Mohon tunggu...
Junaedy Patading
Junaedy Patading Mohon Tunggu... Swasta -

Menulis untuk mengabadikan...

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Pak Tito Akan Jadi Kapolri

21 Maret 2016   10:42 Diperbarui: 21 Maret 2016   10:55 2113
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 [caption caption="Tiba di Mamit.Foto: dokumen pribadi"][/caption]

“Dia ini calon Kapolri.” Begitu celetuk seorang teman di hari pelantikan Tito Karnavian sebagai Kapolda Papua menggantikan Bigman Lumban Tobing, September 2012. Saya tak terlalu merespons pernyataan itu, apalagi keluar dari mulut seorang yang sering membual.

Saya justru tertarik dengan nama depannya yang unik: “Tito”. Ini mengingatkan saya pada mendiang pemimpin Yoguslavia, Josip Broz Tito. Lha kok bisa?.

Ceritanya, sewaktu masih di bangku SD, saya dan teman-teman diwajibkan menghafal para pendiri gerakan Non-Blok di mata pelajaran PSPB, dan Josip Tito adalah salah satunya. Yang lain boleh lupa, tapi hafalan itu terus membekas hingga sekarang.

Apakah nama Tito terinspirasi dari nama Jozip Tito? Wallahualam.

Waktu dan kesempatan kemudian membawa saya pada suatu tempat bernama Mamit, kira-kira 10 menit perjalanan dengan pesawat dari Karubaga, ibukota kabupaten Tolikara. Di saat bersamaan ketika Tito Karnavian memulai tugas barunya sebagai Kapolda Papua dengan mengunjungi banyak kabupaten di pedalaman. Sekitaran November 2012.

Tanpa disangka, Tito Karnavian juga ada di sana. Awalnya, Tito tak punya jadwal kunjungan ke kampung kelahiran Gubernur Papua Lukas Enembe ini. Ia hadir memenuhi undangan Presiden Gereja Injili di Indonesia (GIDI) yang masih dijabat Pendeta Lipiyus Biniluk ketika itu. Lipiyus adalah tokoh agama yang cukup disegani di Papua. Selain Tito, hadir pula Panglima  Kodam XVII Cenderawasih Christian Zebua. Acaranya remeh-temeh; peresmian aula GIDI.

“Pak Tito akan jadi Kapolri.” Kali ini, pernyataan itu keluar dari mulut Pendeta Lipiyus Biniluk. Saya tak tahu itu doa atau ramalan. Ini disebutkan Lipiyus dalam sambutannya, yang diamini para hadirin. Sontak hal ini mengingatkan saya pada ucapan teman tadi di awal.

Tapi bukan itu saja yang membuatku terkesan. Tito yang seorang muslim tulen kelihatan tak canggung mengikuti jalannya ibadah. Ia bahkan tak merasa risih berdiri di mimbar bergambar salib ketika didaulat memberikan sambutan. Ia mengaku sudah beberapa kali mendengar khotbah Pendeta Lipiyus dan merasa sangat tercerahkan. “Dan benar, sekali lagi saya terkesan dengan khotbah beliau,” katanya.

Salah satu bagian penting dari sambutannya yang selalu saya ingat adalah tentang bagaimana agama bisa mendamaikan, sekaligus bisa menghancurkan sebuah hubungan. Ia mencontohkan bagaimana umat Katolik dan Protestan bermusuhan di Irlandia, dan banyak kekacauan lain yang membawa-bawa nama agama.

***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun