Mohon tunggu...
Pascalis PeWe
Pascalis PeWe Mohon Tunggu... Full Time Blogger - wirausaha sejak usia 37 th

Jangan takut memulai usaha, yang kamu takutkan justru ketika kamu terlambat memulainya

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Misteri Keris Berpita di Pawiwahan Agung Kraton Ngayogyakarta

25 Oktober 2011   02:49 Diperbarui: 26 Juni 2015   00:32 2546
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

[caption id="attachment_143798" align="aligncenter" width="600" caption="paspampres mengikat keris dengan pita (dok.kraton)"][/caption] Yogya (20/9) Tiga hari mengikuti jalannya Dhaup agung/ Pawiwahan agung/ Royal Wedding/ Pernikahan putri sultan, baru kali ini saya berkesempatan menuliskan berbagai cerita menarik dibalik pernikahan GKR Bendara-KPH Yudanegara. Adat dan budaya yang ditampilkan, memberikan respon yang dasyat dari masyarakat Yogyakarta. Adat dan budaya menggembalikan jati diri bahwa setiap orang merasa dekat dan memiliki. Untuk itulah setiap media massa mengangkatnya untuk menarik perhatian. Satu hal yang menarik dan lepas dari perhatian media adalah hadirnya SBY dan Boediono di Kraton Ngayogyakarta. Ini bukan tanpa sebab. Kehadiran mereka merupakan akibat dari rekonsiliasi paska pemberitahuan masa habis perpanjangan jabatan gubernur DIY. Surat yang dikirimkan gubernur DIY ini, mempertemukan Sri Sultan dan SBY di istana negera. Hasilnya adalah kesepakatan bahwa perpanjangan akan dilakukan 2 tahun kedepan bersamaan habisnya masa jabatan presiden dan setelahnya penetapan selama 5 tahun saja. [caption id="attachment_143807" align="alignleft" width="300" caption="semua keris diikat pita kecuali tuan rumah -sultan"][/caption] Jabat tangan kedua pemimpin pusat dan daerah ini dilakukan, artinya SBY dan sultan sudah bersepakat. Tak heran bila SBY menyempatkan diri hadir dalam hajad dalem sebagai wujud penghormatan sekaligus pencitraan di Yogyakarta. Sementara itu wakil presiden Boediono juga sengaja datang selain karena Boediono orang Jogja juga karena SBY ingin membangun imej di dua tahun terakir kepemimpinannya bahwa kedekatan dengan sultan berarti kedekatan dengan rakyat Jogja. Kehadiran SBY-Boediono ke Yogyakarta tak disambut dengan demonstrasi. Kita tinggalkan teori konspirasi yang tak juga menguntungkan kita. Kehadiran SBY dan Boediono tak saja membanggakan namun juga merepotkan. Sejak tiga hari sebelumnya, paspampres sibuk menyelidik sudut sudut kraton dan pagi hari (18/9) telah memasang detektor di setiap pintu masuk. Detektor tak puas cek bawaan, senjata tajam dan mengacak sinyal HP juga dilakukan meski yang terakhir itu tak terjadi karena saya masih tetapbisa menelpon kantor untuk laporan kondisi terkini. Khusus pemeriksaan senjata tajam, membuat saya geli setengah mati hingga tersinggung sebagai orang Jawa. Saat keraton menjadi simbol dan sumber kebudayaan berbagai perangkat pendukung pasti digunakan, mulai dari baju Jawa, tombak, hingga keris yang terselip di baju. Nah yang menjadi masalah adalah keris yang terselip di baju seluruh orang yang mengenakan busana jawa. Pasalnya ketika tamu keraton hadir berbagai prajurit dan abdi dalem dipastikan menggunakan busana lengkap dengan kerisnya. Nah keris ini  masuk dalam kategori senjata tajam dan  harus diamankan, namun Paspampres  tidak gegabah. Keris sebagai bagian dari kesatuan orang Jawa tidak dilucuti. Paspampres mengamankannya dengan mengikat keris dengan pita. Bagi paspampres pita ini sebagai tanda bahwa keris yang bersangkutan telah lolos pemeriksaan. Kelihatannya terjadi perbedaan cara pandang meski telah dikompromikan. Bagi orang Jawa menyandangkan keris dalam beskap berarti menghomati tuan rumah. Namun bagi Istana negara menyandangkan keris saat presiden hadir berarti "ancaman". Ha ha ha...makanya kebudayaan kita ndak pernah maju karena selalu dianggap sebagai ancaman. Akhirnya kesepakatan dibuat semua abdi dalem termasuk pangeran boleh menggunakan keris dalam busana mereka namun harus melewati petuga pemeriksa lebih dahulu. Tak sekedar diperiksa dan dipastikan bahwa mereka abdi dalem, keris yang disandangkan di pinggang belakang ternyata harus diikat dengan pita. Lucu bukan? Keris diselipkan di belakang kok ditakutkan. Bukankah kalo keris di selikan di depan yang harus ditakutkan, karena di Jawa kalau keris telah berpindah didepan berarti siap perang (ingat gambar dan foto Pangeran Diponegoro terlukiskan keris yang diselipkan dibagian depan) Indonesia...indonesia...

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun