Investasi hijau merupakan peluang kerja yang sangat menjanjikan saat ini. Mudah-mudahan ke depannya akan lebih diberikan dukungan, bantuan dan sarana untuk sector ini. Sebetulnya apa sih investasi hijau yang sedang digaungkan pemerintah? Dilansir dari Indonesia Green Growth Program (bappenas.go.id), “Program Pertumbuhan Ekonomi Hijau berupaya menciptakan situasi kondusif untuk investasi hijau dan peningkatan modal, yang dilakukan dengan membantu pemerintah untuk membangun kepercayaan investor, menarik modal, dan membuat model usaha ‘hijau’ berkelanjutan yang dapat menghasilkan keuntungan, serta membuka kesempatan baru yang belum dimanfaatkan.” Adapun 4 program yang dicanangkan dalam investasi hijau: energi, lanskap berkelanjutan, Kawasan ekonomi khusus, program persiapan GCF.
Mengapa dianggap menjanjikan? Investasi hijau dapat menciptakan banyak lapangan pekerjaan baru, serta mengatasi berbagai problem lingkungan saat ini. Seperti yang kita ketahui, Jakarta baru saja mendapatkan peringkat pertama untuk kategori kualitas udara terburuk di dunia. Belum lagi masalah sampah, dan lain-lain. Tentunya kalau problem-problem ini terus berlangsung, akan menjadi masa depan yang buruk bagi generasi penerus. Indonesia pun akan sulit menjadi negara maju (akibat sistem Pendidikan yang belum memadai, kurang merata di setiap wilayah, angka pengangguran tinggi, pendapatan per kapita masih rendah) dan terperangkap dalam kelas ekonomi menengah. Kondisi ini diperparah dengan adanya masalah kebakaran hutan yang sering terjadi di Indonesia, tentunya mencemari udara sekitar sampai-sampai mendapat protes dari negara tetangga, Singapura dan Malaysia.
Selain polusi, sampah juga menjadi masalah yang cukup pelik di Indonesia dan berbagai negara lain. Pasalnya, sampah yang menumpuk akan menyumbat aliran pada saluran air dan menyebabkan banjir yang kemudian menjadi sumber wabah penyakit akibat sampah membusuk. Oleh karena itu, masalah sampah perlu cara penanganan yang lebih baik. Lalu bagaimana upaya kita mengatasinya? Sebetulnya di Indonesia sudah ada beberapa langkah untuk mendaur ulang sampah. Misalnya UKM yang memanfaatkan saset minuman sebagai bahan pembuatan tas belanja (daur ulang). Kemudian belum lama ini saya membaca artikel mengenai Sinar Mas Land yang membangun jalan dari aspal campuran sampah plastik di BSD City. Hal ini sungguh menarik, mengingat sampah plastik merupakan sampah yang sulit diurai sehingga memerlukan penanganan khusus untuk pengolahannya. Tentunya akan bermanfaat secara signifikan dalam menangani masalah lingkungan, namun terntunya perlu uji coba keamanan dan keselamatan. Apakah mudah rembes,ataukah amblas misalnya.
Cara lain pemanfaatan sampah adalah dengan mengolahnya menjadi listrik, seperti yang dilakukan oleh PT Sumber Organik (SO) di Surabaya. Surabaya telah menjalankan konsep smart city dalam berbagai hal, mulai dari penukaran sampah sebagai alat bayar transportasi bus, dll. Nah ini cara pengolahan sampah yang luar biasa. Menurut artikel Kompas tanggal 10 September 2019, sampah diolah menjadi energi listrik, hal ini dilakukan di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Benowo. Menurut PLT Kepala Dinas dan Kebersihan dan Ruang Terbuka Hijau (DK RTH) Surabaya Eri Cahyadi, sekitar 1.300-1.500 sampah diolah di lahan TPA Benowo, dengan luas lahan 37,4 hektare. Eri menambahkan, ada 2 syarat yang mutlak harus dipenuhi perusahaan untuk mengikuti lelang, yaitu: kemampuan perusahaan mengolah sampah menjadi energi terbarukan dan perihal sanitasi. Tentunya percuma bukan, jika hanya mengurangi permasalahan sampah namun menambah permasalahan baru yaitu polusi udara yang mengancam masalah Kesehatan warga.
Cara pengolahan sampah sebagai berikut: sampah dikumpulkan di satu lokasi, dipadatkan dan dibentuk terasering dengan ketinggian < 25 meter agak tidak longsor dan membahayakan warga sekitar maupun pekerja. Sampah tersebut akan disemprot untuk mengurangi bau kemudian ditutup tiga lapisan yang terdiri dari tanah, terpal dan plastic hitam tebal. Tumpukan sampah tersebut akan menghasilkan gas metan yang siap dikelola.
Namun apakah sudah benar-benar efektif? Apakah ada pengaruhnya secara ekonomi? Belum terlalu signifikan karena hanya dijalankan di satu wilayah dan belum menyeluruh. Secara ekonomi pun tidak menambah pemasukan daerah. Nah untuk mengatasi berbagai masalah menanggulangi bencana, tentunya perlu forum yang lebih besar, secara nasional ataupun global. Apalagi, saat ini dunia sedang mengalami tekanan berat akibat wabah penyakit Covid yang berkelanjutan, baik di bidang kesehatan maupun ekonomi dan keuangan global. Maka dari itu, kerja sama internasional diperlukan tidak hanya untuk mengatasi krisis ini, namun selanjutnya untuk mewujudkan pembangunan yang lebih tangguh dan lebih hijau dengan pemanfaatan teknologi yang efisien dan inovatif.
Sebelumnya pada tahun 1997-1998, dunia pernah mengalami krisis ekonomi global. Untuk mengatasinya, dibentuklah sebuah forum bernama G20 yang diprakarsai oleh G7 (terdiri dari 7negara maju yaitu: Amerika Serikat, Inggris, Italia, Jepang, Jerman, Kanada, dan Prancis) untuk menggabungkan kekuatan negara maju dan negara berkembang menjadi gabungan kekuatan 20 negara (Afrika Selatan, Amerika Serikat, Arab Saudi, Argentina, Australia, Brasil, China, India, Indonesia, Inggris, Italia, Jepang, Jerman, Kanada, Meksiko, Korea Selatan, Rusia, Perancis, Turki, dan Uni Eropa.
Tahun ini, Indonesia memegang presidensi G20. Indonesia pun sudah menyiapkan berbagai hal, salah satunya tema “Recover Together, Recover Stronger” agar anggota G20 saling bahu-membahu untuk bangkit Bersama dan agar tumbuh dengan lebih kuat. Memanfaatkan forum ini, Indonesia dapat mendorong upaya untuk percepatan pemulihan ekonomi global. Dikutip dari Bisnis.com, “Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menegaskan bahwa G20 adalah momentum untuk menjaga Kawasan Indo Pasifik yang netral, sebab pertumbuhan ekonominya yang relatif tinggi, dan ini adalah eranya untuk Asia”. Selain itu tentunya akan menambah pemasukan domestik dan memberdayakan UMKM serta tenaga kerja setempat. sebagai pemegang presidensi G20 tahun ini, Indonesia dapat memperkuat sektor kunci ekonomi melalui negosiasi forum G20 dalam perdagangan, investasi, ketenagakerjaan, pertanian, kesehatan, pendidikan, sumber daya manusia dan SDGs.
Sementara Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menyebutkan ada enam agenda prioritas jalur keuangan dalam Presidensi G20 Indonesia yaitu: perumusan normalisasi kebijakan (exit strategy) agar tetap kondusif bagi pemulihan ekonomi dunia, perumusan respons kebijakan reformasi struktural di sektor riil untuk mengatasi luka memar (scarring effect) dari pandemi Covid-19, mendorong kerja sama antarnegara dalam sistem pembayaran digital, mendorong produktivitas, perluasan ekonomi, dan keuangan inklusif, serta koordinasi internasional dalam agenda perpajakan.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan pun telah melakukan Kick Off G20 on Environment Deputies Meeting and Climate Sustainability Working Group (EDM-CSWG). Beliau menyatakan, “forum G20 merupakan forum yang sangat penting untuk Indonesia mengajak seluruh dunia untuk bahu membahu, saling mendukung untuk pulih, serta tumbuh lebih kuat dan berkelanjutan terutama akibat pandemi Covid-19. Hal ini penting karena negara-negara anggota G20 merupakan kekuatan dunia yang dominan yang tentu saja memiliki kekuatan dan kemampuan menjawab tantangan tersebut.” “Sebagai mana kita ketahui bahwa negara-negara, G20 menguasai sekitar 80% perekonomian dunia, tetapi juga menghasilkan sekitar 80% emisi gas rumah kaca global, menghasilkan sebagian besar marine plastic litter, tetapi pada saat yang bersama juga merupakan kekuatan untuk menjawab dan mengatasi tantangan tersebut,” tambahnya Menteri Siti.
PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN pun memastikan iklim investasi hijau di Indonesia prospektif. Pemerintah telah menyiapkan program yang Bernama Energy Transition Mechanism (ETM). Direktur Utama PLN Daarmawan Prasodjo menyatakan program dengan skema investasi hijau ini akan menjamin pembiayaan proyek transisi energi di Indonesia yang lebih menguntungkan secara komersial.