[caption caption="Gadis Arivia dan Raymond Menot Dalam Diskusi "][/caption]
“Persoalan utama saya adalah ketika terjadi pemerkosaan terhadap hak-hak sipil di mana negara terlalu dalam mengatur apa yang boleh dan apa yang tidak boleh. Jangan-jangan nanti, urusan pacaran juga nanti akan diatur oleh negara. Negara kini ultra konservatif” – Rudolf Dethu
Kemarin (16/12/2015) saya berkesempatan menghadiri sebuah diskusi sederhana namun menyegarkan pemikiran. Awalnya sedikit ragu untuk datang, mengingat lokasi lumayan jauh di luar kota, tepatnya di Kantin Sastra, kampus FIB UI Depok. Tetap saja Depok itu hitungannya luar kota, kan Jabar ;).
Kembali ke persoalan. Diskusi yang digagas anak-anak muda ini kiranya patut dipandang sebagai bentuk perlawanan terhadap pengekangan negara atas hak-hak sipil warga negara juga bentuk perlawanan atas malfungsi akal pikir memandang minuman beralkohol serta pengaturannya. Dari judul diskusi saja sudah ingin “menyentil” kaum intelektual lainnya untuk berpikir secara jernih dan rasional. “Mempertanyakan Regulasi Minuman Beralkohol” demikian topik diskusi tersebut.
Sekedar latar belakang, diskusi yang dimaksud bermula dari kegelisahan mereka terhadap mulai dibahasnya Rancangan Undang-Undang Larangan Minuman Beralkohol (RUU Larangan Minol). Sebagaimana diketahui, RUU Larangan Minol ini diusulkan oleh PKS dan PPP dan menjadi RUU inisiatif DPR (catatan : dalam tulisan sebelumnya sudah pernah saya uraikan).
“Saya mendukung kebebasan berpikir dan berpendapat secara dewasa. Senang sekali rasanya bisa mengadakan diskusi untuk mengkritisi RUU terkait alkohol ini terutama soal larangan,” demikian Nadya Karina Melati membuka obrolan sore itu.
Keterbukaan dan kedewasaan. Dua hal inilah yang menjadi penghantar diskusi yang menghadirkan Gadis Arivia, seorang dosen filsafat UI dan pendiri dari Jurnal Perempuan yang bergerak memperjuangkan HAM terutama perempuan. Dihadiri juga oleh Raymond Menot, dosen sekaligus peneliti antropologi UI yang telah mengabdikan dirinya untuk penelitian masyarakat khususnya adat.
“Siapa di antara kalian yang meminum bir ?” tanya Gadis ke peserta. Beberapa orang mengangkat tangannya dengan berani dan tegas.
“Berarti kalian harus siap-siap dipenjara karena dalam RUU Larangan Minol mengatur soal konsumsi”, ujar Gadis membuka diskusi.
Pesan Mereka Sama, Naskah Akademis Abal-Abal !
Dari beberapa sisi yang diulas oleh pembicara, ada kesamaan pesan yang tersiar di sana. Pesan yang mewakili sebuah integritas dan marwah akademisi. Jika kalian belum mengetahuinya, dalam sebuah pembahasan sebuah RUU, idealnya berbasis Naskah Akademis (NA). NA menjadi kerangka berpikir dan argumentasi logis suatu rencana aturan.