Mohon tunggu...
SRI PATMI
SRI PATMI Mohon Tunggu... Mahasiswa Magister Program Studi Strategi Pertahanan - Dari Bumi ke Langit

Membumikan Aksara Dari Bahasa Jiwa. Takkan disebut hidup, jika tak pernah menghidupi.

Selanjutnya

Tutup

Otomotif Pilihan

Kado dari Pemerintah: Tarif KRL Naik, Wajar atau Tidak?

22 Januari 2022   10:11 Diperbarui: 22 Januari 2022   10:42 334
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tak dapat dipungkiri jika Kereta Rel Listrik atau KRL merupakan transportasi sejuta umat karena murah dan cepat. Mereka yang bekerja dan menjalankan roda kehidupan di ibukota sangat bersyukur dengan adanya primadona transportasi ini. Transportasi yang lekat di hati masyarakat telah menghubungkan mobilisasi masyarakat urban. 

Selain itu, KRL memiliki aksesibilitas jangkauan jarak yang dapat diprediksi. Kenyamanan lain adalah headway antar KRL sekitar 5-10 menit mencerminkan ketepatan waktu sehingga meningkatkan kepercayaan publik setia menggunakan KRL. Bagaimana jika tarifnya naik? Apakah masyarakat masih tetap setia menggunakan KRL?

Rencananya kenaikan harga tiket KRL dari Rp. 3.000 menjadi Rp. 5.000 akan dilaksanakan pada Bulan April 2022. Tarif tersebut berlaku untuk 25 km pertama, 10 km selanjutnya tetap dikenakan tarif tambahan sebesar Rp.1.000. 

Hal ini merujuk pada Peraturan Menteri Perhubungan No.17 Tahun 2018 dan pemerintah masih terus mengkaji lebih mendalam. Kenaikan tarif KRL ini menuai tanggapan yang negatif, pasalnya serangkaian kenaikan harga telah memberatkan masyarakat. 

Mau tidak mau, suka atau tidak suka keputusan kenaikan ini harus dilakukan dengan berbagai pertimbangan seperti pelayanan, sarana dan prasarana yang semakin membaik.

Penyesuaian tarif ini telah melalui proses survey ability to pay -- willingness to pay (ATP/WTP) pemerintah kepada masyarakat khususnya para pengguna KRL. Hasilnya adalah pengguna KRL Jabodetabek rata-rata ATP sebesar Rp. 8.486 untuk ongkos KRL dan WTP pada angka Rp.4.625.

Diketahui kenaikan tarif KRL terakhir dilakukan pada tahun 2015. Enam tahun terakhir, pemerintah tidak pernah melakukan penyesuaian tarif. Pertimbangan lain penyesuain tarif KRL ini diiringi dengan perbaikan dan peningkatan pelayanan. 

Revitalisasi Stasiun Jatinegara, Stasiun Cikarang, Stasiun Bekasi dan pembangunan rel dwiganda. PT. Kereta Commuter Indonesia (KCI) juga telah mengurangi waktu tempuh dan waktu antrian di Manggarai.

Secara bertahap KAI Commuter telah menambah frekuensi perjalanan termasuk saat pandemi meski jam operasional dikurangi. Grafik dari tahun ke tahun mengalami peningkatan, tahun 2018 KRL beroperasi sebanyak 936 perjalanan per hari, tahun 2019 sebanyak 958 perjalanan per hari, tahun 2020 sebanyak 964 perjalanan, dan hingga tahun 2021 sebanyak 1.005 perjalanan per hari yang beroperasi mulai dari pukul 04:00 hingga 22:00.

Transformasi dan modernisasi pada ticketing telah dilakukan secara bertahap mengurangi penggunaan Tiket Harian Berjangka (THB) yang beresiko digunakan secara umum, diganti dengan Kartu Multi Trip (KMT) yang lebih bersifat pribadi. Selain dengan KMT, pengguna KRL juga dapat menggunakan Flazz dan e-Money. 

Beberapa stasiun telah dilengkapi dengan fasilitas layanan seperti lift, eskalator, ruang laktasi, toilet disabilitas, ruang kesehatan, dan peron yang lebih luas serta nyaman.  Rencananya, tahun 2022 ini pengguna KMT akan mendapatkan kemudahan isi ulang melalui aplikasi KRL Access di gawai dengan fitur NFC.

Untuk menjaga agar tarif yang dibayarkan pengguna KRL tetap wajar, Kementerian Perhubungan selama ini memberikan subsidi tarif dalam bentuk Public Service Obligation (PSO) yang nilainya terus bertambah. Pada 2021 realisasi subsidi PSO bagi pengguna KRL mencapai Rp2,14 triliun dari program senilai Rp1,99 triliun.

Desain universal ruang pelayanan publik harus ditingkatkan secara progresif, apalagi telah adanya penyesuaian tarif. Saya sebagai pengguna KRL, melihat salah satu Stasiun Serpong. Setiap waktu, lansia dan para difabel harus menaiki tangga yang curam karena lift dan eskalator belum tersedia disana. 

Padahal, Stasiun Serpong adalah stasiun transit dan stasiun besar setelah Parung Panjang, Maja dan Rangkas Bitung. Hal ini harus menjadi perhatian khusus karena stasiun transit memungkinkan terjadinya perpindahan antar peron bagi penumpang. Tangga stasiun harus memperhatikan keamanan dan keselamatan pengguna.

Ilustrasi Gambar : Properti.kompas.com
Ilustrasi Gambar : Properti.kompas.com

Sementara untuk KRL tujuan Tanah Abang, stasiun dengan kualitas desain ruang pelayanan yang ramah pengguna dan memadai adalah Stasiun Cisauk dan Stasiun Palmerah. 

Selain lengkap, Stasiun Cisauk terhubung melalui Intermoda yang terintegrasi ke BSD City, Tangerang Selatan. Untuk mengurangi intensitas terjebak macet disekitar stasiun, intermoda menjadi alternatif penghubung ke Shuttle Bus dan Pasar Modern Cisauk. Jadi, sembari pulang kerja, pengguna dapat berwisata kuliner sekaligus berbelanja hanya dengan 5-10 menit jalan kaki dari stasiun.

Hal lain yang dapat dijadikan bahan masukan adalah kebijakan PROKES selama COVID-19, dimana penumpang yang duduk diberikan jarak sementara penumpang berdiri berdekatan. Langkah evaluative perlu dilakukan, utamanya setelah PPKM ini seakan KRL semakin padat tanpa jarak.

Jadi bagaimana? Wajar atau tidak kenaikan tarif KRL?

Bogor, 22 Januari 2022

Salam,

Sri Patmi  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Otomotif Selengkapnya
Lihat Otomotif Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun