Menjadi satu-satunya museum yang dimiliki sebuah perguruan tinggi di Nusantara. Dijaga oleh seorang kurator muda, dan satu-satunya di Papua.
Apakah Anda pernah ke sebuah museum, dan bertemu dengan seorang kurator, di luar Papua? Jika pernah, pastinya Anda bertemu dengan seseorang berumur cukup tua, dengan sederet gelar akademik.
Kenyataan berbeda akan Anda temui jika berkunjung ke museum Loka Budaya Universitas Cenderawasih. Satu-satunya museum yang dimiliki sebuah universitas di Indonesia ini, justru punya kurator dengan usia relatif muda, 34 tahun. Namanya Enrico Kondologit. Hebatnya, dia satu-satunya orang di Papua sekarang yang punya profesi sebagai kurator. Dengan kemampuan itu, dia mengabdikan diri di dua museum sekaligus; Museum Loka Budaya Uncen Abepura dan Museum Budaya Papua di Waena.
Walaupun punya keahlian khusus seperti demikian, tanpa sungkan, kerap ia menyingsingkan lengan, merangkap jadi tukang kebersihan di areal museum. Dia punya kisah lucu tentang itu.
Suatu kali, dengan mengenakan celana pendek, dia sedang membabat rumput di halaman museum. Tak disangka serombongan wisatawan mancanegara datang berkunjung. “Jadi Anda kurator, guide, sekaligus cleaning service di sini?” tanya Si Bule heran.
Walaupun bukan jenis pekerjaan primadona bagi orang muda seusianya, ia mengaku bahagia dengan profesinya itu. “Dengan benda-benda ini, saya sudah seperti menyatu, malah sering bicara lewat mimpi atau berbisik di telinga,” katanya. Dia juga betah berlama-lama di sini hingga larut malam, saat semua rekannya sudah pulang.
Enrico tak melulu tinggal dalam museum ini. Ia juga aktif sebagai peneliti, sembari berburu benda kuno untuk koleksi museum. “Tak gampang mendapatkannya, banyak yang tak mau dilepaskan sama pemiliknya, karena dianggap pusaka keluarga atau berharga; seperti benda untuk keperluan mas kawin,” cerita Enrico.
Museum ini diresmikan pada Oktober tahun 1973 oleh Profesor DR. Ida Bagus Mantra, yang menjabat Dirjen Pendidikan dan Kebudayaan Republik waktu itu. Hingga kini, museum ini telah memiliki koleksi sebanyak 2.500 benda budaya.
Tak semua bisa dipamerkan; sebagian disimpan karena ruangan terbatas. Aturan rolingnya antara lima sampai tujuh tahun.