Â
Ketika VOC bangkrut pada akhir abad ke-18, kekayaan VOC diambil alih oleh Kerajaan Belanda. Mereka melanjutkan politik tradisional atau Politik Kolonial Konservatif (1800-1848). Dijalankan sistem pemerintahan tidak langsung, pribumi mengurusi urusan pribumi dan agen Belanda diberi kuasa menawasi tanam wajib yang hasilnya untuk pasaran Eropa . Namun sistem ini memberi keterbukaan pada berbagai penyelewengan dan mendapat kritik dari kubu liberal, yang menganjurkan sistem politik secara langsung berprinsip liberal. Sistem liberal tersebut memperoleh tempat pada masa pemerintahan Raffles (1811-1816) Beragam kebijakan Politik Kolonial silih berganti, pada masa Dirk van Hogendrop berseberangan dengan VOC, Hogendrop (1799-1808) menginginkan adanya perlakuan baik kepada penduduk lokal, penghapusan tanam paksa, hak milik dan guna lahan, mengatur ulang kedudukan penguasa daerah, dan mengganti penyerahan paksa dengan pajak hasil bumi dan uang kepala Langkah Hogendrop dilanjutkan oleh Herman Willem Daendles (1808-1811) yang membuat kebijakan politik kolonial berupa menghapuskan sistem feodal, menghapus tanam paksa dan kerja paksa, membatasi kekuasaan penguasa lokal, dan membangun jalan raya pos.
Â
Ketika Belanda takluk kepada Inggris pada 1811, pemerintahan Belanda diambil alih Inggris dan dipimpun oleh Thomas Stamford Raffles (1811-1816). Seperti yang telah disinggung di atas, pada masa ini liberal memperoleh tempatnya. Raffles menjalankan pemerintahan berdasarkan prinsip liberal, mengupayakan kebebasan dan kepastian hukum, menerapkan sistem pajak tanah. Pada 1816 Inggris mengembalikan Jawa kepada Belanda.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H