Ramadhan Kareem...Â
Berkahnya menaungi semesta dan segala ciptaan-Nya. Menyambut perintah-Nya berpuasa, berzakat dan melakukan amalan kebaikan. Pagi sudah riuh dengan lantunan doa yang dipanjatkan dalam solat malam. Sesaat kemudian, riuh suara piring bertemu dengan sendok garpu di meja makan, dalam hitungan beberapa menit suara tanbihun dari mikrofon masjid dikumandangkan, 10 menit disusul adzan subuh.
Solat subuh berjamaah dengan keluarga, lantunan ayat suci Al Qur'an menggema di dindin yang membisu ditengah sejuknya embun pagi. Dzikir pagi dan petang sayup-sayup mengisi rongga hati yang tenang dan tentram.
"Ash-bahnaa wa ash-bahal mulku lillah walhamdulillah, laa ilaha illallah wahdahu laa syarika lah, lahul mulku walahul hamdu wa huwa 'ala kulli syai-in qodir. Robbi as-aluka khoiro maa fii hadzal yaum wa khoiro maa ba'dahu, wa a'udzu bika min syarri maa fii hadzal yaum wa syarri maa ba'dahu. Robbi a'udzu bika minal kasali wa su-il kibar. Robbi a'udzu bika min 'adzabin fin naari wa 'adzabin fil qobri"
"Kami telah memasuki waktu pagi dan kerajaan hanya milik Allah, segala puji bagi Allah. Tidak ada ilah (yang berhak disembah) kecuali Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya. Milik Allah kerajaan dan bagi-Nya pujian. Dia-lah Yang Mahakuasa atas segala sesuatu. Wahai Rabbku, aku mohon kepada-Mu kebaikan di hari ini dan kebaikan sesudahnya. Aku berlindung kepada-Mu dari kejahatan hari ini dan kejahatan sesudahnya. Wahai Rabbku, aku berlindung kepada-Mu dari kemalasan dan kejelekan di hari tua. Wahai Rabbku, aku berlindung kepada-Mu dari siksaan di neraka dan siksaan di alam kubur."
Di waktu pagi selalu diingatkan dengan pujian pada Rabb dan kebaikan untuk diri sendiri kini serta nanti. Nilai-nilai kebaikan yang ditanamkan pada awal hari akan memotivasi kehidupan selama 23 jam kedepan.
Ciri khas Ramadhan yang paling lekat adalah makan yang berkurang, lantunan Al Qur'an, sering berbagi dan memperbaiki silaturahmi. Sayangnya nilai-nilai kebaikan Ramadhan masih belum dapat diimplementasikan secara keseluruhan diluar Ramadhan. Tahun demi tahun, masih bolong masalah khatam Al Quran. Makin besar kepala untuk melakukan pembenaran terhadap diri yang disibukkan urusan duniawi.
Merasa memiliki sejuta aktivitas dengan 24 jam waktu yang tak pernah cukup sekedar membuka setiap lembar. Padahal setiap lembaran bisa menjadi obat penenang, meningkatkan daya ingat, ketahanan berpikir yang lebih kuat.
Membaca Al Qur'an selama 10 sampai dengan 15 menit dapat meningkatkan konsentrasi dan fokus. Kapanpun bisa melakukan kegiatan membaca Al Quran. Dimanapun bisa dijadikan tempat untuk belajar Al Quran dengan tartil. Tak hanya sekedar itu, Al Quran mengambil peranan penting dalam urusan hati.
Sama seperti tubuh yang butuh nutrisi bergizi, hati juga membutuhkan nutrisi yang bergizi. Asupan bergizi untuk hati adalah Al Quran. Untuk masalah makanan bagi tubuh fisik saja pilih-pilih yang sehat bukan sekedar mengenyangkan. Apalagi untuk urusan hati yang menjadi poros dari kehidupan manusia. Dari hati kebaikan bermula, dari hati keburukan pun bermula.
Sama seperti tubuh, hati yang setiap hari dijejali dengan hal buruk akan terkontaminasi dengan penyakit hati. Utamanya jika si pemilik hati terus mengembangbiakkan penyakit hati seperti kanker yang menyebar kemana-mana. Menggerogoti bahkan menimbulkan kerusakan bukan hanya pada diri sendiri tetapi terhadap orang lain. Alih-alih mengkritisi, ternyata mulut ikutan menggunjing. Nah loh? Dari hati kan? Hati-hati dengan hati.
Bahkan Rasulullah yang sudah dijamin masuk surga pun ngeri dengan urusan hati dan mulut. Beliau selalu berdoa
"Ya Allah aku berlindung kepada-Mu dari ilmu yang tidak bermanfaat, dari hati yang tidak khusyu', dari jiwa yang tidak pernah kenyang, dan dari doa yang tidak dikabulkan". (HR Muslim).
"Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu." (QS. Ali Imron: 159).
Penyebab Hati yang keras :
1. Memandang rendah dosa-dosa kecil
Manusia bukanlah makhluk yang suci tidak pernah berbuat dosa. Jangankan dalam ucapannya, dari diamnya saja mungkin sudah melukai orang lain. Diam penuh dengan prasangka dan tuduhan.Â
Hati manusia ibarat selembar kertas putih yang bersih, saat kesalahan-kesalahan dilakukan muncul titik hitam pada kertas yang belum ternodai. Menggunjing keburukan orang lain, menyebarkan aib. Padahal efek bergunjing bukan hanya pada orang lain, tetapi pada diri sendiri.Â
Loh kok begitu? Diri sendiri akan terbiasa melakukan pergunjingan, sedikit atau banyak hati yang bersih akan terkontaminasi dengan ucapan yang terlontar. Apalagi jika sampai disebarluaskan. Jika "BENAR" akan menjadi "GHIBAH", jika "SALAH" akan menjadi "FITNAH". Jadi siapa yang akan dirugikan? Dua-duanya kan? Yang menggunjing dan yang dipergunjingkan. Berpangkal dari hati.
"Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutupi hati mereka". (QS. Al Muthoffifin: 14)
Dosa-dosa yang dianggap kecil perlahan-lahan akan menutupi hati dan memproduksi energi yang kurang baik untuk diri. Jika perut saja bisa muntah apabila makanannya tidak baik, apalagi untuk urusan hati? Ya kan?
2. Kebanyakan Makan
Banyak makan bukan hanya menyebabkan penyakit fisik seperti obesitas, malas gerak (mager), susah berpikir dan mengantuk. Porsi makan yang berlebihan juga dapat menyebabkan hati menjadi keras. Dari Bisyr bin Harits, "Dua hal yang mengeraskan hati; banyak bicara dan banyak makan."
3. Kebanyakan Tertawa
Rasulullah SAW bersabda: "Banyak tertawa itu mematikan hati". (HR. Ahmad). Dalam hal ini, bukan berarti Rasul melarang tertawa. Rasulullah mengajarkan pada umatnya agar tertawa seperlunya saja dan memperbanyak muhasabah/introspeksi diri.Â
Lebih ngeri lagi berusaha membuat orang lain tertawa dengan candaan yang berisi kebohongan. Seumur hidup Rasul, meski dalam konteks bercanda, beliau tidak pernah berbohong, menjadikan orang lain sebagai bahan olok-olokan agar orang lain tertawa.
4. Kebanyakan Ngomong
Rasulullah SAW bersabda:Â "Tidak akan lurus iman seorang hamba hingga lurus hatinya. Dan tidak akan lurus hatinya hingga lurus lisannya". (HR. Ahmad).
Rasulullah SAW bersabda: "Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah dia berkata benar atau diam". (HR. Muslim, Baihaqi dan lainnya)
Siapa yang tidak bisa menahan dari godaan mulut? Jika sudah ngomongin orang, rasanya tidak puas hanya sebentar, apalagi jika direspons oleh lawan bicaranya. Rasanya ingin nambah kuaci sama kacang goreng supaya obrolan dan perjulidan nasionalnya makin seru.Â
Terkadang memang diri sendiri sadar bahwa teman-teman dan lingkungan sering melakukan perjulidan nasional berusaha diam dan tidak ikut---ikutan. Tapi ternyata kena imbasnya juga.
Saya secara pribadi pernah merasakan hal ini. Dengan dalih sewajarnya berteman, kongko bareng dan tetap bersosialisasi dengan teman-teman anggota aliansi perjulidan nasional.Â
Satu waktu, saat terjadi masalah, saya pun terkena dampaknya karena 1 kelompok dengan teman-teman yang seperti ini padahal saya hanya diam dalam lingkaran setan perjulidan nasional.
5. Teman yang Buruk
"Dan (Ingatlah) hari (ketika itu) orang yang zalim menggigit dua tangannya, seraya berkata: Aduhai kiranya (dulu) Aku mengambil jalan bersama-sama Rasul.' Kecelakaan besarlah bagiku; kiranya Aku (dulu) tidak menjadikan si fulan itu teman akrab(ku). Sesungguhnya dia Telah menyesatkan Aku dari Al-Quran ketika Al-Quran itu Telah datang kepadaku. dan adalah syaitan itu tidak mau menolong manusia". (QS. Al-Furqan: 27-29).
Sama seperti cerita-cerita lingkaran setan perjulidan nasional. Meski diam dalam suatu kelompok, tidak ikutan mengejek, mentertawakan, jika berada dalam lingkungan seperti itu akan dicap sebagai orang yang turut andil timbulnya masalah ini itu.
6. Jauh dari Bacaan Al Quran
Syaikh Muhammad bin Shalih al-utsaimin rahimahullah berkata :
"Sebab-sebab kerasnya hati adalah : berpaling dari allah ta'ala, jauh dari membaca Al-Qur'an, sibuknya manusia dengan dunia dan dunia menjadi tujuan (fokus) utama, sehingga dia tidak mementingkan urusan agamanya. Karena ketaatan kepada Allah SWT akan membuat hati menjadi lunak, lembut dan mau kembali kepada Allah". (Fatawa Nur A'la ad-darb 12/ 18-19)
Saya sangat bersyukur, Ramadhan menyentuh hati saya secara pribadi. Ternyata banyak hal penyebab kerasnya hati berada didalam diri saya. Dari 6 faktor, 5 diantaranya merupakan hal yang masih berada didalam kontrol dan dapat dijalankan dengan kesadaran tingkat tinggi. Sadar dengan banyak bicara, memulai dengan diam dan memaknai.Â
Sadar dengan banyak makan, 1 bulan penuh ini diingatkan lagi untuk menahan nafsu. Sadar dengan banyak tertawa, banyak ghibah, banyak bercanda dengan kebohongan, mulai memperbaiki perlahan-lahan.Â
Sadar dengan lingkungan perjulidan nasional, mulai mundur alon-alon. Yang terakhir, sadar tak pernah membaca Al Quran, dalam satu tahun masih ada 1 bulan minimal mendengar lantunannya yang menenangkan.
Padahal setiap hari, setiap waktu, setiap detik selalu melewati masjid, mendengar tausiyah dan lantunan ayat suci Al Quran. Mengapa masih belum membiasakan diri untuk membaca Al Quran? Padahal dari kecil berlomba-lomba siapa yang paling dulu khatam? Apa karena dewasa telah mengubah pola pandang? Apa iya hati sudah membatu?
***
Al Quran Melembutkan Hati
Al Quran yang melembutkan hati Umar bin Khattab. Sebuah riwayat menyebut, ia masuk Islam setelah mendengar surah Thaha, riwayat lain menyebut surah al-Haqqah.
Umar memang tetap khas dengan ketegasannya. Namun, setelah mendapat bimbingan iman lewat Al Quran, ia memilih menggunakan ketegasannya di jalan Allah. Maka beliau tak segan hijrah secara terang-terangan.
Umar adalah sosok yang amat pandai dalam sastra dan senang mempelajari sejarah sebagai pembelajaran masa depan. Maka, saat beliau mendengar Al Quran, amat yakin perkataan ini bukanlah perkataan seorang manusia. Alquran seolah membangkitkan Umar dari kematian.
Al Quran telah mengarahkan hidup Umar sesuai dengan fitrahnya. Umar tak kehilangan sifat bawaan, namun kini beliau gunakan ke sebuah jalan yang Al Quran tuntun. Sifat lembut Umar makin menjadi-jadi saat berinteraksi dengan Alquran.
Abdullah Bin Umar Bin Khattab menjadi saksi Ada tanda hitam di kedua pipinya akibat seringnya Umar menangis saat membaca Al Quran. Bahkan Abdullah pernah mendengar ayahnya menangis saat sholat berjamaah padahal anaknya berada di Shaf ketiga.
Saat itu, beliau membaca surat Yusuf ayat 86, "Sesungguhnya hanya kepada Allah aku mengadukan kesusahan dan kesedihanku." Dan surah at-Thur ayat 7, "Sesungguhnya azab Rabbmu pasti terjadi." Umar menangis amat keras hingga beliau sakit dan para sahabat menjenguknya. (Ad-Daa'Wa Ad-Dawaa' hal 98).
Al Quran telah banyak mengubah kehidupan Umar Bin Khattab. Sosoknya yang dikenal pemberani dan tegas, dilain sisi beliau sangat lembut dan peka hatinya tersentuh oleh Al Quran.
Kisah Umar Bin Khattab menjadi proyeksi bahwa Al Quran adalah segala-galanya untuk menentukan urusan yang berpangkal pada hati. Segala sesuatu sudah diatur dengan scenario terindah dari Allah. Baik dan buruk menjadi bagian dari keseimbangan kehidupan. Dari kebaikan dan keburukan akan mendapat hikmah dan pembelajaran.
Dari sini, secara perlahan dan istiqomah, saya mulai belajar dan mengenal Al Quran lebih dalam. Meski belum ada getaran sehebat mukjizat pada diri Umar Bin Khattab, perlahan-lahan mulai tumbuh ketenangan dan ketentraman. Melihat sisi gelap dunia sebagai bagian yang mengisi hati agar lebih berhati-hati bukan untuk meracuni hati.
Bogor Barat, 15 April 2022
Salam,
Sri Patmi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H