Yogyakarta sedang ramai dihajar media massa. Merapi belum usai, lahar dingin menggenangi kawasan kali code, yang nota bene pusat kota yogyakarta. Eeee....sengaja nggak sengaja ada yang "salah" omong soal monarkhi. Berani atau salah ucap tetapi dicuplik di media putri mantan presiden Suharto mbak tutut pun mengatakan "Jogja diutak utik, kayak kurang kerjaan aja". Dalam waktu tak terlalu lama, ajakan referendum menggelora. Rumah wakil presiden Boediono di"kepung" massa berbaju lurik dan kebaya sambil bersila (ngepung atau mo kenduri). Sebesar itukah Yogya...ya Jogja dibangun dan dihidupi oleh banyak orang. Masyarakt seniman, budayawan, cendikiawan, tradisional, bahkan anak muda gaul yang tetep cuek dengan sikon. Semua menyerang balik...lebih besar dengan berbagai cara...ada yang buat lagu hip hop jogja istimewa, membuat filler Jogja memang istimewa di tv lokal, hingga demo dengan baju adat. Uniknya jogja, aksi ini tidak dikemas anarkhis tetapi justru 'menyerang' telak di otaknya. Mereka sengaja membangun image, citra dan mempermainkan pikiran. Nah respon terkhir dari Monarkhi versus Demokrasi: status DIY adalah rekruitmen relawan Referendum. Gila...orang pada bangga menjadi relawan Merapi, ini ikut ikutan tarik relawan....pastinya tidak memakai sepatu boot, kaos lengan panjang orange ala TIM SAR. tapi berblangkon dan dan berbaju lurik/kebaya.....jogja jogja.....
[caption id="attachment_78381" align="aligncenter" width="645" caption="relawan beneran"]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H