Mohon tunggu...
Daniel Pasedan
Daniel Pasedan Mohon Tunggu... Guru - Berkeluarga, dua anak

Iklas, Jujur, Sederhana, Rajin, Peduli, Suka Berbagi, Cerdas, Berani, Tahu Diri, ... adalah Pondasi Pemimpin yang Dirindukan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menjadi Buah Bibir yang Manis Didengar

20 Agustus 2014   03:16 Diperbarui: 18 Juni 2015   03:06 72
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Tagari, 12 Juni 2014
Sungguh, saya sangat kesulitan untuk memulai tulisan ini. Selain karena sudah cukup lama saya tidak menulis, juga karena otak ini “dihantui oleh iming-iming” agar opini saya tentang Jokowi-Kalla bisa terpilih sebagai salah satu karya yang akan dibukukan.
Semenjak pilkada DKI, nama Jokowi mulai ramai dibicarakan oleh orang-orang di seluruh pelosok negeri mulai dari kota hingga ke desa-desa bahkan kampung-kampung yang jauh dari jangkauan teknologi informasi maupun media elektronik lainnya. Mulai dari kaum terpelajar, para tua-tua kampung, yang sepuh, kaum bapak, kaum ibu, anak muda, anak-anak. Semua membicarakan sosok Jokowi seaakan-akan mereka sangat tahu persis siapa Jokowi yang sesungguhnya.
Sepanjang yang saya ketahui, paling tidak ada tiga nama yang menjadi bahan obrolan di setiap kesempatan dan memiliki kesamaan pola. Baik dari cara orang-orang membicarakannya, semangat yang menyala-nyala dari pembicara maupun karakter dari sosok yang dibicarakan.
Soekarno, Gus Dur dan Jokowi. Ya, ketiga tokoh ini menjadi bahan pembicaraan yang menarik di lingkungan saya. Anehnya, sekalipun Soekarno dan Gus Dur sudah tiada namun topik pembahasan selalu ada dan tidak pernah usang meski sudah sekian kali diperbincangkan.
Ada kesamaan karakter dari ke tiga tokoh tersebut yang menjadi daya tarik tersendiri bagi siapa saja. Sederhana, berani dan apa adanya. Karakter inilah yang memikat hati untuk tidak jenuh membahas berbagai aktifitas yang dilakukanoleh Soekarno, Gus Dur maupun Jokowi. Berbicara soal keragaman, ketiga tokoh ini sangat terbuka, menghormati keragaman suku, budaya, keyakinan. Ketiga tokoh ini adalah pembelajar sukses, mereka bisa belajar dari alam, dari lingkungan sekitar. Seperti sebuah seruling, bagaimana kita bisa mengetahui lagu apa yang dilantunkan jika nada lubang yang satu sama dengan nada lubang yang lain? Demikian halnya soal keragaman berbangsa, hendaknya dirangkai dikelola menjadi kehidupan yang kaya harmoni, nyaman di rasa, menyejukkan, merdu terdengar.
Semenjak Jokowi dipastikan maju sebagai bakal calon presiden, setiap hari di setiap kesempatan, orang-orang membicarakan Jokowi. Ada satu tanya yang mengganjal di pikiran, siapa gerangan yang akanmenjadi bakal calon wakil presiden mendampingi Jokowi nantinya? Harapan sekaligus doa yang dimohon semoga calon pendamping Jokowi adalah orang baik. Mulai muncul berbagai analisa awam, berbagai nama disandingkan dengan Jokowi dengan beragam pertimbangan, sembari setiap saat mengikuti perkembangan politik yang terjadi melalui berbagai media yang bisa memberikan informasi terkini.
Harapan menjadi kenyataan, kegembiraan meluap, ada kelegaan ketika dipastikan bahwa bapak Jusuf Kalla resmi menjadi bakal calon wakil presiden. Pasangan ini di mata awam menjadi pasangan yang sangat ideal, saling melengkapi dan mengalahkan sekian sosok yang pernah disanding-sandingkan dengan Jokowi.
Setiap hari di setiap kesempatan dalam berbagai acara, topik pembicaraan tidak terlepas dari obrolan sosok Jokowi-Kalla, termasuk dalam acara upacara kematian. Membicarakan Jokowi-Kalla seakan menghalau rasa duka yang sedang dialami oleh keluarga. Ada harapan besar yang menjadi mimpi banyak orang tercurah di atas pundak Jokowi-Kalla.
Siapakah Jokowi di mata mereka?
Saya mencoba merekam dan merangkum pembicaraan orang-orang di sekitar saya. Faktanya, dari semua pembicara, mereka semua belum pernah bertemu langsung apalagi bergaul dengan Jokowi-Kalla, mereka hanya mendengar berita melalui media televisi, internet bahkan apa kata orang-orang disekitarnya yang belum tentu mewakili fakta. Namun yang mencengangkan adalah bahwa mereka seolah tahu persis siapa dan seperti apa Jokowi dan Yusuf Kalla.
Sabar, murah hati, tidak memegahkan diri dan tidak sombong. Oh... rupanya ini yang memikat hati mereka.
Perlu ditekankan bahwa hal berikutbukan “baru akan” atau sebuah janji untuk berlaku sabar, bermurah hati dan tidak memegahkan diri. Jokowi maupun Kalla sudah sejak dulu berlaku sabar, murah hati dan tidak sombong. Inilah salah satu kesamaan karakter yang mereka miliki.
Jokowi-Kalla sudah membuktikan kesabaran dalam hal membina rumah tangga yang sehat dan sejahtera. Penting diketahui bagi seluruh anak bangsa, bahwa rumah tangga yang harmonis, keluarga yang sejahtera adalah modal besar bagi terbentuknya sebuah bangsa besar yang mengedepankan harmoni dan sejahtera. Wajib menjadi catatan penting bagi para calon pemimpin bahwa hendaknya memimpin itu dimulai dari yang paling dekat dan lingkup kecil. Dimulai dari kemampuan memimpin diri sendiri, memimpin keluarga dan selanjutnya memimpin masyarakat bahkan memimpin sebuah negara. Dalam hal ini, karakter sabar mutlak diberlakukan.
Agak aneh rasanya mendengar berita bahwa seorang walikota selama menjabat, tidak pernah menerima gajinya. Gajinya disumbangkan kepada sesamanyayang belum beruntung. Seolah dibuat-buat atau dengan maksud pencitraan, seorang yang sukses di bidang ekonomi masih berkutat dengan urusan palang merah. Sebuah kegiatan yang menguras tenaga, biaya bahkan tidak menguntungkan usaha miliknya. Namun itulah kenyataan dari kedua sosok Jokowi-Kalla yang selalu berlaku murah hati.
Berbicara soal penampilan, cara berpakaian, bertutur kata, menyapa siapa saja, Jokowi-Kalla tidak memperlihatkan perangai sombong. Seharusnya dengan jabatan yang dimiliki, harta yang melebihi kebutuhan hidup dan keluarga, seharusnya mereka tampak dan berlaku angkuh. Namun kenyataan berkata lain. Kedua tokoh ini senantiasa tampil sederhana, berbaur dengan kalangan manapun tanpa pandang bulu baik itu beda suku, beda keyakinan maupun beda keturunan.
Ia tidak melakukan yang tidak sopan dan tidak mencari keuntungan sendiri. Hmmm... rupanya karakter ini yang membuat Jokowi-Kalla dihormati.
Dalam banyak kenyataan, semakin tinggi jabatan seseorang semakin arogan nada bicaranya, semakin jauh dari kata santun dengan perilaku yang mengabaikan sopan santun. Kenyataannya, baik Jokowi maupun Kalla sangat menghormati orang tuanya termasuk mertua. Hal ini ditunjukkan bukan hanya dalam bentuk kata dan penghargaan namun juga dalam tindakan nyata.
Banyaknya kasus korupsi belakangan ini yang dilakukan oleh oknum-oknum dengan jabatan yang strategis menunjukkan bahwa cukup banyak oknum yang hanya mementingkan keuntungan diri sendiri dan sama sekali tidak ada rasa bersalah ketika melakukan tindakan yang tidak terpuji. Menjadi seorang pemimpin wajib hukumnya untuk berlaku jujurdan senantiasa sujud syukur atas berkah yang sudah dimilikinya. Hal ini akan menjaganya untuk tidak terjerumus pada karakter serakah. Jokowi-Kalla sudah membuktikan diri tidak menyalahgunakan jabatannya untuk meraup keuntungan diri sendiri dan hal inilah yang menjadi salah satu jaminan bagi terciptanya pemerintahan yang bersih bebas dari korupsi dan penyelewengan kekuasaan.
Ia tidak pemarah dan tidak menyimpan kesalahan orang lain.
Benarkah kedua tokoh ini demikian? Aku rapopo, hehehe... ya aku rapopo.
Sebuah ekspresi sederhana yang membuktikan bahwa tokoh ini bukan sosok yang mudah tersulut amarah dan mudah meledak. Sehebat apapun terpaan caci, nada miring, cemooh yang menimpa dirinya dengan sederhana dibalasnya dengan senyuman atau dengan kata, ahh biasa saja.
Ibarat pohon, semakin tinggi sebuah pohon semakin deras pula angin yang menerpanya. Untuk itu diperlukan akar yang kuat, batang yang besar dan kuat untuk bisa bertahan tetap tumbuh kuat dan berdiri kokoh. Teringat masa kecil saya dulu, liur mengalir deras menyaksikan pohon mangga tetangga saat berbuah, semakin banyak buahnya maka semakin banyak pula batang singkong, potongan kayu, bebatuan menghujani pohon mangga. Tak beda jauh dengan pemimpin yang berbuah banyak dan manis bagi kemaslahatan masyarakat, mereka akan senantiasa diterpa lemparan, tonjokan, tusukan, ancaman.
Ia tidak bersukacita karena ketidakadilan tetapi ia bersukacita karena kebenaran.
Jokowi-Kalla adalah insan yang selalu berupaya adil, mereka sangat gampang terluka oleh ketidakadilan. Tidak adil dan tidak benar jika fasilitas umum yang disediakan oleh negara digunakan dan dikuasai oleh oknum yang tidak bertanggungjawab. Tidak benar jika oknum tertentu mengatasnamakan keyakinan tertentu untuk mengadu domba menyengsarakan sesama manusia. Jokowi-Kalla sudah membuktikan diri menjadi agen-agen pro adil dan menjungjung tinggi kebenaran.
***
Orang bijaksana senantiasa berorientasi pada hal-hal yang positif, namun rasanya tidak adil jika hanya kebaikan dan keunggulan Jokowi-Kalla yang diutarakan. Menurut pengamatan awam, beberapa hal yang dirasa kurang antara lain, “Saya tidak melihat dan menemukan kekurangan Jokowi-Kalla”! demikian kata Apping sambil melotot dengan nada tinggi. Sesungguhnya tidak ada di antara kita manusia yang tidak memiliki kelemahan atau kekurangan. Untuk itu pesan yang ingin disampaikan kepada Jokowi-Kalla agar senantiasa memohon kepada Tuhan yang Maha Esa agar diberiNya ridho, kesehatan, kekuatan agar dilindungi dari segala yang jahat dan selalu mawas diri untuk tidak dikendalikan oleh kepentingan kelompok, keinginan segelentir orang yang ingin mengambil keuntungan sesaat dan pribadi.
Bangsa ini adalah bangsa yang diberkati Tuhan dengan kekayaan, budaya, sumberdaya manusia, alam yang indah nan elok. Itu sebabnya bangsa ini wajib dipimpin oleh Pemimpin yang amanah dan menuntun bangsa ini dengan damai dan sejahtera.
Jokowi-Kalla versi pondok ceki.
Adalah kebiasaan kami beberapa bapak yang hampir tiap malam bermain ceki di sebuah pondok kecil nan lusuh, sembari bermain dengan penuh canda yang terkadang mengganggu anak-anak dan istri-istri yang sudah pada ngorok, sebagai ajang melatih lagu dengan iringan gitar, juk dan suling, sesekali dengan diskusi serius tentang beragam persoalan sosial dalam lingkungan, juga sekaligus menjaga keamanan dimana akhir-akhir ini warga resah dengan beberapa peristiwa pencurian barang-barang berharga milik warga.
Saya bisa memastikan bahwa Jokowi-Kalla memenangkan pemilihan ini”. Demikian kata kakek Emon dengan nada tegas, perlahan namun pasti! sembari mengocok kartu. Aneh juga ini kakek, sudah ngocok lima kali berturut-turut tetapi masih sempat mengalihkan perhatian dengan topik politik. Hal yang membuat saya sangat yakin karena Jokowi-Kalla dikelilingi dan didukung orang-orang baik! Saya berdoa semoga Tuhan melindungi dan menjaga Jokowi-Kalla.
***
Pemimpin itu hendaknya memiliki karakter yang jujur, sabar, tegas, adil, murah hati, tidak sombong, tidak mencari keuntungan dirinya sendiri, merindukan keadilan, cinta kebenaran, santun, bijaksana. Dengan demikian rakyat menjadi bangga, rakyat pasti bersukacita dipimpinnya, bersedia berkorban bagi Pemimpin dan menjadibuah bibir yang manis didengar setiap saat di seluruh pelosok negeri ini. Hal ini pula yang akan menjadi catatan sejarah yang manis yang akan dibaca dan didiskusikan generasi yang akan datang.
Salam Indonesiaku.

Coretan liane...

Pak Tua Makan di Kuburan

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun