Latar belakang Buya Hamka sebagai ulama Muhammadiyah dan sastrawan Indonesia membuat karya-karyanya mengandung nilai-nilai ajaran agama Islam. Tak jauh berbeda dengan novel ini, Hamka juga memasukkan ajaran agama Islam ke dalamnya. Jazuli, si perantau yang datang dengan harapan untuk bisa menjadi saudagar kaya raya yang dilimpahi oleh kepuasaan material semakin lama semakin meninggalkan Tuhan. Ia seperti kehilangan akal sehat dan percaya dengan ilmu gaib yang diperkenalkan oleh Kadri, anak buah yang sering kali menghasutnya untuk menjauhi teman lamanya, bahkan sampai memecat Fauzi.
Novel Tuan Direktur ini menceritakan, Jazuli, seorang pengusaha kaya raya yang datang dari Banjarmasin ke Surabaya dengan kantong yang kosong. Hanya dengan modal keyakinan ia dapat membuktikan keberhasilannya dalam membangun kedai emas dan intan yang besar. Keberhasilannya dalam membangun usaha membuat Jazuli lupa akan sahabat-sahabat lamanya yang menjadi teman saat ia masih susah dulu. Ia sekarang berubah menjadi orang yang serakah akan kekayaan duniawi, apapun dilakukannya untuk mendapatkan sesuatu yang ia mau.
Disisi lain, ada seorang tokoh bernama Pak Yasin, seorang pemilik tanah yang tanahnya ingin dibeli secara paksa oleh Jazuli. Watak yang dimiliki oleh dua tokoh utama ini sangatlah bertolak belakang. Pak Yasin merupakan orang tua yang sederhana, murah hati, dan dekat dengan Tuhan, serta kehidupannya yang dikelilingi kesederhanaan dan kerukunan. Perbedaan watak yang dimiliki kedua tokoh utama tersebut membuat kita membuka mata lebar-lebar akan keserakahan yang manusia miliki. Termasuk bagaimana uang dapat membuat kita menghalalkan segala cara dan mempengaruhi akal sehat kita.
Karya sastra merupakan suatu ungkapan perasaan dari penulis dengan mengungkapkan ide, wawasan, pengalaman, maupun pemikiran. Pendekatan kritik sastra pragmatik sendiri adalah suatu pendekatan yang memandang karya sastra sebagai sarana untuk menyampaikan tujuan tertentu kepada pembaca. Contohnya adalah untuk menyampaikan pendidikan moral, pendidikan agama, dan juga pendidikan sosial. Selain itu kritik sastra pragmatik menitikberatkan pada peran pembaca sebagai penghayat dalam menilai baik atau buruk, layak atau tidak layak, bernilai atau tidak bernilainya suatu tulisan.
Hamka (1939) menyatakan bahwa :
Jika orang berlari mengejar kekayaan uang, dengan tidak sadar, orang itu berlari mencari sahabat yang akan mengangkat-akat, dengan tidak sadar ia pun telah miskin sahabat yang sanggup menunjukkan budi bahasa yang baik. Dia pantang diberi nasihat jujur. Siapa saja yang memberinya nasihat jujur dipandang sebagai musuh lalu dijauhi. Tetapi tukang pengambil muka, tukang puji dan sanjung, itulah yang berkumpul di dekatnya sekarang ini
Sebagai manusia, kita kerap kali tidak sadar bahwa perubahan status sosial akan mempengaruhi diri kita dalam berperilaku dan juga dalam memilih teman. Disini, penulis ingin menyampaikan bahwa orang yang hidupnya hanya ingin mencari kekayaan, ia akan kehilangan arah dalam mencari teman sejati. Orang kaya itu akan memilih untuk berteman dengan orang yang memuji dan mengangkat-akatnya. Lalu, teman yang benar-benar tulus hati akan ditinggalkannya. Â
Menurut Hamka (1939), "Sebagai penutup, saya tegaskan sekali lagi, bahwa dalam kehidupan, saya tidak bergantung pada orang lain, tetapi tegak diatas kaki sendiri" (halaman 18) dan "Sebab ia teringat itulah yang sebaik-baiknya, yaitu semua orang buruk, orang dusun, dan orang yang tidak dapat bergaul di kota harus disapu bersih dari perusahaannya" (halaman 58). Dari kutipan  ini penulis ingin menyampaikan betapa congkak dan sombong nya Tuan Direktur. Padahal sebagai makhluk sosial kita tidak mungkin bisa bekerja sendiri dalam segala hal. Kita pasti memerlukan dan bergantung kepada orang lain untuk membantu kita dalam melaksanakan beberapa hal yang mungkin kita tidak bisa kerjakan sendiri. Dalam mempekerjakan orang lain, kita tidak boleh melihat latar belakang orang lain, berdasarkan tempat ia lahir maupun tempat ia tinggal. Apalagi hanya karena kemampuan bergaulnya.
Dalam novel ini diceritakan juga, mengenai Jazuli yang lebih percaya kepada ilmu gaib dari pada dirinya sendiri. Menurut Hamka (1939), "Lama-lama hilanglah kepercayaan kepada dirinya sendiri (halaman 43)." dan "Karena percaya kepada Kadri dan nasehatnya, percaya kepada ilmu gaibnya, Haji Nawawi, sahabatnya dulu, yang telah sama-sama datang berjuang di kota Surabaya waktu dahulu, telah renggang dan jauh (halaman 50)." Dari kutipan diatas kita tahu bahwa di zaman yang sudah modern ini masih banyak orang yang mempercayai takhayul. Padahal, percaya terhadap takhayul hanyalah untuk orang-orang yang tidak percaya dengan kemampuan dirinya sendiri.
Disisi lain, berbeda dengan Tuan Direktur, Pak Yasin yang merupakan seorang mantan pedagang lebih memilih untuk hidup sederhana dibanding berkelimpahan. Menurutnya dibanding hidup kaya raya, tapi harus mengkhianati teman sendiri. Ia lebih baik untuk hidup tentram dan bisa membantu fakir miskin, serta mempunyai tanah untuk beribadah pada hari tua. Disini, penulis ini menyampaikan bahwa daripada kita hidup dengan berkelimpahan harta tapi kehilangan sahabat. Lebih baik untuk hidup sederhana dan berkecukupan, tapi tetap bisa membantu sesama yang membutuhkan. Hal ini disampaikan melalui kutipan, menurut Hamka (1939), "Namun, setelah sampai disini, bapak lihat kalau ingin jadi orang kaya harus berlaku kejam kepada sesama manusia. Mundurlah bapak dari niat itu. Bapak ubah niat semula, yaitu biarlah jadi orang yang beroleh sesuap pagi dan sesuap petang saja (halaman 66)."
Hamka (1939) menyatakan bahwa
Bahwasanya kekayaan uang, tetapi miskin dalam persahabatan adalah kemiskinan sejati. Tandanya akhlak orang itu akhlak dan hatinya batu, batu yang telah dingin seperti dinginnya es batu. Janganlah engkau tertipu lantaran beroleh beberapa orang sahabat yang datang dari dunia yang bukan duniamu dan masyarakat yang bukan masyarakatmu. Itu bukan sahabat. Itu hanyalah kenalan (halaman 95).
Saat itu Pak Yasin, Jazuli, dan beberapa orang lainnya yang ditangkap dan ditahan di kantor polisi karena ada kesalahpahaman. Teman Pak Yasin yang merupakan seorang penjual sate, penjual sore, sampai pemandu kereta pun membantu urusan tanah, sehingga membuat iri Jazuli. Dari cerita yang disampaikan penulis, ia ingin mengutarakan bahwa janganlah kita berteman dengan orang yang hanya bisa membawa kesenangan semata. Sahabat sejati bukan hanya menemani kita di dalam kesenangan, tapi juga dalam kesusahan dan kesedihan. Â
Setelah kasus tersebut selesai, hormat tetangga sekitar terhadap Pak Yasin bukannya berkurang, tetapi semakin banyak. Ia juga memberikan wasiat kepada Fauzi, mantan anak buah Jazuli yang ingin membuka usaha baru. Menurut Hamka (1939), "Tegakkan cita-cita lebih dahulu sebelum berusaha. Misalnya berusaha karena ingin membela kaum buruh dan penganggur, ingin menongkat amal dan iman. Namun, kalau cita-cita awalmu dilupakan dan diganti dengan cita-cita mencari uang, itulah yang akan celaka (halaman 130)." Dari dua  kutipan diatas, penulis ingin menyampaikan bahwa dalam membangun usaha, haruslah kita mempunyai tujuan yang jelas. Sebab jika tujuan kita hanya untuk mencari uang, saat uang itu habis kita sudah tidak memiliki cita-cita lagi. Wasiat yang diberikan kepada Fauzi, ia pegang erat, sampai-sampai usaha batik miliknya menjadi sangat maju. Target pasar miliknya bukan hanya kancah Indonesia, tapi juga sampai luar negeri.
Novel Tuan Direktur karya Hamka banyak sekali mengandung pesan moral yang bisa diambil pembaca untuk diterapkan didalam kehidupan asli. Sehingga novel ini layak untuk dibaca oleh semua orang, terlebih lagi bagi orang-orang yang ingin membangun usaha baru. Melihat latar belakang Hamka yang juga seorang ulama, tidak heran jika di novel ini kita akan sering menjumpai ajaran-ajaran agama Islam yang tersirat di dalam dialog-dialognya. Kemudian novel ini juga menekankan nilai baik atau buruk dalam hidup.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H