengajar di sekolah negeri sedangkan tugas dan tanggung jawab dalam kegiatan pembelajaran sama. Pemerintah seharusnya membuka mata hati untuk membantu guru honorer yang secara finansial perlu diakomodir untuk meningkatkan kualitas hidup, bukan selalu meningkatkan kesejahteraan guru yang sudah berstatus pegawai, tetapi pekerjaan belum tentu maksimal sesuai upah yang berikan. Kurangnya perhatian dari pemerintah terhadap kontribusi guru honorer di sekolah swasta dapat mengakibatkan menurunnya etos kerja guru dalam mendidik anak-anak.
Potensi kurangnya profesionalisme guru honorer di sekolah swastaÂ
Kabar buruk kepada para mahasiswa yang fast graduate dan guru yang belum memiliki waktu mengajar menjadi tergeser oleh sistem yang dirasakan kurang berasaskan nilai keterbukaan dan keadilan. Perasaan kurang adil secara kedudukan, ekonomi bahkan status sosial menjadi faktor pendorong terkikisnya nilai profesionalisme yang wajib diemban oleh seorang guru. Peran guru diharapkan mampu memberikan role model yang baik kepada peserta didik agar dapat dicontoh oleh peserta didik baik dalam gaya komunikasi, penampilan dan kedisiplinan mengalami penurunan seperti seringkali mengeksplorasikan intonasi yang bernuansa kasar, penampilan yang kurang rapi dari gaya berpakaian serta keterlambatan dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar maupun absen karena alasan yang tidak rasional. Guru sebagai inspirator menjadi semakin langkah dan tidak banyak ditemukan lagi dalam lembaga-lembaga pendidikan karena telah membangun sugesti kerisauan hidup. Agen perubahan yang berakar dari gerakan guru mulai sirna disebabkan oleh sikap apatis zona nyaman yang menumpulkan perubahan itu sendiri. Peran guru dalam evaluasi juga menjadi subjektif bukan lagi objektif. Degradasi nilai profesionalisme guru disebabkan oleh faktor utama perihal distribusi keadilan panggung, Â finansial, status, Â yang tidak merata bagi guru sehingga berdampak pada pola pendidikan yang tidak maksimal
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H