"Multiple Intelligence" merupakan sebuah teori yang dikemukakan oleh Howard Gardner. Pada awalnya, Howard Gardner mempresentasikan ide "Multiple Intelligence" kepada audiens psikolog dalam bukunya "Frames of Mind" pada tahun 1983. Munculnya hipotesis multiple intelligences ini telah memicu minat yang cukup besar dalam dunia pendidikan.Â
Kecerdasan individu akhirnya dipandang sebagai gagasan baru yang menarik, hal ini berbeda dengan pandangan umum bahwa manusia hanya memiliki satu kecerdasan saja yang sering kita ketahui dengan I.Q. Gardner dalam Teori Multiple Intelligences menolak gagasan bahwa kecerdasan adalah satu bentuk kemampuan universal dan sebaliknya berpendapat bahwa ada delapan jenis kecerdasan.Â
Yang satu tidak lebih penting dari yang lain, namun beberapa mungkin membantu orang mencapai kesuksesan di bidang lain (University of the People, 2021). Gardner menunjukkan bahwa setiap orang memiliki keunikan yang berbeda-beda, termasuk didalamnya adalah kekuatan dan keterbatasan tersebut (Northern Illinois University Center for Innovative Teaching and Learning, 2020). Hal inilah yang menjadi gagasan dan faktor utama bagi Gardner untuk melihat kecerdasan dalam aspek-aspek yang berbeda.
Gardner membagi kecerdasaan seseorang ke dalam 9 kategori. Kecerdasan pertama adalah visual-spatial intelligence. Seseorang dengan kecerdasan ini akan sangat baik dalam membayangkan suatu hal. Orang-orang tersebut akan mahir dalam instruksi, melihat peta, membaca grafik, film, dan bahkan dunia fotografi. Kecerdasan kedua adalah linguistic-verbal intelligence. Untuk kecerdasan ini, seseorang akan mampu menggunakan dan mengembangkan keterampilan bahasanya dengan baik seperti membaca, berbicara, dan menulis.Â
Orang dengan kecerdasan ini sering memiliki kemampuan untuk mengingat dan mengungkapkan pengetahuan (lisan dan tulisan), suka membaca dan menulis, menyetujui atau menyampaikan presentasi yang menarik, dan menjelaskan berbagai hal dengan baik. Selanjutnya, kecerdasan ketiga adalah logical-mathematical intelligence. Orang dengan kecerdasan logika-matematis unggul dalam berpikir secara kritis, menemukan pola abstrak, dan menilai masalah secara rasional.Â
Orang-orang ini memiliki pendekatan konseptual untuk angka, koneksi, dan pola yang baik. Kecerdasan keempat adalah bodily-kinesthetic intelligence. Orang-orang dengan kecerdaan ini akan terampil dalam gerak tubuh, action performance, dan control fisik. Orang dengan kecerdasan kinestetik-jasmani berhasil dalam menari dan atletik, suka membuat sesuatu dengan tangan mereka, dan memiliki koordinasi fisik yang luar biasa.
Kecerdasan yang kelima adalah musical intelligence. Seseorang yang baik dalam musical intelligence akan berpikir dengan menggunakan pola, ritme, dan suara. Orang-orang tersebut akan memiliki apresiasi musik yang besar dan berbakat dalam komposisi musik dan pertunjukan. Selanjutnya, adalah interpersonal intelligence yang menjadi kecerdasan keenam dalam teori ini.Â
Orang-orang ini mahir dalam menentukan emosi, motif, tujuan, dan niat orang-orang di sekitar mereka. Mereka mahir dalam memahami dan berhubungan dengan orang lain. Ketujuh adalah intrapersonal intelligence. Seseorang dengan kecerdasan ini memiliki self-aware yang baik. Ia dapat menyelaraskan perasaan, nilai-nilai yang diyakini dalam proses berpikirnya sendiri.Â
Mereka cenderung akan menikmati waktu-waktu melakukan self-reflection. Kecerdasan kedelapan merupakan naturalistic intelligence. Ini merupakan kemampuan untuk mengenali dan mengkategorikan tumbuhan, hewan, bahkan benda-benda alam lainnya. Orang dengan kecerdasan naturalistik tertarik pada disiplin ilmu seperti botani, biologi, dan zoologi, dan mereka dapat dengan cepat mengatur dan membuat katalog pengetahuan. Nikmati berkemah, berkebun, hiking, dan mengalami alam luar yang menyenangkan. Kecerdasan yang terakhir adalah existential intelligence. Orang-orang dengan kemampuan ini akan lebih peka dan mampu untuk mengatasi keprihatinan mendalam tentang keberadaan manusia. Mereka cenderung memikirkan makna dan tujuan kehidupan manusia.
Teori "multiple intelligences" ini memberikan pengetahuan dan pandangan yang baru bagi guru dalam melihat kemampuan dan kapasitas yang dimiliki oleh siswa-siswi yang ada di dalam kelas. Mengetahui dan mempelajari akan teori ini membantu guru dapat menggunakan pendekatan kecerdasan yang berbeda di dalam kelas sehingga dapat membantu siswa dalam mencapai potensi dan kemampuan maksimal yang dimilikinya. Namun perlu diperhatikan bahwa gagasan yang diberikan oleh Gardner ini bukanlah "gaya belajar" yang dimiliki oleh siswa, tetapi lebih mencondong kepada kekuatan pada potensi yang dimiliki oleh siswa. Secara ideal, pada saat mengaplikasikan teori ini di dalam kelas.Â
Guru dituntut untuk dapat merancang pembelajaran yang menyesuaikan dengan kecerdasan yang dimiliki oleh masing-masing siswa di dalam kelas. Rancangan pembelajaran, penggunaan metode atau strategi pembelajaran hingga pemilihan media pembelajaran di dalam kelas bisa mengakomodir setiap gaya belajar tersebut. Jika kondisi tersebut dapat dilakukan, maka kapasitas siswa untuk mengembangkan kecerdasan yang dimilikinya akan semakin besar. Selain itu, siswa-siswa lainnya yang memiliki kecerdasan yang berbeda juga dapat meningkatkan kecerdasan miliknya yang mungkin bukan kecerdasan yang dominan.
Kondisi ideal tersebut bisa tercapai jika sekolah dan guru benar-benar telah memperhitungkan dari berbagai aspek sehingga kecerdasan setiap anak di dalam kelas dapat terfasilitasi. Namun, pada realita yang saat ini sering kali dihadapi kondisi untuk menilai, melihat, mengembangkan, dan mengevaluasi berdasarkan setiap kecerdasan anak yang berbeda-beda cenderung sulit dilakukan secara utuh.Â
Misalnya saja, dalam situasi kelas yang memiliki jumlah murid yang cukup banyak dengan guru di dalam kelas yang terbatas hanya satu guru. Kondisi ini membuat guru sulit untuk benar-benar dapat menilai dan mengamati kecerdasan masing-masing siswa di dalam kelas.Â
Selain itu, kondisi ini juga cukup sulit bagi guru untuk dapat merancang pembelajaran yang bisa mengakomodir keseluruhan kecerdasan tersebut. Kondisi lainnya yang menjadi penghalang adalah paradigma dari lingkungan sekitar. Jika, paradigma lingkungan masih melihat bahwa kecerdasan seorang anak terukur jika memiliki kemampuan logika matematika yang baik, mendapatkan nilai yang baik di dalam mata pelajaran-pelajaran tertentu. Maka, cukup sulit juga bagi sekolah untuk dapat mendorong siswa sehingga bisa melihat potensi yang ada di dalam dirinya.
Oleh karena itu, tidak hanya cukup teori ini diketahui oleh lembaga-lembaga pendidikan dan tenaga pendidik namun teori ini juga penting untuk diketahui oleh orangtua. Saat orangtua juga mengerti dan dapat melihat dengan pandanga yang berbeda akan potensi anak. Maka, orangtua bisa mendukung dan membantu anak untuk mengembangkan potensi tersebut secara maksimal. Akhirnya, anak bisa benar-benar mengembangkan dirinya sesuai dengan kecerdasan yang dia miliki secara optimal.
References
Baum, S., Viens, J., & Slatin, B. (2005). Multiple Intelligences in the elementary classroom: A Teacher's Toolkit. New York: Teacher College Press.
Campbell, B. (1996). Multiple Intelligences In The Classroom of The Seven Different Ways We Learn, Schools Focus on only Two. The Learning Revolution, 12.
Northern Illinois University Center for Innovative Teaching and Learning. (2020). Instructional guide for university faculty and teaching assistants. Retrieved from Howard Gardner's theory of multiple intelligences: https://www.niu.edu/citl/resources/guides/instructional-guide/gardners-theory-of-multiple-intelligences.shtml
University of the People. (2021). University of The People: The Education Revolution. Retrieved from What is the Multiple Intelligences Theory?: https://www.uopeople.edu/blog/what-is-the-multiple-intelligences-theory/
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H