Gonjang-ganjing seputar isu konsolidasi antar bank BUMN telah memasuki babak baru. Chairul Tanjung selaku Menko Perekonomian yang baru saja dilantik mengumkan bahwa rencana akuisisi bank Mandiri terhadap BTN tidak lagi diteruskan. Pernyataan tersebut diumumkan CT kemarin, setelah melalui rapat koordinasi dengan Mentri BUMN Dahlan Iskan.
Keputusan ini memang sungguh disayangkan, disaat BTN yang notabene bank spesialis KPR murah sedang dilanda krisis dari segi permodalan dan likuiditas, ditambah dengan keharusan pemerintah segera melakukan kebijakan strategis untuk persiapan perekonomian Indonesia menghadapi Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) 2015, kebijakan seperti konsolidasi bank sejatinya sangat diperlukan.
Tugas pemerintah selanjutnya akan menjadi lebih berat. MEA 2015 yang sudah di depan mata, mewajibkan pemerintah untuk memberi perhatian ekstra terhadap perekonomian Indonesia agar tidak kalah saing terhadap negara-negara kuat ASEAN lainnya seperti Malaysia, Singpura, dan lainnya. Dengan tidak diteruskannya rencana konsolidasi tersebut, bank BTN yang kini sedang bermasalah dari segi likuiditas dan permodalan mau tidak mau harus diberi penanganan khusus jika tidak mau rakyat Indonesia nantinya mengeluh karena tidak bisa lagi memperoleh program KPR dari pemerintah dengan bunga termurah yang saat ini masih menjadi spesialisasi dari BTN tersebut, akibat kalah saing dengan bank-bank ASEAN lainnya yang lebih kuat dan siap menghadapi MEA 2015.
Tanpa konsolidasi bank, memangnya pemerintah punya opsi lain? Tentu saja. Pemerintah masih bisa menggantungkan BTN dengan APBN, bahkan bisa kembali melakukan injeksi modal dari APBN tersebut untuk mengatasi kekurangan modal yang sedang dihadai BTN saat ini. Kebijakan ini sah-sah saja dilakukan dengan catatan, pemerintah tidak memiliki keterbatasan dana APBN dalam perelokasiannya.
Menyikapi hal ini, lain halnya dengan keputusan Menko Perekonomian, para pakar ekonomi dan perbankan justru menilai bahwa ada cara yang lebih ekonomis dan benefit yang lebih tinggi dalam menyelesaikan permasalahan modal dan likuiditas BTN tersebut, yakni kembali kepada rencana konsolidasi perbankan tersebut. Pengamat perbankan Edwin Sinaga mengatakan, pemerintah mestinya mengkonsolidasikan BTN dengan bank Mandiri, jangan memakai APBN. Dengan demikian, BTN akan lebih kuat dari sisi permodalan, sedangkan APBN bisa digunakan untuk kepentingan strategis lainnya membiayai pembangunan lain yang lebih menjadi prioritas.
Mengapa harus dengan bank Mandiri?
Dalam pernyataanya, Edwin Sinaga lebih jauh lagi melanjutkan, ia yakin konsolidasi BTN dengan bank Mandiri akan membuat BTN menjadi the most powerful mortgage bank di Indonesia. Pernyataan ini pun bukan tanpa alasan. Bank Mandiri saat ini adalah bank dengan aset terbesar di Indonesia. Bahkan pengamat Perbankan lain, Reagy Sukmana menilai, karena bank Mandiri adalah bank dengan aset terbesar di Indonesia dengan NPL yang hanya 0,3 persen dan porsi dana murah (giro dan tabungan) yang melimpah ruah, maka kebijakan strategis konsolidasi BTN dengan bank Mandiri adalah cara efektif yang bisa dilakukan pemerintah saat ini.
Kembali ke pernyataan CT kemarin. Sang Menko mengatakan, sebenarnya konsolidasi antar bank sangat penting dilakukan. Untuk menghadapi MEA 2015, Indonesia masih belum memiliki bank yang masuk dalam 10 bank terbesar di ASEAN. CT juga mengatakan bahwa, pengkajian rencana strategis pemerintah dalam hal ini masih akan dikaji dan disampaikan ke pemerintahan selanjutnya. Jika konsolidasi antar bank Mandiri dengan BTN adalah pilihan yang paling memungkinkan dengan benefit yang lebih banyak, mengapa tidak segera saja dilaksanakan?
Source: http://www.indopos.co.id/2014/06/optimistis-jadikan-btn-powerful-mortgage.html
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H