Gagne mengusulkan hierarki belajar dalam kemampuan intelektual berdasarkan kompleksitas dalam diri seseorang yaitu stimulus detection, response production, procedure following, use of language, discriminations, idea creation, rule application, and problem solving (Warsita, 2008, pp. 68-69). Sehingga, setiap siswa dikelompokkan ke dalam pengelompokkan intelektual tersebut kemudian guru mengatur dan memikirkan tujuan yang akan dicapai untuk mengakomodir perkembangan intektual masing-masing siswa.Â
Selain dalam perencanaan yang membutuhkan waktu yang panjang, saat pelaksanaannya juga membutuhkan waktu dan guru perlu mengatur pembagian waktu dalam satu kali pertemuan sehingga bisa mencakup keseluruhan tahapan tersebut. Apabila tujuan pembelajaran yang ingin dicapai tidak terlalu kompleks maka waktu yang diperlukan akan lebih mudah untuk dibagi. Namun, pada saat tujuan pembelajaran yang dicapai kompleks maka guru harus dengan bijaksana membagi waktu untuk setiap tahapan agar tetap efektif dan ideal.
Hal yang menjadi sulit dijalankan dalam pendekatan ini apabila jumlah siswa di dalam kelas banyak dan kelas tersebut hanya didampingi oleh satu guru. Guru akan memiliki banyak tugas untuk mengidentifikasi satu per satu kemampuan anak dan mendesain pembelajaran sesuai dengan kebutuhan masing-masing anak. Pada kenyataannya, hal tersebut sulit untuk dilakukan apalagi terdapat tuntutan lainnya yang perlu juga diselesaikan oleh guru dalam melakukan tanggung jawabnya. Selain itu, pendekatan ini dapat tergolong kaku.Â
Hal ini karena setiap tahapan pembelajaran memiliki patokan yang jelas dan sistematis dan keseluruhan prosesnya tidak bisa dihilangkan, diubah, atau dimodifikasi. Maka, pada saat melihat realita di dalam kelas bisa saja terjadi faktor-faktor lainnya yang menyebabkan pembelajaran yang dirancangkan tidak dapat dijalankan secara utuh.Â
Sebagai contoh, pada saat pembelajaran berlangsung kemudian siswa di dalam kelas mengalami kesulitan dalam memahami suatu konsep pembelajaran sehingga membuat guru perlu memberikan waktu yang lebih panjang dalam membimbing siswa.Â
Hal ini pasti akan mempengaruhi kelanjutan proses pembelajaran. Namun, apakah hal tersebut membuat siswa tidak dapat mencapai target pembelajaran? Bisa saja siswa tetap dapat mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan walaupun keseluruhan tahapan tersebut tidak dapat dijalankan secara penuh.
Kesimpulannya adalah teori Gagne ini memang dapat memberikan ide yang baik pada saat guru merancang suatu pembelajaran. Terdapat tahapan yang jelas dan sistematis sehingga mempermudah guru dalam menggambarkan keseluruhan pembelajaran yang akan dilakukan. Namun, guru juga perlu melihat kembali faktor-faktor yang akan terjadi dilapangan dan merancang antisipasi lainnya. Sebelum melakukan pendekatan ini ada baiknya guru benar-benar sudah mempersiapkan setiap kebutuhan, rencana, dan konteks belajar siswa di dalam kelas agar pendekatan ini tetap efektif dalam membangun perkembangan belajar siswa.
References
Cullata, R. (2021). Conditions of Learning (Robert Gagne). Retrieved from InnovativeLearning.com: https://www.instructionaldesign.org/theories/conditions-learning/
Khadjooi, K., Rostami, K., & Ishaq, S. (2011). How to use Gagne's model of instructional design in teaching psychomotor skills. Retrieved from National Center for Biotechnology Information: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4017416/
Warsita, B. (2008, Juni 1). Teori Belajar Robert M. Gagne dan Implikasinya pada Pentingnya Pusat Sumber Belajar. Jurnal Teknodik Vol. 12 No. 1, Juni 2008, XII. doi:http://dx.doi.org/10.32550/teknodik.v12i1