Mohon tunggu...
Patricia Daniela
Patricia Daniela Mohon Tunggu... Guru - Teacher

Seorang guru SD kelas 6

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Nine Instructional Event Theory of Gagne

12 Oktober 2021   22:07 Diperbarui: 12 Oktober 2021   22:11 483
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 

Robert Gagne memberikan suatu teori belajar yang membawa pengaruh yang besar bagi dunia pendidikan. Gagne memberikan masukan terhadap rancangan instruksional pembelajaran yang dilakukan di dalam kelas. Model desain instruksional Gagne didasarkan pada model pemrosesan informasi dari proses mental yang terjadi ketika orang dihadapkan pada beragam rangsangan, dan berfokus pada tujuan pembelajaran dan bagaimana mengatur peristiwa instruksional tertentu untuk mencapai hasil tersebut (Khadjooi, Rostami, & Ishaq, 2011). 

Gagne memberikan 9 tahapan dalam melaksanakan suatu pembelajaran secara utuh di dalam kelas. 9 Tahapan ini merupakan suatu kesatuan yang saling berhubungan dan berkaitan sehingga tidak dapat terpisahkan. Gagne mengklaim jika setiap tahapan ini dilakukan dan diikuti dengan baik maka pembelajaran dapat meningkatkan transmisi pengetahuan dari persepsi melalui tahapan memori hingga berkembanga lebih jauh ke dalam tahapan kognitif siswa. Peristiwa instruksional Gagne didasarkan pada paradigma pembelajaran pemrosesan informasi kognitif.

Tahapan tersebut dikenal sebagai "nine instructional event" yang dapat dijabarkan sebagai berikut (Cullata, 2021);

  • Memberikan "attention" untuk menarik perhatian siswa (reception)
  • Menyampaikan tujuan pembelajaran kepada siswa (expectancy)
  • Membangun pengetahuan yang lalu (retrieval)
  • Menyajikan pembelajaran sebagai rangsangan (selective perception)
  • Memfasilitasi panduan pembelajaran (semantic encoding)
  • Menampilkan kinerja (responding)
  • Menyampaikan atau memberikan feedback (reinforcement)
  • Melakukan penilaian kinerja (retrieval)
  • Meningkatkan retensi dan transfer pengetahuan (generalization)

Menurut Gagne, tahapan-tahapan tersebut perlu dilakukan di setiap kali pembelajaran sehingga dapat membangun pengetahuan siswa.

Teori ini dapat memberikan ide yang besar bagi guru dalam merancang suatu rancangan pembelajaran, dikarenakan teori Gagne tersebut guru yang mengkondisikan proses belajar siswa dari awal pertemuan pembelajaran hingga akhir pembelajaran secara penuh. 

Kondisi ini membawa keuntungan dan kemudahan bagi guru. Guru sudah mendapatkan pattern pembelajaran yang akan dilakukan karena sudah terlihat dengan jelas arah dan tujuan setiap tahapan dalam teori ini. 

Hal lainnya yang dapat dilihat pada penerapan teori ini adalah guru dapat mengkondisikan proses pembelajaran sesuai keinginan guru dan mengarahkan siswa dalam proses belajar secara penuh. 

Selain itu, pada saat menggunakan pendekatan ini guru dapat mengatur ide-ide dan tujuan pembelajaran dengan lebih baik. Guru juga mengembangkan kualitas pedagogisnya karena perlu terus mencari metode-metode yang tepat untuk pengaturan tujuan pelajaran yang akan dilakukan. Guru pun melaksanakan rancangan pembelajaran akan lebih terarah dan terfokus pada tujuan yang sudah disusun sejak awal.

 Sama halnya dengan teori-teori belajar lainnya. Setiap teori akan memberikan 2 dampak yang berbeda layaknya 2 mata koin yang tidak dapat dipisahkan.  Terdapat kekuatan dan kelemahan yang dapat dilihat dan dicermati. Hal yang menjadi kendala terbesar dalam pendekatan ini adalah guru membutuhkan waktu yang lama untuk menyusun rancangan pembelajaran.

 Hal ini disebabkan karena guru mengetahui tingkatan-tingkatan kompetensi yang dimiliki oleh siswa yang kemudian akan disesuaikan terhadap tujuan pembelajaran yang akan di capai. 

Gagne mengusulkan hierarki belajar dalam kemampuan intelektual berdasarkan kompleksitas dalam diri seseorang yaitu stimulus detection, response production, procedure following, use of language, discriminations, idea creation, rule application, and problem solving (Warsita, 2008, pp. 68-69). Sehingga, setiap siswa dikelompokkan ke dalam pengelompokkan intelektual tersebut kemudian guru mengatur dan memikirkan tujuan yang akan dicapai untuk mengakomodir perkembangan intektual masing-masing siswa. 

Selain dalam perencanaan yang membutuhkan waktu yang panjang, saat pelaksanaannya juga membutuhkan waktu dan guru perlu mengatur pembagian waktu dalam satu kali pertemuan sehingga bisa mencakup keseluruhan tahapan tersebut. Apabila tujuan pembelajaran yang ingin dicapai tidak terlalu kompleks maka waktu yang diperlukan akan lebih mudah untuk dibagi. Namun, pada saat tujuan pembelajaran yang dicapai kompleks maka guru harus dengan bijaksana membagi waktu untuk setiap tahapan agar tetap efektif dan ideal.

Hal yang menjadi sulit dijalankan dalam pendekatan ini apabila jumlah siswa di dalam kelas banyak dan kelas tersebut hanya didampingi oleh satu guru. Guru akan memiliki banyak tugas untuk mengidentifikasi satu per satu kemampuan anak dan mendesain pembelajaran sesuai dengan kebutuhan masing-masing anak. Pada kenyataannya, hal tersebut sulit untuk dilakukan apalagi terdapat tuntutan lainnya yang perlu juga diselesaikan oleh guru dalam melakukan tanggung jawabnya. Selain itu, pendekatan ini dapat tergolong kaku. 

Hal ini karena setiap tahapan pembelajaran memiliki patokan yang jelas dan sistematis dan keseluruhan prosesnya tidak bisa dihilangkan, diubah, atau dimodifikasi. Maka, pada saat melihat realita di dalam kelas bisa saja terjadi faktor-faktor lainnya yang menyebabkan pembelajaran yang dirancangkan tidak dapat dijalankan secara utuh. 

Sebagai contoh, pada saat pembelajaran berlangsung kemudian siswa di dalam kelas mengalami kesulitan dalam memahami suatu konsep pembelajaran sehingga membuat guru perlu memberikan waktu yang lebih panjang dalam membimbing siswa. 

Hal ini pasti akan mempengaruhi kelanjutan proses pembelajaran. Namun, apakah hal tersebut membuat siswa tidak dapat mencapai target pembelajaran? Bisa saja siswa tetap dapat mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan walaupun keseluruhan tahapan tersebut tidak dapat dijalankan secara penuh.

Kesimpulannya adalah teori Gagne ini memang dapat memberikan ide yang baik pada saat guru merancang suatu pembelajaran. Terdapat tahapan yang jelas dan sistematis sehingga mempermudah guru dalam menggambarkan keseluruhan pembelajaran yang akan dilakukan. Namun, guru juga perlu melihat kembali faktor-faktor yang akan terjadi dilapangan dan merancang antisipasi lainnya. Sebelum melakukan pendekatan ini ada baiknya guru benar-benar sudah mempersiapkan setiap kebutuhan, rencana, dan konteks belajar siswa di dalam kelas agar pendekatan ini tetap efektif dalam membangun perkembangan belajar siswa.

References

Cullata, R. (2021). Conditions of Learning (Robert Gagne). Retrieved from InnovativeLearning.com: https://www.instructionaldesign.org/theories/conditions-learning/

Khadjooi, K., Rostami, K., & Ishaq, S. (2011). How to use Gagne's model of instructional design in teaching psychomotor skills. Retrieved from National Center for Biotechnology Information: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4017416/

Warsita, B. (2008, Juni 1). Teori Belajar Robert M. Gagne dan Implikasinya pada Pentingnya Pusat Sumber Belajar. Jurnal Teknodik Vol. 12 No. 1, Juni 2008, XII. doi:http://dx.doi.org/10.32550/teknodik.v12i1

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun