Mohon tunggu...
Tedi
Tedi Mohon Tunggu... -

Takut hanya sama Tuhan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Sumatra Utara Terancam Gelap Gulita

2 Juni 2014   18:47 Diperbarui: 23 Juni 2015   21:48 94
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Masyarakat Sumatra Utara nampaknya masih harus bersabar dengan keadaan krisis listrik yang melanda Sumatra Utara. Hal ini dikarenakan adanya kasus PLTGU Belawan. Kasus ini bermulai dengan adanya kejadian sering rusaknya Flame Tube di PLTGU Belawan sehingga sering menimbulkan mati lampu di Sumatra Utara. Kasus Flame Tube inilah yang akan menjadikan Sumatra Utara menjadi gelap gulita kembali dalam waktu yang lama.
Kasus Flame Tube ini sebenarnya hanya sebuah kasus teknis yang harusnya bisa diselesaikan oleh PLN dan PT Mapna sebagai pemenang tender yang menyediakan Flame Tube untuk keperluan PLTGU Belawan. Namun, kejaksaan agung menganggap bahwa kasus ini adalah kasus korupsi yang terjadi antara teknisi PLTGU Belawan dan PT Mapna. Sehingga, kejaksaan menjadikan kasus ini sebagai kasus pidana korupsi dan sekarang sudah masuk dalam proses persidangan.
Namun, sejauh perjalanan persidangan ternyata kasus yang diangkat oleh Kejaksaan ini menuai protes dari berbagai pihak. Pihak pertama yang melakukan protes adalah dari Todung Mulya Lubis yang merupakan seorang praktisi hukum sekaligus sebagai kuasa hukum dari PLN. Todung Mulya Lubis, memandang bahwa tidak ada urgensi sama sekali untuk melakukan penahanan terhadap para tenaga ahli PLN. Sebab, selain keahlian para terdakwa sangat dibutuhkan oleh PLN, PLN menjamin bahwa para terdakwa tidak akan melarikan diri dan menghilangkan barang bukti.
“Tidak selayaknya para tenaga ahli PLN tersebut dijadikan sebagai terdakwa karena proses pengadaan pemeliharaan GT 2.1 & GT 2.2 PLTGU Blok II Belawan Medan telah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Penahanan para terdakwa tidak ada urgensinya sama sekali karena selain keahlian para terdakwa sangat dibutuhkan oleh PLN, PLN menjamin bahwa para terdakwa tidak akan melarikan diri dan menghilangkan barang bukti. Untuk itu, saya meminta agar para terdakwa segera dibebaskan atau paling tidak dialihkan menjadi tahanan kota”, kata Todung.
Perkara LTE GT 2.1 & GT 2.2 ini berbeda dengan kasus sebelumnya yang juga menimpa para tenaga ahli PLN lainnya, yakni perkara tuduhan tindak pidana korupsi Flame Tubes GT 1.2 Pembangkitan Sumatera Bagian Utara sektor Belawan. Pada kasus Flame Tube, Kejaksaan menuduh ada korupsi akibat ketidaksesuaian spesifikasi Flame Tube yang diterima dan dipasang pada GT 1.2 dengan spesifikasi dalam kontrak. PLN menegaskan bahwa spesifikasi Flame Tube yang didatangkan dan dipasangkan pada GT 1.2 telah sesuai dengan spesifikasi dan bahkan telah dikonfirmasi oleh produsennya sendiri, yaitu Siemens. Bahkan spesifikasi Flame Tube justru lebih menguntungkan. Karena lebih menghemat pengeluaran PLN itu sendiri. Lagipula, yang digunakan oleh PLN bukanlah dana yang diberikan oleh negara, tapi merupakan dana yang dimiliki oleh PLN sendiri yang berasal dari dana bisnis PLN.
Kekeliruan Kejaksaan yang disayangkan oleh pihak Todung adalah kejaksaan tidak memeriksa keadaan Flame Tube dalam keadaan maksimal, namun dalam keadaan minimal. Keadaan maksimal Flame Tube adalah ketika Flame Tube tersebut digunakan pada malam hari. sedangkan keadaan minimal dari Flame Tube adalah pada siang hari. Kejaksaan memeriksa Flame Tube ketika siang hari dan menganggap bahwa Flame Tube tersebut tidak memenuhi standar.
Pakar Hukum UI Dian Simatupang pun mengatakan hal yang sama. Menurut Dian, kasus ini merupakan kasus kriminalisasi  yang dilakukan oleh Kejaksaan. Kalaupun harus ada proses hukum maka yang harus dilakukan adalah persidangan perdata bukan pidana yang selama ini berlangsung.
Kasus ini akhirnya pun menjadi berlaurt-larut. Apakah Kejaksaan akhirnya melakukan kesalahan kembali dalam proses hukum setelah sebelumnya melakukan kesalah hukum pada kasus Chevron, IM2, dan kasus Merpati Airlines. Karena jika benar salah maka kasus ini memberikan kerugian yang luar biasa besar untuk masyarakat Sumatra Utara. Apalagi, Nur Pamudji selaku Dirut PLN menyatakan bahwa krisis listrik di PLN baru dapat diselesaikan setelah ketuk palu persidangan ini dilakukan. Sebuah waktu yang tidak sebentar dan tentu saja merugikan masyarakat. Kejaksaan mungkin lupa akan hal tersebut.

SUMBER
http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt537b19f51ed25/kuasa-hukum--tenaga-ahli-pln-tidak-layak-dijadikan-tersangka
http://www.merdeka.com/uang/solusi-krisis-listrik-medan-menunggu-palu-hakim.html
http://analisadaily.com/news/read/tudingan-korupsi-pln-dinilai-tak-layak-masuk-pengadilan/33591/2014/05/30

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun