Masifnya perkembangan teknologi digital dan informasi yang canggih membuat manusia dapat lebih mudah melakukan segala sesuatu dan dapat mengendalikan segala sesuatu melalui dunia virtual. Namun, karena teknologi juga memudahkan kehidupan masyarakat modern, hal ini secara tidak sadar memengaruhi perkembangan masyarakat dan kehidupannya di era yang modern ini, salah satunya adalah dalam bidang musik. TikTok adalah salah satu platform media sosial yang paling disukai oleh masyarakat karena platform tersebut menawarkan tontonan menarik dalam waktu singkat sehingga mendorong para pengguanya menjadi betah untuk membuka dan mengakses platform media sosial tersebut. Salah satu konten yang cukup naik daun adalah konten musik yang dibuat dengan teknologi AI (Artificial Intelligence). Fenomena kecerdasan buatan (AI) dalam penciptaan musik sedang mengalami lonjakan popularitas, terutama dengan maraknya konten deepfake di platform media sosial seperti TikTok. Teknologi AI memungkinkan pengguna untuk meniru suara musisi terkenal, seperti Ariana Grande, Ros, Taylor Swift, Drake, dan The Weeknd, untuk menyanyikan lagu-lagu yang bukan milik mereka dan juga tak tanggung -- tanggung meniru karakteristik suara serta gaya bernyanyi para musisi terkenal.
Tidak hanya itu, suara tokoh terkenal seperti politisi juga digunakan, contohnya Presiden Joko Widodo yang terdengar menyanyikan lagu "Komang". Tren ini telah menarik perhatian luas karena kemampuannya menciptakan konten yang menghibur dan sering kali didapati lucu oleh para warganet, sehingga secara alami menarik jutaan penonton.
Dua Sisi Fenomena Deepfake dalam Musik
Salah satu aspek positif dari fenomena ini adalah inovasi kreatif yang dibawa oleh AI. Konten deepfake menawarkan cara baru bagi kreator untuk mengekspresikan diri dan menghasilkan konten yang menarik perhatian. Tak urung hal ini pun membuka peluang bagi musisi independen dan para konten kreator yang mungkin tidak memiliki akses ke studio rekaman profesional untuk menghasilkan karya yang berkualitas tinggi.
Namun, selalu ada aspek negatif tidak bisa diabaikan. Yang paling utama adalah perihal etika dan hak cipta. Banyak artis dan label rekaman merasa keberatan karena suara mereka digunakan tanpa izin, yang artinya hal tersebut dianggap sebagai pelanggaran hak cipta dan integritas artistik. Kedua, ada risiko penyebaran informasi yang menyesatkan. Konten yang dibuat dengan AI bisa sangat meyakinkan, sehingga penonton yang kurang teliti mungkin saja tidak menyadari bahwa suara yang mereka dengar bukanlah asli, sehingga dapat merusak reputasi sang artis dan menimbulkan kebingungan atau terjadinya hoax.
Langkah TikTok sebagai Media Awal Penyebaran Deepfake Musik
TikTok yang menyadari potensi penyalahgunaan teknologi ini telah mengambil langkah proaktif dengan mewajibkan kreator untuk memberi label "AI-generated" pada konten yang dihasilkan atau dimodifikasi oleh AI. Kebijakan ini dirancang untuk meningkatkan transparansi dan membantu pemirsa mengontekstualisasikan video tersebut, sehingga dapat mencegah penyebaran konten yang menyesatkan. Meskipun langkah ini positif, tantangan besar tetap ada.
Walau teknologi AI membawa banyak manfaat dan peluang baru dalam dunia musik, penting bagi kita untuk berhati-hati dalam penggunaannya. Regulasi yang tepat dan kesadaran publik harus ditingkatkan untuk memastikan bahwa teknologi ini digunakan secara etis dan tidak merugikan pihak manapun. Selain itu, platform seperti TikTok harus terus berinovasi dalam mendeteksi dan menandai konten AI untuk menjaga keaslian dan integritas konten yang ada. Teknologi AI dalam musik harus menjadi alat untuk meningkatkan kreativitas, bukan untuk menimbulkan konflik atau pelanggaran hak cipta.
Tantangan Etika dan Regulasi
Salah satu tantangan utama yang muncul dari fenomena deepfake adalah bagaimana melindungi hak cipta dan integritas artistik para musisi. Regulasi yang ada saat ini belum sepenuhnya mampu mengakomodasi kecepatan perkembangan teknologi AI. Oleh karena itu, ada kebutuhan mendesak untuk merumuskan aturan yang lebih spesifik dan ketat mengenai penggunaan suara dan identitas digital seseorang.
Selain itu, ada kebutuhan untuk meningkatkan kesadaran publik mengenai potensi dampak negatif dari deepfake. Kampanye edukasi bisa membantu masyarakat untuk lebih kritis dalam mengonsumsi konten digital dan lebih waspada terhadap kemungkinan penyalahgunaan teknologi AI.
Solusi dan Langkah ke Depan
Untuk mengatasi tantangan yang dihadapi, beberapa solusi dapat diambil, yaitu peningkatan regulasi dimana pemerintah dan otoritas terkait perlu merumuskan dan menerapkan regulasi yang lebih ketat mengenai penggunaan teknologi AI dalam musik. Perlunya edukasi publik untuk meningkatkan kesadaran dan pemahaman publik tentang deepfake dan dampaknya melalui kampanye edukasi. Adanya semacam pengembangan teknologi deteksi yang mampu mendeteksi konten deepfake dengan akurasi tinggi untuk membantu platform seperti TikTok dalam menandai konten AI-generated, dan tentunya kolaborasi antara platform dan artis yang mendorong kolaborasi antara platform media sosial dan artis untuk melindungi hak cipta dan integritas artistik.
Teknologi AI dalam musik, terutama dalam bentuk deepfake, adalah pedang bermata dua. Di satu sisi, ia membuka peluang kreatif yang luar biasa, sementara di sisi lain, menimbulkan tantangan etika yang signifikan. Dengan regulasi yang tepat, edukasi publik yang baik, dan teknologi deteksi yang canggih, kita dapat memastikan bahwa AI digunakan untuk kebaikan, melindungi hak-hak kreatif, dan meminimalkan dampak negatifnya. Platform seperti TikTok memainkan peran penting dalam menjaga keseimbangan ini, dan tindakan proaktif mereka adalah langkah awal yang penting dalam perjalanan panjang menuju penggunaan teknologi yang bertanggung jawab.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H