Dokpri
Nyambung dari tulisan sebelumnya, beberapa orang tua lain lebih gila lagi. Golongan ini yang saya suka. Sudah pensiun bahkan dapat subsidi tapi semangat kerja tak pernah padam. Mereka meluangkan waktunya untuk kerja sosial menjadi relawan. Sepertinya mereka punya prinsip hidup keren."Hidup sudah ditanggung pemerintah trus apa yang bisa kamu derma kan untuk orang lain?" Ya kerja sosial.Keren kan? Mereka biasanya kerja sosial di toko second hand op shop, gereja, dan lembaga sosial seperti Lion club, rotary club dan red cross. Namanya kerja sosial, ya tidak di bayar. Mereka senang saja melakukan karena bisa ketemu banyak orang. Tugasnya menata barang dagangan, melayani pembeli dan beberapa keahlian masih bisa berguna seperti memperbaiki barang elektronik, agar bisa dijual kembali.
Tentu ndak semua seperti diatas. Ada juga yang stres, menurun kemampuan motoriknya trus masuk ke age care alias panti jompo. Nah klo dah masuk age care sudah aman deh fasilitas dan pelayanan kelas satu semua dilayani....cuma mbayar nya minta ampun.
Piye? Enak kan jadi mbah simbah di Ostrali. Itu terjadi karena sistem kesejahteraan menjamin hidup warganya. Dana pensiun dan asuransi sudah disiapkan dari gaji mereka selama bekerja. Bahkan asuransi jaminan hari tua pun dibayar oleh perusahaan tempat bekerja. Besarnya 9.5% dari gaji mingguan. Asuransi kesehatan juga sama dipotong dari gaji. So klo terjadi kedaruratan tinggal telepon, semua akan ditangani cepat. Ambulan datang dan beaya rumah sakit ditanggung. Kayak Jamsostek+ BPJS lah kerjanya cm ndak ada monopoli. Bahkan pajak penghasilan yang dipotong dari gaji pun akan bisa kembali bila status nya pensiunan.
Jadi duit yang indonesia, dipakai u minum kopi dan belanja tadi ya sebenarnya duit mereka juga meski jalurnya lewat subsidi pemerintah. Semua duit itu akan bisa dinikmati di hari tua mereka. Mo minta ditransfer mingguan atau bulanan gampang saja tergantung permintaan.
Tak heran bila di usia senja mereka bahagia luar biasa. Ibaratnya makin tua makin golek dalan padang. setelah Lengser keprabon ndak mesti ....mandeg pandito atau mundur dari dunia. Justru hidup mereka diwarnai dengan kerja pelayanan.
                                            * * *
Nah klo di kampung kita tercinta Endonesiah bagaimana? Lain ladang lain belalang lain soalnya. Negara berdasar keadilan sosial ini juga menjamin warga miskin terlantar oleh negara termasuk warga tua dengan pensiun -formalnya begitu. Tapi simbah simbah Endonesiah lebih tangguh dari simbah simbah di negeri paman kangguru. Klo simbah Ostrali menikmati hidup di cafe dengan minum kopi late, simbah Endonesiah menikmati hidup dengan gendong barang dagangan di pasar, manjat pohon kelapa untuk pesanan kelamut, penek'an atap membangun rumah dan masih banyak lagi. Simbah2 ini sarkas sekali hidup nya...menikmati hidup ya mencari kehidupan. Mo coba mengandalkan uang pensiun atau sistem jaminan kesejahteraan dari negara? Pretttt....bisa berhenti hidup nunggu ndog blorok. Tapi si blorok tetep ngendog kok. Ada asuransi kesehatan lewat jamkesmas-bpjs, jaminan makan siang lewat program raskin, atau pembangunan fasilitas publik or pemberdayaan sosial lewat program PNPM mandiri.
Tapi usaha membuat sejahtera oleh negara tetep kalah nggetih dengan simbah simbah di kampung dan di desa itu sendiri. Bekerja, bekerja, dan bekerja sampai habis darah. Mungkin mas Joko itu terinspirasi dari simbah simbah ini dalam menjalankan pemerintahan. Yang pasti saya masih mendapati simbah simbah mbecak...penekan wit kelopo...gendong sayuran di pasar beringharjo....hingga bertani pagi hingga sore hari. Bagi yang tak memiliki ekstra energi tak mau ke panti jompo tapi tetep bekerja meski harus memulung atau mengemis.
So negara berkeadilan sosial masih terseok seok menangani simbah-simbah. Meski begitu salut untuk simbah simbah Endonesiah. Meski temen mereka di negeri kangguru menghabiskan hidup dengan ngopi atau kerja tanpa dibawar, mereka tetap menghabiskan hidup dengan bekerja sebagai sumber daya produktif sampai akhir hayat.
Hidup simbah Endonesiah!!!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H