"Kita berbeda untuk saling melengkapi, bukan untuk saling meniadakan." ~ Gus Dur
Ekskursi lintas agama yang diadakan oleh Kolese Kanisius di Pesantren Modern Daarul Uluum Lido, Cigombong, Kabupaten Bogor, menjadi sebuah langkah nyata dalam memupuk kebersamaan dan toleransi antarumat beragama. Selama tiga hari, saya, Patrick Ayrton, bersama teman-teman Kanisian lainnya berkesempatan untuk tinggal dan berbaur dengan para santriwan dan santriwati yang beragama Islam. Kegiatan ini memberikan kami pengalaman langsung dalam menjalani kehidupan pesantren, merasakan rutinitas mereka, dan memahami makna keberagaman dalam kerangka persatuan.
Setibanya di pesantren, kami disambut dengan senyum hangat dari para santri. Mereka menerima kami bukan sebagai tamu asing, tetapi sebagai sahabat baru yang ingin mengenal kehidupan mereka lebih dalam. Suasana keakraban pun terbentuk dengan cepat. Selama tiga hari di sana, kami turut serta dalam berbagai aktivitas sehari-hari para santri, mulai dari mengaji, sholat berjamaah di masjid, hingga mengikuti kelas dan kegiatan belajar. Saya bahkan berkesempatan untuk belajar menanam di kebun pesantren, yang mengajarkan saya pentingnya kemandirian dan kerja keras.
Menginap di asrama bersama para santri menjadi pengalaman yang sangat berharga. Kami melihat bagaimana mereka hidup jauh dari hiruk-pikuk dunia digital. Tanpa handphone, mereka mengisi waktu luang dengan membaca, berdiskusi, atau mengikuti berbagai kegiatan ekstrakurikuler. Saya sangat terkesan dengan semangat mereka dalam belajar dan menjalani kehidupan sederhana namun penuh makna. Di tengah keterbatasan teknologi, mereka tetap mampu berkreasi dan mengisi waktu dengan hal-hal yang bermanfaat. Hal ini membuat saya merenungkan bahwa kebahagiaan sejati tidak selalu berasal dari hal-hal material atau digital, melainkan dari kedekatan dengan sesama dan ketulusan dalam menjalani hidup.
Salah satu momen yang paling berkesan bagi saya adalah ketika kami bersama-sama mengaji di masjid pesantren. Sebagai seorang Katolik, pada awalnya saya merasa canggung. Namun, perasaan itu berubah ketika saya menyadari bahwa kehadiran saya diterima dengan tulus. Para santri tidak memandang saya berbeda karena agama yang saya anut. Sebaliknya, mereka mengajak saya untuk ikut serta, menjelaskan arti ayat-ayat yang mereka baca, dan berbagi makna yang mereka yakini. Pada saat itu, saya menyadari bahwa di balik perbedaan yang tampak, ada kesamaan mendasar yang mengikat kita semua sebagai manusia: keinginan untuk mencari kebenaran, ketenangan, dan kedamaian dalam hidup.
Ekskursi ini tidak hanya memberikan kesempatan untuk memahami kehidupan sehari-hari di pesantren, tetapi juga untuk mendiskusikan isu-isu yang lebih besar. Kami berbincang tentang tantangan yang dihadapi masyarakat Indonesia dalam menjaga keberagaman, serta bagaimana kita sebagai generasi muda dapat turut serta dalam menjaga persatuan. Diskusi-diskusi ini membuka wawasan saya tentang pentingnya saling menghormati dan merayakan perbedaan sebagai kekayaan bangsa, bukan sebagai sumber konflik.
Kami juga berkesempatan untuk mengikuti kegiatan pemilihan umum OSIS mereka, di mana kami menonton debat calon OSIS. Melihat para santri menyampaikan visi dan misi mereka dengan penuh percaya diri memberikan wawasan tentang bagaimana mereka mempersiapkan diri untuk memimpin dan berkontribusi bagi komunitas mereka. Debat tersebut tidak hanya menunjukkan kemampuan berpikir kritis para calon, tetapi juga menyoroti nilai-nilai demokrasi yang mereka junjung tinggi, meskipun dalam lingkup yang lebih kecil.
Dalam kehidupan sehari-hari, perbedaan agama sering kali menjadi alasan munculnya ketegangan dan konflik. Namun, melalui ekskursi ini, saya belajar bahwa perbedaan tidak harus menjadi penghalang. Sebaliknya, perbedaan dapat menjadi jembatan untuk saling memahami dan melengkapi. Ketika kita membuka hati dan melihat orang lain bukan dari label agamanya, tetapi sebagai sesama manusia yang memiliki harapan dan impian, kita akan menemukan bahwa jauh lebih banyak hal yang menyatukan daripada yang memisahkan.
Sebagai penutup ekskursi, kami menampilkan pentas seni bersama. Dalam kelompok kecil yang terdiri dari Kanisian dan santri, kami menyiapkan pertunjukan yang menggambarkan nilai-nilai persahabatan dan toleransi. Proses persiapan pentas ini penuh dengan canda tawa dan kerja sama. Kami berbagi cerita tentang kehidupan di sekolah masing-masing, bercanda tentang hal-hal sederhana, dan bersama-sama menciptakan kenangan yang tak terlupakan. Saat kami tampil di hadapan teman-teman dan para guru, saya merasakan kebersamaan yang tulus -- perasaan bahwa kita semua, meskipun berasal dari latar belakang yang berbeda, adalah bagian dari komunitas yang lebih besar.
Ekskursi lintas agama ini memberikan kesadaran baru akan pentingnya toleransi. Saya menyadari bahwa toleransi bukanlah sesuatu yang datang dengan sendirinya, melainkan harus dipupuk melalui pengalaman nyata dan kemauan untuk membuka diri. Pengalaman menginap di pesantren, berbaur dengan para santri, mengikuti kegiatan mereka, dan berdiskusi tentang makna hidup dan keberagaman, semuanya adalah bagian dari proses yang membentuk diri saya menjadi pribadi yang lebih terbuka dan menghargai perbedaan.
Ekskursi ini bukan sekadar perjalanan tiga hari, melainkan sebuah proses pembelajaran yang mendalam. Setiap peristiwa, dari momen mengaji bersama hingga bekerja di kebun, menjadi bagian dari pelajaran yang akan saya bawa sepanjang hidup. Melalui pengalaman ini, saya berharap dapat menjadi agen perubahan, menjaga semangat toleransi, dan terus membangun jembatan di tengah keberagaman.
Sebagai refleksi, kegiatan ini mengingatkan saya bahwa pendidikan karakter tidak hanya terjadi di dalam kelas, tetapi juga melalui interaksi langsung dengan orang lain yang berbeda dari kita. Ekskursi lintas agama ini memberi saya kesempatan untuk belajar tentang orang lain, tetapi juga tentang diri saya sendiri -- tentang bagaimana saya dapat lebih terbuka, lebih memahami, dan lebih mencintai sesama manusia. Dan pada akhirnya, bukankah itu tujuan sejati dari pendidikan?
Saya berharap bahwa pengalaman ini dapat menjadi inspirasi bagi teman-teman lain untuk terus menjalin persahabatan lintas agama dan budaya. Kita semua memiliki peran dalam menjaga keberagaman dan membangun masyarakat yang inklusif. Mari kita mulai dengan langkah kecil, dengan membuka hati dan pikiran, karena dari situlah perubahan besar dapat dimulai.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H