Subjek di sini adalah manusia (individu) yang berakal, sedangkan objek merupakan suatu hal---baik benda ataupun hal lainnya---yang ingin diketahui. Subjek dan objek tersebut merupakan suatu realitas.Â
Keduanya berproses dalam suatu interaksi partisipatif dalam rangka memperoleh pengetahuan. Subjek harus bisa berpartisipasi lebih aktif dalam proses tersebut, sedangkan objek harus terlibat dalam keadaannya. Tanpa proses ini, pengetahuan akan mustahil untuk diperoleh.Â
Hal tersebut sejalan dengan pendapat Scheler (1966), di mana pengetahuan merupakan proses partisipasi oleh suatu realitas dalam suatu realitas yang lain, tanpa modifikasi dalam kualitas yang lain itu.Â
Sebaliknya, subjek yang mengetahui itu dipengaruhi oleh objek yang diketahuinya. Pada hakikatnya, pengetahuan merupakan segala yang diketahui mengenai objek tertentu, termasuk di dalamnya ilmu (Suriasumantri, 1996).Â
Pengetahuan mengenai objek akan selalu melibatkan dua unsur, yaitu unsur representasi tetap dan tak tergambarkan serta unsur pengejawantahan konsep yang menunjukkan suatu respons pemikiran.Â
Unsur konsep disebut juga unsur formal, sedangkan unsur tetap merupakan unsur material atau isi (Mandelbaum, 1958). Interaksi antar subjek dan objek yang ditafsirkan menjadikan pemahaman subjek atas objek menjadi lebih jelas, terarah dan sistematis sehingga dapat membantu memecahkan berbagai masalah yang dihadapi.Â
Pengetahuan bertambah seiring bertambahnya pengalaman, sehingga diperlukan data dan informasi yang bermanfaat agar dapat lebih menggali pemikiran guna menghadapi realitas dunia di mana seseorang hidup (Titus, 1959).Â
Pengetahuan dan kemampuan berpikir merupakan ciri keutamaan manusia. Tanpa pengetahuan, manusia tidak dapat berpikir dengan jernih; dan tanpa berpikir, maka pengetahuan hanyalah mimpi yang tidak dapat terwujud. Oleh karena itu, pengetahuan dan berpikir mempunyai hubungan yang siklikal.Â
Hubungan antara pengetahuan dan proses berpikir akan terus meningkat jika kita melihat bahwa pengetahuan selalu bersifat akumulatif. Semakin banyak pengetahuan yang dimiliki, maka akan semakin rumit proses berpikir. Demikian pula sebaliknya, semakin rumit proses berpikir, maka akan semakin besar pengetahuan yang diperoleh.Â
Semakin banyak pengetahuan manusia, maka semakin memungkinkan bagi manusia tersebut untuk melihat suatu pola lalu menanamkannya dalam suatu kerangka tertentu, sehingga lahirlah pengetahuan ilmiah (ilmu). Banyak manusia yang tidak hanya puas dengan hanya mengetahui suatu pengetahuan.Â
Mereka akan mencoba memikirkan kebenaran dan hakikat yang diketahuinya secara radikal dan mendalam. Pemikiran radikal dan mendalam tersebutlah yang melahirkan pengetahuan filsafat.Â