Mohon tunggu...
Patra Mokoginta
Patra Mokoginta Mohon Tunggu... Lainnya - Warga kotamobagu

Penulis Buku

Selanjutnya

Tutup

Book

Pertanyaanku Kujawab dengan Buku

3 November 2024   11:44 Diperbarui: 3 November 2024   11:47 262
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Penulis bersama kawan-kawan mahasiswa Fakultas kehutanan UDK tahun 2000. Sumber foto koleksi pribadi

Pulang ke Mongondow

Sekitar bulan Mei tahun 2000 silam, untuk pertama kalinya, kembali saya menghirup udara segar berkabut khas Kotamobagu setelah menghabiskan masa kecil hingga remaja di Pulau Tidore Provinsi Maluku Utara. Menimba ilmu di fakultas kehutanan UDK menjadi alasan tunggal saya untuk menetap di Kotamobagu. Saat itu, Perguruan Tinggi yang ada Provinsi Sulawesi Utara maupun Gorontalo hanya Universitas Dumoga Kotamobagu (UDK) yang memiliki fakultas kehutanan. Program study yang saya idamkan sejak SMA.

Kembali menjadi "orang Mongondow" yang fasih berbahasa Mongondow menjadi tantangan tersendiri dari saya. Di rumah tempat saya tinggal yang berada di kelurahan Mogolaing, keluarga ibu pengguna bahasa Bolango dan keluarga dari paman saya pengguna bahasa Bintauna tentunya bahasa melayu Manado menjadi bahasa utama. Bulud selaku basic keluarga pihak ayah serta berkawan dengan orang Upai, Moyag, Pontodon dan Motoboi besar menjadi 'jalan tikus' bagi saya untuk memperlancar bahasa Mongondow.

Kabut Menyelimuti Masa Lalu Mongondow

Setelah lulus kuliah kisaran tahun 2006, di sela kesibukan selaku seorang Sarjana sebagaimana syair lagu yang dinyanyikan oleh Iwan Fals, saya berkenalan dengan seorang novelis sekaligus penggiat sejarah dan budaya Bolaang Mongondow, namanya Anuar Syukur. Berteman dengan Anuar Syukur bagi saya adalah anugerah. Dimasa kurangnya literatur terkait sejarah dan budaya Mongondow, Anuar bagaikan perpustakaan berjalan bagi saya.

Penulis diantara Prof Sven Kosel dan Anuar Syukur. Sumber foto koleksi pribadi
Penulis diantara Prof Sven Kosel dan Anuar Syukur. Sumber foto koleksi pribadi
Anuar dengan roman muka kurang meyakinkan, meyakinkan kepada saya bahwa literatur kesejarahan Bolaang Mongondow cukup melimpah, salah  satu yang disodorkan adalah buku karya Dunniebier yang diterjemahkan oleh om Rubu'u Mokoginta. Buku ini awalnya hanya saya baca sekilas karena saat itu sedang digunakan oleh Anuar untuk menjadikan referensi dalam artikelnya. Pada akhirnya buku karya Dunnieber saya baca tuntas setelah berhasil "menggelapkan" buku koleksi milik sahabat saya, Erwin Makalunsenge.

Di sela tugas sebagai karyawan salah satu Finance di Kotamobagu, saya mulai penasaran dengan sejarah Bolaang Mongondow. Buku-buku sejarah karya penulis lokal mulai jadi bacaan menarik sepanjang waktu walau isinya hampir sama dan rata-rata Dunniebier menjadi referensi utama selain tradisi lisan yang beredar di beberapa tetua Mongondow.

Periode kerajaan Bolaang Mongondow dimulai ketika Mokodoludut bertahta. Kapan peristiwa ini terjadi? dijawab dengan angka cantik dimulai dari tahun 1200, buku yang lain menyebut tahun 1300 dan paling umum pada kisaran tahun 1400. Tidak ada catatan kenapa tahun demikian.

Suatu waktu, beberapa bulan sebelum Anuar Syukur pergi untuk selama-lamanya kehadiran Allah, Anuar dengan semangat membahas draf Novel buah karyanya. Dalam novel ini banyak kisah Inde' Dou, Tadohe dan Loloda Mokoagow ditampilkan, kata Anuar penuh semangat dan saya berdosa karena telah menanggapi dengan enteng karya besar beliau. "Itu kan cuma Novel bro, bukan buku sejarah" kata saya dengan nada ketus kepada Anuar. Memang sejak kenal pertama saya selalu mendesak agar Anuar menulis buku sejarah juga jangan hanya novel. Saya belum menyadari bahwa referensi saat itu sangat sulit di dapat. Dokumen dan data yang hari ini bisa dengan mudah di download pada masa itu mustahil didapat hanya mengadalkan internet.

Apakah Anuar Syukur kecewa dengan tanggapan dingin saya? Tidak! Dengan senyum khasnya, Anuar berujar: "Tenang utat, kedepan nanti, torang (Bolmong) ada Donald Qomaidiasyah Tungkagi, anak ini masih cukup muda. Kelak dia akan menulis tentang Bolaang Mongondow dalam tataran Nasional". Saat itu, saya tidak mengenal seorang yang bernama Donald ini dan saya tahu bahwa ucapan Anuar Syukur ini bukanlah wasiat, tapi tidak salah juga jika saya pun berharap ucapannya kelak bisa jadi kenyataan.

Pertanyaanku

Sekitar 6 atau 7 tahun lalu, dunia maya mulai menyediakan ruang referensi yang cukup baik. Makin banyak buku elektronik yang tersedia bersamaan pertanyaan-pertanyaan tentang sejarah Bolaang Mongondow mulai dijawab dengan enteng.

Mokodoludut berkuasa tahun berapa?,Siapa Wintuwintu?, siapa bangsa Bolango itu? Benarkan Damopolii dibaptis oleh Diogo Magalhaes? Loloda Mokoagow lahir kapan?, Kapan kerajaan Kaidipang berdiri? pertanyaan yang semuanya sudah dijawab oleh beberapa penulis. Jawaban yang memancing pertanyaan baru bagi saya: "Benarkah begitu?" dan terus-menerus seperti itu hingga akhirnya saya pun bosan bertanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun