2. Aristoteles (384--322 SM) berpendapat bahwa manusia adalah hewan yang berakal sehat, yang mengeluarkan pendapat, dan yang berbicara berdasarkan akal pikirannya. Manusia itu adalah hewan yang berpolitik (zoon politicon/political animal) , hewan yang membangun masyarakat di atas famili-famili menjadi pengelompokan impersonal dari suatu kampung dan negara.Â
3. Ibnu Sina (980--1037 M) berpendapat bahwa manusia merupakan makhluk yang sanggup untuk melakukan banyak hal, di antaranya makan, tumbuh, berkembang biak, mengetahui tentang hal-hal yang umum pergerakan di bawah kekuasaan, berkehendak secara bebas serta dapat mengamati hal-hal yang istimewa.Â
4. Ibnu Khaldun (1332--1406 M) mengenai manusia hampir mirip dengan Aristoteles, yang memandang manusia sebagai hewan yang berpikir. Kemampuan ini merupakan suatu kesempurnaan, puncak segala kemuliaan, dan ketinggian derajat manusia di atas makhluk lainnya.Â
5. Ibnu Miskawaih berpendapat bahwa manusia merupakan makhluk yang mempunyai kekuatan berpikir (Al-Quwwatul Aqliyah), amarah (AlQuwwatul Godhbiyyah) serta memiliki syahwat (AlQuwwatu Syahwiyah).Â
6. Harold H. Titus (1959) menyatakan: "Man is an animal organism, it is true but he is able to study himself as organism and to compare and interpret living forms and to inquire about the meaning of human existence."Â
Dari berbagai uraian pendapat tersebut, dapat ditarik beberapa kesimpulan tentang manusia yaitu:Â
1. Memiliki kemampuan untuk bertanya;Â
2. Berpengetahuan;Â
3. Memiliki kehendak yang bebas;Â
4. Bermoral;Â
5. Bermasyarakat dan berbudaya;Â