Kalau dicermati dengan seksama, Kemdikbudristek telah dan sedang melakukan berbagai "inovasi" yang bertujuan beranjak dari capaian kualitas saat ini menuju capaian kualitas yang lebih baik. Pertanyaannya, benarkah "inovasi" yang dilakukan berdampak positif terhadap "tujuan" yang hendak diraih?
Â
Mari lihat fakta data :
1. Tingkat literasi Indonesia ranking 62 dari 70 negara
2. Rapor Pendidikan yang dirilis oleh Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan - Kemdikbudristek. Jenjang SD-SMP-SMA/SMK secara nasional pada aspek Proses Kepemimpinan Instruksional dengan nilai "merah" skala terbatas yang bermakna : Kepemimpinan instruksional belum mengacu pada visi misi sekolah, belum mendorong perencanaan, praktik dan asesmen pembelajaran yang berorientasi pada peningkatan hasil belajar siswa dan belum mengembangkan program, sistem insentif dan sumber daya yang mendukung guru melakukan refleksi dan perbaikan pembelajaran.
Inovasi Asesmen Nasional yang dihadirkan oleh Kemdikbudristek adalah upaya baik dalam rangka mengindentifikasi, refleksi dan benahi keadaan pendidikan. Informasi tentang hasil Asesmen Nasional bisa diakses oleh publik dan secara khusus para Guru dengan informasi rinci yang mewakili keadaan satuan pendidikan dimana guru bertugas.
Jika ditelisik lebih jauh secara wilayah, kabupaten bahkan satuan pendidikan maka akan ditemukan berbagai fakta data yang sangat tidak logis.
Bagaimana mungkin sebuah sekolah yang bertahun-tahun memeroleh Akreditasi A, berstatus Sekolah PK berbanding terbalik dengan fakta rapor pendidikan sekolah dengan rerata nilai di bawah standar?
Ambil contoh sebuah sekolah yang sudah sudah puluhan tahun berdiri, dan katanya kualitasnya tidak diragukan :
 Logika saya kesulitan menerima fakta data bahwa sebuah sekolah dengan berbagai predikat "wow" pada kenyataanya berdasarkan Asesmen Nasional secara khusus penilaian aspek Guru dan Manajemen Sekolah bernilai "merah"?
Menurut hemat saya, Asesmen Nasional sangat rumit dimanipulasi oleh satuan pendidikan agar memeroleh nilai baik meski faktanya buruk oleh karena melibatkan siswa, guru, soal acak, ratusan jumlah soal yang dilakukan secara daring.Â
Jadi, menurut saya fakta data rapor pendidikan sangat mewakili keadaan satuan pendidikan yang sesungguhnya dibandingkan dengan nilai akreditasi.
Terdapat Masalah, Apa Solusinya?
Sesungguhnya para pakar di lingkungan Kemdikbudristek mendalami data dan fakta semua sekolah saat ini. Sudah tahu bahwa banyak sekolah yang bandel, tidak mau mengikuti arahan petunjuk untuk berbenah namun seolah diabaikan saja.
Aturannya, dana bos dikelola secara transparan akuntabel, perencanaan anggaran- pengelolaan- pelaporan dikelola secara daring, ada proporsi belanja secara daring dan selanjutnya tidak diindahkan, dilakukan oleh sekolah bukankah itu bagian dari bandel?
Jika Anda seorang Guru atau bagian dari Manajemen Sekolah atau Yayasan, cobalah tengok itu rapor pendidikan secara detail dan lalu mulai lakukan sesuatu untuk berbenah. Ada begitu banyak indikator kualitas pendidikan yang berada pada kondisi menyedihkan yang semestinya segera melakukan langkah konkret demi terwujudnya tujuan pendidikan.